Pernah Jadi Lautan Magma, Peneliti Ungkap Reaksi Sulfur Bulan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 1 Maret 2021 | 15:16 WIB
Ilustrasi permukaan Bulan. (Vitaly Kusaylo/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Berkat sampel batuan vulkanik yang dikumpulkan selama misi Apollo 15 (tahun 1971) dan Apollo 17 (1974) oleh NASA, para penleiti kini dapat memahami kondisi Bulan di masa purba. Bulan di masa sebelumnya merupakan benda angkasa yang cukup panas dengan limpahan magma di permukaannya.

Lautan magma itu diperkirakan telah melingkupi Bulan selama sekitar 100 juta tahun setelah terbentuk.

Studi terbaru yang diterbitkan di Science Adavances (24/02) membantu menjawab pertanyaan ilmiah tentang komposisi rupa Bulan. Sekaligus, mambantu para ilmuwan selangkah lebih maju untuk memahami sejarah pembentukan dan awal sejarah Bulan.

Sampel itu merupakan batuan vulkanik yang memiliki tanda isotop terkait peristiwa penting selama pembentukan Bulan. Melalui analisa para peneliti dari Brown University, selama peristiwa itu juga seiring dengan pembentukan inti besi Bulan, dan kristalisasi lautan magma.

Baca Juga: Penyintas Kanker yang Bergabung Pada Misi Luar Angkasa Sipil Pertama

Dalam laporannya yang diterbitkan di jurnal Science Advances, mereka menggunakan teknik spektometri massa ion sekunder untuk mempelajari sisa-sisa kristal magma yang diambil dari kedua misi NASA itu.

Mereka menilai pula, bahwa yang dibawa NASA merupakan material paling primitif di Bulan. Sehingga mereka dapat mengamati komposisi sulfur, yang dapat mengungkapkan secara detail terkait evolusi lava secara uji kimia.

"Selama bertahun-tahun, tampaknya sampel batuan endapan dari bulan yang dianalisa memiliki variasi yang sangat terbatas dalam rasio isotop sulfur," ujar Alberto Saal, dikutip dari rilis akademik. "Ini menunjukkan bahwa sisi dalam Bulan memiliki komposisi isotop sulfur yang bersifat homogen."

Ciri keunikan sulfur yang menarik dari sampel ini adalah rasio isotop sulfur-34 yang lebih 'berat' dengan sulfur-32 yang lebih ringan. Lewat studi sebelumnya pada sampel vulkanik, studi awal mengungkapkan secara seragam condong pada sulfur-34 yang lebih berat.

Berbeda dengan temuan baru yang mengungkapkan isotop sulfurnya lebih homogen, dengan variasi besar pada elemen dan isotop lain yang terdeteksi pada sampel.

Studi baru ini mengobservasi pada 67 sampel kaca vulkanik dan inklusi lelehannya, seperti gumpalan kecil dari lava cair yang teperangkap di dalam kristal. Lava yang terperangkap dalam inklusi lelehan, sebelum menjadi sulfur dan elemen volatil lainnya terelepas sebagai gas selama erupsi (degassing).

Sehingga sampel itu dapat menjadi alasan kuat untuk diteliti karena mewakili gambaran murni tentang asal-usul lava.