Nationalgeographic.co.id – Plastik yang awalnya dibuat untuk memudahkan kehidupan manusia, kini sudah menjadi ancaman. Jumlah produksi dan konsumsi plastik yang meningkat, tidak dibarengi dengan proses daur ulang yang memadai. Ini menjadi tantangan utama bagi pengelolaan sampah di Indonesia.
Pada akhirnya, sampah-sampah yang tidak terkelola dengan baik ini, berakhir di lautan. Diketahui bahwa sekitar delapan juta ton sampah plastik masuk ke laut setiap tahun—mengancam kehidupan yang berada di dalamnya.
Baca Juga: Membicarakan Masalah Sampah Plastik, Semangat Kolaborasi Menuju Kehidupan Lestari
Berdasarkan studi mengenai pengelolaan sampah di Pulau Jawa yang dilakukan Unilever Indonesia, bekerjasama dengan Sustainable Waste Indonesia (SWI) dan Indonesian Plastics Recyclers (IPR), diketahui bahwa proses daur ulang masih belum maksimal dan merata. Hasil studi pun dipaparkan pada sesi #BerbagiCerita: Semangat Kolaborasi Menuju Kehidupan Lestari.
Pada acara tersebut, Dini Trisyanti, Director of Sustainable Waste Indonesia (SWI), menyampaikan, setelah plastik digunakan manusia, maka ia akan masuk ke proses daur ulang. Penelitian terbaru ini membaginya menjadi tiga kelompok daur ulang: upstream, midstream, dan downstream. Dimulai dari pemulung, bank sampah, pengepul, hingga pabrik daur ulang.
Setelah melakukan studi selama empat bulan, hasilnya menunjukkan bahwa saat ini, baru sekitar 11,83% sampah plastik di area perkotaan Pulau Jawa yang berhasil dikumpulkan dan didaur ulang. Sisanya sebanyak 88,17% masih diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau bahkan berserakan di lingkungan.
Dari 11,83% sampah plastik yang dikumpulkan, 9,78% berasal dari pemulung, 1,78% dari TPS3R/TPST dan hanya 0,26% berasal dari Bank Sampah.
“Dari hasil di atas, penting untuk melihat bagaimana ekosistem pengumpulan dari bank sampah dan pelaku masyarakat bisa saing terintegrasi dengan para pendaur ulang,” ungkap Dini.
Masalahnya, menurut Dini, kualitas sampah pasca konsumsi yang ada di Indonesia umumnya rendah. Misalnya, kerap tercampur antara satu jenis sampah dengan yang lainnya sehingga pemulung mendapatkannya dalam keadaan kotor dan sulit diolah.
“Oleh sebab itu, penting untuk pemilahan di sumber utama untuk meningkatkan kualitas sampah karena sistem pengumpulannya harus bersinergi,” paparnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Ahmad Nuzuluddin dari Indonesian Plastics Recyclers (IPR). Ia mengatakan, perbaikan kualitas sampah plastik pascakonsumsi bisa dilakukan dengan pemilahan sampah pada sumbernya.
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR