Studi Terbaru: Masalah Sampah Plastik di Bumi Sudah di Luar Kendali

By Gita Laras Widyaningrum, Senin, 21 September 2020 | 11:29 WIB
Sekitar delapan juta ton sampah plastik berakhir di lautan setiap tahunnya. (Ricky Martin/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id – Sebuah studi terbaru menyatakan bahwa masalah sampah plastik di Bumi sudah berada di luar kendali dan perlu upaya keras untuk menangani kekacauan tersebut.

Studi yang dipublikasikan pada jurnal Science, mengungkapkan bahwa ada 24-34 juta metrik ton polusi plastik yang masuk ke lingkungan laut setiap tahunnya. Itu sekitar 11% dari total sampah plastik di dunia.

Peneliti mengungkapkan, keadaan mungkin akan semakin buruk dalam satu dekade mendatang. Diperkirakan jumlahnya akan meningkat hingga 53-90 juta ton pada 2030, dilansir dari IFL Science

Baca Juga: Pandemi COVID-19, Sampah Masker dan APD Banyak Ditemukan di Pantai

Pada 2015, jumlah sampah plastik yang berada di saluran air dan lautan adalah 8 juta metrik ton. Jika dunia ingin mengurangi polusi plastik hingga kurang dari tingkat ini, maka dibutuhkan peran global yang luar biasa: pengurangan 25-40% dalam produksi plastik di semua negara; meningkatkan jumlah pengumpulan dan pengelolaan sampah hingga setidaknya 60% di semua sektor ekonomi; dan pemulihan 40% emisi plastik tahunan melalui langkah pembersihan.

Diperlukan upaya global yang terkoordinasi untuk mulai menangani masalah ini, meskipun tampaknya beberapa negara memerlukan lebih banyak fokus dan perhatian. Misalnya seperti Tiongkok, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka yang merupakan pencemar terburuk di dunia.

Faktanya, Tiongkok sendiri sudah berperan setidaknya sepertiga dari jumlah polusi plastik di Bumi. Namun, kesalahan tidak sepenuhnya ada pada mereka. Banyak dari negara-negara Asia ini, terutama Tiongkok, yang mengimpor sejumlah besar plastik dan barang daur ulang lainnya dari luar negeri seperti Eropa dan Amerika Utara.

"Kecuali pertumbuhan produksi dan penggunaan plastik dihentikan, transformasi fundamental ekonomi plastik ke kerangka kerja yang didasarkan pada daur ulang sangat penting. Dengan begitu, plastik yang tidak dapat digunakan lagi lebih bisa dihargai daripada hanya menjadi limbah,” ungkap Chelsea Rochman, peneliti senior dan asisten profesor di Department of Ecology & Evolutionary Biology, University of Toronto.

Skala kerusakan dan kematian yang disebabkan oleh sampah plastik belum diketahui dengan pasti. Namun, itu jelas berdampak bagi kesehatan ekosistem. Sebuah studi pada 2019 misalnya, mendokumentasikan sekitar seribu peristiwa di mana hiu dan pari terjerat sampah plastik di laut.

Selain itu, banyak juga laporan mengenai paus yang mati dengan sampah plastik di sistem pencernaan mereka.

Baca Juga: Plastik yang Dimakan Burung Laut Lepaskan Bahan Kimia Beracun ke Pencernaannya

Masalah lainnya, sampah plastik yang tadinya berupa jaring ikan atau botol kemasan, pada akhirnya dapat terurai menjadi mikroplastik yang berukuran sekitar 5 milimeter hingga 100 nanometer.

Partikel mikroplastik ini telah menyusup hampir ke setiap ekosistem di Bumi, dari es Antartika hingga perut makhluk hidup terdalam di Bumi. Mikroplastik bahkan dapat ditemukan di kotoran dan organ manusia.