Gen-Z ke Milennials: Buang Jeans Ketat dan Rambut Belah Pinggir Kalian

By Fikri Muhammad, Selasa, 2 Maret 2021 | 16:00 WIB
Mode musim panas 2019 oleh Finn Buchanan dan Maxim Magnus. (Dvora/Shutterstock)

Nationalgeographic.co.id—Saat TikTokers @Julia3elle dan @amelie_coleman_ membagikan sebuah video lucu, mereka mengatakan lebih memilih mati ketimbang mengenakan celana jeans ketat yang mereka anggap tidak menarik. Bersama mereka ada juga TikToker @missladygleep pada video yang viral mengatakan bahwa rambut belah tengah lebih baik dari rambut belah samping. Konten-konten itu membantu persaingan mode antar generasi yang lebih luas di seluruh apliaksi digital. 

Adajuga sebuah video dari pengguna TikTok bernama @momohkd yang menginstruksikan 400 ribu lebih pemirsanya untuk membuang celana jeans ketat mereka untuk di potong atau dibakar menjadi sesuatu yang baru. Seperti pengguna lain, ia mengatakan bahwa milenial harus berhenti memakainya agar terlihat lebih muda. 

Generasi Z (usia 9-24) mengkritik berbagai aspek gaya Milennials (usia 25-40). Yakni kecintaan mereka pada rambut belah samping dan celana jeans ketat. Perselisihan yang sedang tren ini begitu berapi-api, bukan karena kesetiaan mereka pada mode tertentu, tapi karena tuduhan ketinggalan zaman telah memaksa Milennials untuk menghadapi kebenaran yang tak menyenangkan. 

Forum digital seperti TikTok yang memicu percakapan ini telah membentuk evolusi pakaian sepanjang abad ke-20.

"Gaya adalah penanda yang memungkinkan kita melihat transfer antara generasi pendorong tren sebelumnya dan yang baru," kata Jason Dorsey dari Center for Generational Kinetics di BBC Style. "Ini adalah salah satu bidang utama yang memberi tahu kami kapan satu generasi berakhir, dan yang baru dimulai". 

Video TikTok menampilkan celana jin ketat untuk dibuang atau bahkan dibakar. (@momohkd/TikTok)

 

Sementara itu seorang profesor di Parsons School of Design bernama Jessica Glasscock mengatakan. "Fashion adalah kisah budaya anak muda." 

Setiap generasi, anak muda membangun dan mengekspresikan sudut pandang unik mereka dalam berpakaian. Di Amerika Serikat selama era aktivisme dan reformasi sosial pada 1890-an hingga 1920-an misalnya, apa yang disebut "New Women" dan "Gibson Girls" mewakili pola dasar feminitas baru.

Hal ini untuk menyambut kemerdekaan yang lebih luas dan kekecewaan mereka pada gaya Victoria yang tidak tertarik dengan pengurungan rumah tangga dan "bahaya" bagi masyarakat sipil. 

Gaya perempuan muda ini dikenal dengan korset berbentuk S, lengan lembung, blus lengan baju, dan tatanan rambut pompadour. Mode ini berkuasa sampai Roaring Twenties bergulir.

Baca Juga: Apakah Editor Jurnal Bertanggung Jawab atas Rendahnya Kualitas Penelitian Mental Karena COVID-19?

Gaya Gen-Z dan Millennials adalah aspek evolusi mode yang tak terhindarkan - sebagaimana dibuktikan oleh generasi sebelumnya. Namun, peneliti dan penulis Gen Z, Corey Seemiller, ingin mengklarifikasi bahwa perbedaan gaya paling signifikan di antara mereka bukanlah tentang pakaian atau tampilan tertentu, melainkan tentang etika konsumsi.

"Gen-Z suka membeli pakaian bekas, karena kemampuannya untuk mempersonalisasikannya, dan sebagai cara untuk menunjukkan komitmen lingkungan mereka dalam mencegah barang-barang dari tempat pembuangan sampah," kata Seemiller di BBC Style.

Dan meskipun tidak pernah menyenangkan untuk dicap ketinggalan zaman, ada banyak efek samping positif yang mungkin datang dengan pergantian penjaga mode.

TikToker @missladygleep yang lahir pada tahun 1997 mengatakan bahwa ia senang beganti-ganti gaya rambut antara belah tengah atau melemparnya ke samping. Saat ditanya bagaimana perasaanya tentang perang mode yang sedang berlangsung, ia berkata tanpa ragu. "Perubahan adalah bagian terbaik dari hidup."

Sementara itu, Dorsey melihat bahwa tren persaingan mode ini adalah hal yang sehat. "Saya pikir itu sehat untuk pemisahan generasi dan bersatu di sekitar identitas baru," katanya.