#JelajahDariRumah: Menyusuri Jejak Mangkunegara Sembari Berdonasi

By Gita Laras Widyaningrum, Senin, 22 Juni 2020 | 19:21 WIB
Legiun Mangkunegaran—Korps militer pada masa Mangkunegara II yang menandai warisan Daendels di kota ini. Gayanya mengadopsi pasukan Grand Armee Napoleon Bonaparte. (Alfonsus Aditya )

Nationalgeographic.co.id – Pandemi COVID-19 telah memberikan pengaruh signifikan pada kehidupan kita. Industri pariwisata adalah salah satu yang paling terdampak. Pembatasan sosial untuk menghindari penyebaran virus corona, membuat kita tidak bisa bepergian—memaksa kegiatan pariwisata terhenti sejenak. Kondisi ini tentunya membuat para pemandu wisata mengalami kesulitan.

Melihat hal tersebut, National Geographic Indonesia dan Saya Pejalan Bijak, menyelenggarakan avontur daring (virtual tour). Kami mengajak Kawan Jalan untuk menikmati program "Akhir Pekan Bersama" National Geographic Indonesia dengan #JelajahdariRumah. Program berdonasi setulus hati ini nantinya akan disalurkan kepada para pemandu wisata lokal yang kehilangan pendapatannya karena pagebluk.

Pada Minggu pagi, 21 Juni 2020, tempat pertama yang dipilih untuk ‘dikunjungi’ adalah Surakarta. Dipandu oleh Alfonsus Aditya, penikmat budaya, peserta dapat mengenal jejak-jejak Mangkunegara. Bagaimana wangsa ini turut memberikan sumbangsih bagi peradaban. Selain itu, kita juga dapat menyaksikan kisah-kisah hidup warganya.

Poster digital Akhir Pekan Bersama National Geographic Indonesia bertajuk Mengenal Jejak-jejak Mengkunegara, yang digelar secara daring pada Minggu, 21 Juni 2020. (National Geographic Indonesia)

Dari Stasiun Balapan, perjalanan daring ini pun dimulai. Aditya menciptakan atmosfer seperti kita benar-benar sedang berada di lokasi. Ia mengajak peserta untuk menyiapkan topi, air minum yang cukup, serta kamera. Di awal acara, serat wedhatama tembang pocung diperdengarkan—membuka kisah dari para mangkunegara.

“Serat ini berasal dari Mangkunegara IV, isinya mengajarkan kita untuk berperilaku dalam hidup ini. Beliau terkenal akan karya sastra dan budayanya, serat wedhatama adalah salah satunya,” papar Adit.

Setelah itu, perjalanan untuk mengenali beberapa tempat peninggalan dari para raja- di tahta para Mangkunegara pun dimulai.

Perjalanan Niskala Jejak-jejak Mangkunegara dipandu oleh Alfonsus Aditya, penikmat budaya asal Surakarta. (National Geographic Indonesia)

Ditemani oleh Agung, pemandu wisata lokal, Adit memperlihatkan jejak-jejak Mangkunegara di Surakarta. Di Stasiun Balapan kita bisa melihat bagaimana Mangkunegara IV membangun Stasiun Balapan dengan desain bangunan khas Jawa.

Perjalanan selanjutnya, peserta diajaka untuk mengunjungi gedung Solosche Radio Vereninging (SRV) yang menjadi simbol perkembangan budaya pada era Mangkunegara VII. Radio ini tumbuh untuk menyebarkan pesan budaya Kepada masyarakat dengan pemutaran alunan musik-musik Jawa. Gedung SRV kini menjadi Radio Republik Indonesia (RRI).

()

Jejak Mangkunegara kemudian berlanjut ke Pasar Legi yang didirikan pada masa kepemimpinan Mangkunegara I. Peserta diajak mengunjungi dan menyusuri lorong-lorong Pasar Legi—bertemu dengan beberapa penjual di sana. Dari video, kita bisa melihat bagaimana aktivitas di pasar.

“Bisa dibilang, Pasar Legi tidak pernah tidur. Datang jam berapa pun, selalu ada kegiatan,” kata Adit.

Dari Pasar Legi, kita berjalan menuju Ponten, kediaman Mangkunegara sekitar akhir abad ke-18, Legiun Mangkunegaran hingga bertemu dengan Mbah Wasinen dan Mbah Ngadimin yang merupakan abdi dalem istana.

Di akhir acara, Adit mengajak peserta untuk berisitirahat dan menikmati camilan sore di Kusuma Sari yang telah berdiri sejak tahun 1970.

()

Meski dilakukan secara virtual, tapi acara ini dirancang seperti perjalanan biasanya sehingga para peserta tetap dapat menikmatinya meskipun berada di rumah. Dilengkapi dengan video, cerita langsung dari para pemandu lokal, serta masyarakat asli di Surakarta, membuat kita seperti berada di sana.

Valentina Wiji, salah satu peserta #JelajahDariRumah mengatakan, meskipun berada di Bogor, ia mengaku bisa merasa ikut jalan-jalan di Surakarta. “Gaya bertutur pemandu wisata yang menghanyutkan membuat saya serasa ikut secara fisik menjelajah ruang,” ungkapnya.

Valentina juga mengungkapkan bahwa virtual tour ini memiliki dimensi yang lengkap. “Menyalakan empati untuk pemandu wisata yang terdampak pandemi, tapi di saat yang bersamaan juga menguatkan pengetahuan warga terkait detail-detail situs wisata. Tidak hanya sekilas pandang, namun sungguh mendalam,” papar Valentina.

Prangwedanan di Puro Mangkunegaran. Di sinilah setiap pangeran yang akan menjadi Adipati Mangkunegara dilantik sebelum menempati takhta singgasana. (Alfonsus Aditya)

Acara avontur daring #JelajahDariRumah Mengenal Jejak-Jejak Mangkunegara diikuti oleh 140 peserta dari berbagai kota selama dua jam. Program ini berhasil mengumpulkan donasi sebesar Rp3.685.000 (per 22 Juni 2020 pukul 12.30 WIB). Donasi tersebut ditransfer langsung ke nomor rekening akun pemandu wisata yang tercantum dalam selebaran digital.

Terima kasih kepada Sahabat yang telah berpartisipasi dalam "Akhir Pekan Bersama". Kendati pagebluk belum usai, semoga ketulusan hati kita turut membantu menghidupkan wisata di Indonesia. Sampai berjumpa dalam perjalanan daring selanjutnya.

Ibnu Battuta, pejalan abad ke-14 asal Maroko, pernah menulis dalam jurnalnya tentang moral cerita perjalanan. Menurutnya, "Perjalanan akan membuatmu tak bisa berkata-kata, namun akan mengubahmu menjadi pencerita."

Aktivitas penjual di dalam Pasar Legi sebelum bangunan pasar terbakar, dan aktivitas seperti ini masih bisa dijumpai di sekitar pasar hingga hari ini. Pasar Legi dibangun pada takhta Mangkunegoro I. (Alfonsus Aditya)