Leinster, Kota Nyaris Tanpa Kriminalitas di Australia

By , Senin, 30 April 2018 | 11:00 WIB
()

"Jadi warga berada di sini untuk tujuan itu. Mereka di sini untuk bekerja. Mereka bekerja berjam-jam. Saya pikir itu berkontribusi pada rendahnya tingkat kejahatan," jelasnya.

Melanggar Hukum? Siap-siap Diusir

Karena kota ini dikelola oleh BHP - dan penduduknya merupakan karyawan atau kontraktor perusahaan - jika ada yang melanggar hukum, BHP akan mengusirnya dari sana. "Mereka tidak menoleransi kejahatan di sini, hal-hal seperti kekerasan dan pencurian," kata Naomi Maher.

"Jadi, Anda kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah, kehilangan semuanya jika melanggar hukum," tambahnya. "Di sini semua orang tahu hal itu. Jadi semua orang menaatinya. Itu cara hidup yang sederhana. Jika tidak melakukan kesalahan, kita akan baik-baik saja," ujarnya.

(Artikel terkait: Inilah Sepuluh Kota Dunia dengan Tingkat Kemacetan Paling Parah)

Glenn Palman, yang bekerja sebagai pengawas di tambang nikel, mengatakan hampir semua warga mematuhi peraturan BHP. Dia mengatakan Leinster merupakan tempat nyaman untuk tinggal dan membesarkan anak-anak.

"Kota ini sangat bagus buat anak-anak. Ada kolam renang, pusat kebugaran dan semua fasilitas gratis di kota ini," katanya. "Jadi anak-anakku tinggal di padang pasir, tinggal di hutan, tetapi mereka mungkin perenang terbaik dibandingkan anak-anak di perkotaan," ujarnya bangga.

Juru bicara Nickel West BHP mengatakan perusahaan bertanggung jawab menjalankan fasilitas kota, menyediakan pelayanan medis, listrik dan air. "Menyediakan akses gratis ke fasilitas-fasilitas ini penting untuk membuat komunitas ini menyenangkan, para pekerja di Leinster serta keluarga mereka," katanya.

Ditambahkan bahwa untuk bisa tinggal di Leinster Anda harus jadi karyawan tambang. "Akomodasi jangka pendek disediakan bagi wisatawan dan pengunjung, yang kami terima," tambahnya.

Bukan Seperti Sedang Liburan

Meskipun senang tinggal di sana, Palman mengatakan kota itu juga punya keterbatasan. Dalam kasus yang dialaminya, begitu anak-anaknya memerlukan pendidikan SMA di tempat lain.

"Alasan mengapa kami meninggalkan kota ini, kami putuskan dua minggu terakhir. Ini keputusan dramatis," katanya. "Saya akan tinggal lebih lama jika bukan karena teman-teman anak-anakku yang sekarang ada di sekolah berasrama," ujarnya.