Kain Berang yang Mengikat di Kepala, Tanda Kedewasaan Suku Huaulu

By Fikri Muhammad, Rabu, 1 Juli 2020 | 19:05 WIB
Lelaki Huaulu yang sudah dewasa harus memakai ikat kepala merah ()

Nationalgeographic.co.id - Masyarakat Desa Huaulu, merupakan suku asli yang mendiami bagian utara Pulau Seram, Maluku.

Suku yang mayoritas bekerja di ladang ini memiliki satu ciri khas, terutama pada laki-laki dewasanya, yakni tradisi ikat kepala dari kain merah yang disebut sebagai kain berang.

Baca Juga: Tari Wutukala, Inovasi Berburu Ikan Ala Suku Moy di Papua Barat

Masyarakat Huaulu, dilansir dari laman Indonesiakaya, menjadikan kain berang sebagai identitas laki-laki yang sudah akhil balik atau dianggap telah dewasa.

Biasanya, anak laki-laki sudah memakai ikat ini pada umur sekitar 15-17 tahun dan akan terus digunakan seumur hidupnya.

Ikat kepala Huaulu berbeda dengan saudara sukunya, Naulu, yang berbentuk segitiga. ()

Suku ini memiliki sistem patrilineal, di mana laki-laki menjadi pemimpin dalam kekerabatan Huaulu. Warna merah pada kain berang menandai keberanian. Dengan harapan agar setiap lelaki Huaulu memilikinya. 

Karenanya kain Berang wajib digunakan saat para laki-laki hendak berperang. Namun pada era kontemporer, di mana tidak adanya peperangan, kain ini digunakan ketika upacara adat dan tarian cakalele.

Baca Juga: Tampil Gemilang, Wayang Orang Daring Pertama Sirnaning Pagebluk

Secara kasat mata, ikat Huaulu mirip dengan saudara sukunya, Naulu yang bermukim di wilayah selatan Pulau Seram.

Keduanya memakai kain berang yang sama namun berbeda cara pemakaianya. Kedua suku itu memiliki hubungan keluarga yang cukup dekat. 

Suku Huaulu mengikat kain berang berbentuk bulat menyerupai kepala pemakainya. Sendangkan, Suku Naulu membentuk 2 telinga lancip di bagian samping atas pemakainya.