Zwarte Sinterklaas, Eksodus Masyarakat Sipil Belanda dari Indonesia

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 24 Desember 2020 | 22:05 WIB
Sinterklas di Sekolah Montessori Malang, Jawa Timur, 1935 (Tropenmuseum)

Akibat kekacauan sipil yang ada di Indonesia, Ratu Juliana pun berpidato untuk menghimbau agar semua masyarakat Belanda untuk kembali ke Eropa. Bahkan, ia pun menyebut tragedi itu sebagai ‘pembangkangan semua aturan hukum’.

Baca Juga: Empat Kiat Memotret Keindahan Lampu-lampu Natal di Penjuru Kota

Sejarawan Leiden Unviersity, Thomas J Lindblad, menyebut bahwa masyarakat sipil dan keturunan Belanda pada masa itu sudah menganggap negeri ini sebagai rumahnya sendiri. Barulah pasca pemindahan kekuasaan dari Belanda ke Indonesia pada 1949, mereka mulai meninggalkan Indonesia dan memuncak pada peristiwa Zwarte Sinterklaas.

“Masyarakat Indonesia, bagaimanapun, telah berubah secara radikal. Struktur kolonial lama, dengan perbedaan warna kulit dan kurangnya demokrasi, telah memberi jalan kepada kesetaraan pada masyarakat, setidaknya pada prinsipnya,” tulisnya dilansir dari Historiek.

Baca Juga: Melihat Ulang Bagaimana Sudut Pandang Menjadi Seorang Pejalan

Masyarakat sipil Belanda dan keturunannya berangsur-angsur dari Desember 1957 hingga Agustus 1958 meninggalkan Indonesia, menggunakan transportasi yang disediakan Kerajaan Belanda. Mereka lebih memilih kembali ke tanah moyang mereka di Belanda, karena ketakutan yang mencekam di Indonesia, dan diikuti demonstrasi anti Belanda di mana-mana.

Kisah eksodus masyarakat sipil dan keturunan Belanda pascakemerdekaan Indonesia juga mewarnai latar belakang keluarga di berbagai biografi tokoh internasional seperti seniman Wieteke van Dort (Tante Lien), musisi rock Eddie dan Alexander van Halen, Tielman bersaudara, dan masih banyak lagi.