Es di Pegunungan Alpen Berubah Menjadi Pink, Apa Bahayanya?

By Gita Laras Widyaningrum, Senin, 6 Juli 2020 | 10:10 WIB
Peneliti Biagio Di Mauro mengambil sampel es berwarna pink di gletser Presena, Sabtu (4/7/2020) (Miguel Medina/AFP)

Nationalgeographic.co.id – Para ilmuwan di Italia sedang menyelidiki kemunculan es berwarna pink di pegunungan Alpen yang disebabkan oleh alga akibat peningkatan perubahan iklim.

Terjadi perdebatan mengenai dari mana alga berasal, tapi Biagio Di Mauro, peneliti dari Italy’s National Research Council mengatakan es berwarna pink yang ditemukan di gletser Presena itu kemungkinan disebabkan oleh tanaman sama yang ditemukan di Greenland.

Tanaman yang juga dikenal dengan nama Ancylonema nordenskioeldii tersebut, eksis di area ‘Dark Zone’ Greenland, di mana es-es juga mengalami pencairan.

Baca Juga: Taman Karang Ditemukan di Laut Dalam Greenland Untuk Pertama Kalinya

“Pada dasarnya, alga tidak berbahaya. Ini merupakan fenomena alam yang terjadi selama periode musim semi dan musim panas di lintang tengah,” ungkap Di Mauro yang sebelumnya pernah mempelajari algae di gletser Morteratsch, Swiss.

Namun, normalnya, es merefleksikan kembali lebih dari 80% radiasi Matahari ke atmosfer. Ketika alga muncul, mereka menggelapkan es—membuatnya menyerap panas dan mencair lebih cepat.

(Miguel Medina/AFP)

Lebih banyak alga akan muncul ketika es meleleh dengan cepat. Ini memberi mereka air dan udara yang berguna dalam menambahkan rona merah pada es berwarna putih di gletser dengan ketinggian 2.618 meter.

“Semua yang menggelapkan salju akan membuatnya meleleh karena itu meningkatkan penyerapan radiasi,” kata Di Mauro.

Baca Juga: Penemuan Menarik, Satu Sendok Teh Tanah Di Amazon Mengandung 400 Jamur

Para turis di sekitar pegunungan Alpen pun merasakan dan menyesali dampah perubahan iklim yang sedang terjadi.

“Suhu yang terlalu panas adalam masalah utama. Kita tidak membutuhkan alga untuk membuatnya lebih buruk,” kata Marta Durante, salah satu turis di sana.

“Sayangnya, manusia juga sudah menciptakan kerusakan yang tidak dapat diubah. Saya pikir, kita sudah berada pada titik di mana tidak bisa mengembalikan keadaan seperti semula,” pungkasnya.