Bagaimana Fotografi Jurnalistik Bisa Merenggut Nyawa Kevin Carter?

By Fikri Muhammad, Senin, 20 Juli 2020 | 15:51 WIB
Gadis Sudan dan Burung Bangkai karya Kevin Carter yang dimuat di The New York Times ()

Nationalgeographic.co.id - Gambar itu bukan menunjukkan sebuah perayaan, melainkan seorang anak kelaparan di Sudan dengan burung pemakan bangkai.

Secara ajaib, foto itu memberikan ketenaran pada Kevin Carter, seorang fotografer yang memotretnya.

Pada 23 Mei 1994, 14 bulan setelah mengabadikan adegan yang berkesan itu, Carter yang biasa memotret di medan perang, berjalan ke podium di Perpustakaan Columbia University's Low Memorial dan menerima Hadiah Pulitzer untuk fotografi feature. 

"Aku bersumpah, aku mendapat tepuk tangan meriah dari semua orang. Aku tidak sabar untuk menunjukkan piala kepadamu. Itu adalah hal yang paling berharga, dan penghargaan tertinggi atas pekerjaanku yang bisa aku terima," ungkap Carter kepada orang tuanya di Johannesburg, dilansir dari laman Time.

Baca Juga: Populasi Penduduk di Bumi Akan Menurun, Kabar Baik atau Buruk?

Para editor foto di majalah-majalah besar ingin bertemu dengan jagoan baru itu. Carter pun menandatangani kontrak dengan Sygma, agensi gambar bergengsi yang mewakili 200 jurnalis foto terbaik dunia.

"Ini bisa menjadi bisnis yang sangat glamor," kata direktur AS Sygma, Eliane Laffont.

"Sangat sulit untuk membuatnya, tetapi Kevin adalah salah satu dari sedikit yang benar-benar berhasil. Gadis-gadis cantik jatuh cinta padanya, dan semua orang ingin mendengar apa yang harus dikatakannya," imbuhnya.

Namun, dua bulan setelah menerima Pulitzer-nya, Carter mati akibat racun karbon-monoksida. Ia bunuh diri di usia 33 tahun pada truk pikap merahnya yang diparkir di dekat sungai kecil.

"Aku benar-benar minta maaf," jelasnya dalam catatan yang tertinggal di kursi penumpang di bawah ransel. "Kepedihan hidup menimpa kegembiraan sampai-sampai kegembiraan itu tidak ada."

Bagaimana mungkin seorang pria yang telah mencapai kemenangan hebat bunuh diri begitu saja?

Obituari singkat yang muncul di seluruh dunia menunjukkan kisah moral tentang seseorang yang terkena kutukan ketenaran.

Ketika foto ini diambil dan diterbitkan di New York Times pada tanggal 26 Maret 1993, reaksi pembaca sangat kuat dan tidak semuanya positif.

Beberapa orang mengatakan bahwa Kevin Carter tidak manusiawi, dikutip dari laman allthatinteresting Mereka mengatakan bahwa ia seharusnya menjatuhkan kameranya untuk lari memberikan bantuan ke bantuan gadis kecil itu.

Setelah menerima sejumlah panggilan telepon dan surat dari para pembaca yang ingin tahu apa yang terjadi pada gadis kecil itu, New York Times menerbitkan catatan editor yang menggambarkan apa yang mereka ketahui tentang situasi tersebut.

“Fotografer melaporkan bahwa bocah tersebut cukup pulih untuk melanjutkan perjalanan setelah burung bangkainya diusir."

Ritual harian Carter dalam menggunakan narkoba, termasuk kokain lah yang menangkal kengerian-kengerian pada tiap pekerjaanya. Hal ini ia ceritakan pada Judith Matloff, seorang teman sekaligus koresponden perang.  

Wartawan foto Guy Adams mengambil foto Carter ini selama kekerasan di kota, seorang lelaki menggunakan tutup tempat sampah sebagai perisai. ()

Baca Juga: Kisah Paul McCartney Ciptakan Yesterday Dalam Mimpi dan Lirik Telur Orak Arik

Carter tumbuh di Afrika Selatan selama apartheid. Dia menjadi jurnalis foto karena dia merasa perlu mendokumentasikan perlakuan yang memuakkan tidak hanya pada orang kulit hitam tetapi juga antara kelompok etnis kulit hitam, seperti antara orang-orang Xhosas dan Zulus.

Ia bergabung dengan barisan jurnalis foto lainnya. Sebuah surat kabar Afrika Selatan menjuluki kelompok tersebut Bang-Bang Club.

Pada saat itu, fotografer menggunakan istilah "bang-bang" untuk merujuk pada tindakan pergi ke kota-kota Afrika Selatan demi meliput kekerasan ekstrem yang terjadi di sana.