Baca Juga: Fosil Megalodon dan Hewan Laut Purba Lainnya Ditemukan di Sukabumi
Fosil paru-paru itu berbentuk seperti tong. Ada strukstur tulang2 yang melilit dan tumpang tindih memgelilingi dan melilit bagian yang berbentuk seperti tong itu.
"Hanya ada satu spesies yang memiliki struktur tulang seperti itu, dan itu adalah ikan coelacanth," kata Martill. "Mereka benar-benar membungkus paru-paru mereka dengan selubung tulang ini, itu struktur yang sangat tidak biasa."
Kolektor fosil itu kemudian mengizinkan Martill untuk memisahkan fosil paru-paru itu dari lempengannya sehingga bisa dianalisis dengan benar. Setelah menemukan fosil paru-paru tersebut, Martill bekerja sama dengan Paulo Brito, ahli paleontologi Brasil yang juga ahli paru-paru coelacanth terkemuka dunia dari State University of Rio de Janeiro. Brito mengkonfirmasi kecurigaan Martill dan "heran" dengan ukuran spesimen itu.
Coelacanth purba yang ditemukan sebelumnya hidup di sungai dan memiliki panjang tubuh antara 10 dan 13 kaki (3 dan 4 meter). Namun spesies coelacanth purba yang baru ditemukan ini, --yang tidak disebutkan namanya tapi diperkirakan pernah hidup di laut terbuka-- ternyata jauh lebih besar. Coelacanth modern yang hidup saat ini berukuran lebih kecil dari keduanya dan panjangnya sekitar 1,8 meter.
Baca Juga: Temuan Fosil Stegodon trigonocephalus di Sumedang Siap Direkonstruksi
Ikan coelacanth modern (Latimeria menadoensis) yang masih hidup saat ini pernah disangka telah punah selama lebih dari 60 juta tahun. Dunia sains gegap gempita pada 1938 ketika ikan tersebut ditemukan kembali hidup di Afrika Selatan. Ikan ini mempertahankan ciri-ciri fisiknya selama 400 juta tahun. Sebagian tubuhnya, seperti punggung dan sirip perut, memiliki struktur tambahan yang menyerupai kaki amfibi.
Ikan ini pernah terlihat di perairan Afrika Timur termasuk Afrika Selatan, Madagaskar, Komoro, dan Tanzania. Ikan ini juga hidup di perairan Indonesia. Bagi orang Minahasa di Sulawesi Utara, ikan ini dianggap sebagai bagian dari kelompok ikan kerapu. Mereka menyebutnya sebagai “kerapu minyak”.
"Bentuk tubuh coelacanth cukup konstan selama beberapa ratus juta tahun terakhir," kata Martill. "Yang ini jauh lebih besar." Hasil studi Brito, Martill dan rekan-rekannya telah dipublikasikan secara online pada 15 Februari 2021 di jurnal Cretaceous Research.
Adapun fosil paru-paru itu kini disimpan di Departemen Geologi Hassan II University of Casablanca di Maroko. Sang kolektor fosil pterosaurus yang semula menjadi pemiliknya telah menyumbangkannya untuk ilmu pengetahuan.