Penemuan Alat Batu di Gua Maluku Ungkap Kehidupan Pelaut Kuno

By National Geographic Indonesia, Kamis, 3 September 2020 | 12:06 WIB
Kapak batu adalah alat penting untuk membuka hutan dan membuat kano. (The Conversation)

Nationalgeographic.co.id - Kapak dan manik-manik prasejarah yang ditemukan di gua-gua di Pulau Obi, Maluku Utara, menunjukkan bahwa area itu adalah tempat penting bagi pelaut-pelaut yang tinggal di wilayah itu ketika Zaman Es terakhir mulai berlalu.

Temuan kami, yang terbit bulan lalu di PLOS ONE, menunjukkan bahwa manusia tiba di pulau tropis tersebut paling tidak 18.000 tahun lalu, dan kemudian berhasil terus bermukim di sana selama 10.000 tahun kemudian.

Temuan itu juga menjadi bukti arkeologi pertama yang mendukung argumen bahwa pulau-pulau di sana sangat penting bagi manusia yang bermigrasi antar-pulau seribu tahun yang lalu.

Baca Juga: Arkeolog Temukan Kuburan Bersejarah dengan Lebih Dari 1.500 Kerangka

Pada awal April 2019, kami dan rekan-rekan dari Universitas Gadjah Mada dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional menjadi arkeolog pertama yang mengeksplor Obi.

Kami menemukan contoh kapak edge-ground (kapak yang salah satu sisinya diasah tajam) tertua dari Indonesia timur. Kapak ini dibuat dengan mengasah sebuah batu hingga tajam menggunakan material kasar seperti sandstone (batu sedimen).

Temuan kami menunjukkan bahwa orang prasejarah yang tinggal di Obi mampu hidup dengan baik di darat dan di laut, berburu di hutan hujan yang lebat, mencari makan di tepi laut, dan bahkan mungkin membuat kano untuk bepergian antarpulau.

Penelitian kami adalah bagian dari proyek untuk memahami bagaimana orang-orang pertama kali tersebar dari benua Asia, melalui kepulauan Indonesia dan tiba di Sahul - sebuah benua prasejarah yang dulu menghubungkan Australia dan Papua.

Batu loncatan

Model terbaru oleh peneliti CABAH mengidentifikasi kumpulan pulau-pulau kecil di timur laut Indonesia - khususnya Obi - sebagai “batu loncatan” yang paling mungkin digunakan oleh manusia dalam perjalanan mereka ke arah timur menuju daerah utara Sahul (kini Pulau Papua), sekitar 65.000-50.000 tahun yang lalu.

Migrasi melewati wilayah ini - yang dinamai Wallacea diambil dari nama penjelajah penyelidik alam asal Inggris Alfred Russel Wallace - membutuhkan beberapa kali penyeberangan pada zaman dulu.

Dengan demikian, kepulauan yang sangat besar ini memiliki signifikansi unik dalam sejarah ini, karena wilayah ini menjadi tempat orang-orang berangkat melakukan perjalanan laut yang lama.