Mereka menulis dalam buku Perang yang Mengubah Sejarah, Buku Pertama: dari Pertempuran Megiddo (1457 SM) hingga Bleinheim (1704), ekspedisi tersebut baru berjalan oleh sultan Mehmed II, pasca kematian sultan Murad II pada Februari 1451.
"Dia mempunyai ambisi besar untuk merebut Konstantinopel dan menjadikannya ibu kota Kemaharajaan Ottoman sehingga akan mengangkangi dunia," terang Butler dan timnya.
Setahun setelah kematian ayahnya, Mehmed II merekrut Urbanus, ahli meriam Hongaria, berencana untuk menerobos dinding Konstantinopel. Saat sudah diproduksi pada 1453, meriam tersebut diperiksa di Adrianopel, ibukota Ottoman yang tak jauh dari Konstantionpel.
Baca Juga: Adrianopel, Tonggak Awal Runtuhnya Romawi di Tangan Bangsa Goth
"Larasnya berukuran 8,1 meter panjangnya, memiliki kaliber 20,3 sentimeter, dan diawaki oleh 700 orang, tetapi dapat melontarkan sebuah bola meriam seberat 1 ton sejauh 1,6 km," tulis mereka.
Selain peralatan tempur yang keras, Mehmed II mengumpulkan pasukan besar di Adrianopel yang tercatat atas 80.000 prajurit, 20.000 tentara milisi, dan 20.000 sukarelawan ghazi (mujahidin fanatik).
April hingga Agustus 1452, Mehmet II juga membangun benteng yang disebut Boghaz Kesen (penggorok) dengan puing-puing di dekatnya. Menurut sejarawan kelautan Roger Crowley dalam Constantinople, The Last Great Siege, bahwa benteng tersebut akan mencekik bantuan ke Konstantinopel dan mengakibatkan kota tersebut terkepung.