Bagaimana Cara Belanda Menanggapi Sejarah Kemerdekaan Indonesia?

By National Geographic Indonesia, Senin, 17 Agustus 2020 | 09:20 WIB
Ir. Soekarno didampingi Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. (Wikimedia Commons)

   

Oleh Annemarie Toebosch

Nationalgeographic.co.id - Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 sesudah berada dalam kekuasaan Perusahaan Dagang Hindia Timur Belanda dan pemerintahan negara Belanda selama 350 tahun, serta pendudukan Jepang selama Perang Dunia II.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Belanda mengobarkan perang untuk mengembalikan kekuasaan kolonial atas Indonesia. Perang, yang korbannya termasuk orang Indonesia yang dibunuh tanpa peradilan, menewaskan 300.000 orang Indonesia dibandingkan dengan sekitar 6.000 korban di pihak Belanda.

Di Indonesia, identitas nasional dibangun seputar sentimen anti-kolonial. Sejarah kekejaman Belanda diajarkan dan didiskusikan. Publik Indonesia memperhatikan perkembangan di Belanda ketika pengadilan di sana pada 2011 menetapkan Belanda harus meminta maaf untuk pembantaian tahun 1947 di Rawagede dan ketika gambar eksekusi mengemuka pada tahun 2012 . Di Indonesia kekerasan Indonesia terhadap Belanda kurang ditekankan, tetapi tidak diabaikan.

Bagaimana cara Belanda menanggapi sejarah ini?

Sebagai ilmuwan sosial dan direktur studi Belanda dan Flemish di University of Michigan, saya mengajukan pertanyaan ini dalam tulisan-tulisan saya dan kuliah saya tentang masalah inklusi di daerah-daerah berbahasa Belanda.

Jawaban atas pertanyaan itu: Belanda mengabaikan pengorbanan orang Indonesia. Ini alasannya.

Kebebasan yang dibayar

Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949 berakhir dengan penandatanganan perjanjian kemerdekaan yang dimediasi oleh komunitas internasional yang mengharuskan Indonesia mengambil alih utang pemerintah Hindia Belanda Timur. Indonesia membayar Belanda 4,3 miliar gulden untuk kemerdekaannya. Pembayaran berlanjut hingga 2002.

Belanda, sebagai sebuah bangsa Eropa Barat dengan demikian membangun kembali negaranya setelah Perang Dunia II dengan Pinjaman Marshall Plan dari Amerika Serikat, ditambah jumlah yang cukup banyak dari Indonesia, yang juga sama-sama menata diri dari efek perang.

Perjuangan untuk keadilan bersejarah untuk Indonesia berlanjut hari ini. Salah satu ekspresi perjuangan itu terlihat pada Hari Peringatan Nasional di Belanda setiap 4 Mei, hari ketika Belanda mengingat orang-orang yang terbunuh pada Perang Dunia II dan sesudahnya. Hari itu melibatkan upacara dengan dua menit mengheningkan cipta dan peletakan karangan bunga oleh raja dan ratu Belanda.

Orang Indonesia yang berperang melawan Belanda dan terbunuh dalam perang ‘45 -'49 tidak diperingati dalam upacara ini, meskipun Belanda secara resmi mengakui mereka sebagai bagian Belanda saat itu.