Menyingkap Waktu Tsunami Aceh dari Catatan Alam di Gua Euk Leuntie

By Utomo Priyambodo, Selasa, 2 Maret 2021 | 12:00 WIB
Tsunami Aceh 2004. (Zika Zakiya)

Nationalgeographic.co.id— Jejak-jejak tsunami purba ditemukan di sebuah gua batu kapur di Sumatra. Lokasi gua tersebut berada di dekat sumber tsunami mematikan yang melanda Aceh, Indonesia, pada tanggal 26 Desember 2004.

Dalam gua tersebut terdapat catatan tsunami purba yang berasal dari 7.500 tahun lalu hingga yang terbaru pada 2004. Penemuan ini memberikan garis waktu paling rinci untuk tsunami yang telah terjadi di wilayah tersebut dan dapat membantu para ilmuwan lebih memahami karakteristik dan frekuensi gelombang yang merusak ini, sebagaimana dilansir Ancient Origins.

Gua ini terletak beberapa ratus meter di lepas pantai dekat Banda Aceh dan terlindung dari badai dan angin. Hanya ombak besar yang membombardir pesisir yang mampu mencapai gua tersebut. Ketika gelombang ombak seperti itu terjadi, ia membawa serta endapan pasir yang kemudian membentuk lapisan endapan selama ribuan tahun, membentuk catatan alam tsunami yang langka.

Baca Juga: Seniman-Seniman Lukis Pertama di Dunia Berasal dari Indonesia?

Gua tersebut ditemukan pada 2011. Para peneliti yang menemukannya telah menyelesaikan analisis material hidrokarbon terhadap lapisan sedimen di dalam gua tersebut, termasuk terhadap cangkang kerang dan sisa-sisa organisme mikroskopis.

Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa dalam 7.500 tahun terakhir telah terjadi 12 tsunami, termasuk gelombang yang melanda pada 2004. Sebelum 2004, tsunami yang terakhir kali terjadi di wilayah itu adalah sekitar 2.800 tahun yang lalu. Namun ada juga empat tsunami lainnya dalam 500 tahun sebelumnya lagi.

Dampak gempa dan tsunami Aceh 2004. (Zika Zakiya)

Para peneliti kini mencoba untuk menentukan besarnya tsunami yang masuk ke dalam gua. "Dengan mempelajari jenis tsunami yang terjadi di masa lalu, mungkin kita bisa melakukan perencanaan mitigasi untuk tsunami berikutnya," kata Nazli Ismail, ketua jurusan fisika dan geofisika di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh yang mengerjakan proyek penelitian tersebut.

Hasil Sebagian penelitian Nazli dan rekan-rekannya telah dipublikasikan di jurnal Nature Communications dengan judul “Highly variable recurrence of tsunamis in the 7,400 years before the 2004 Indian Ocean tsunami”. Dalam laporan riset tersebut, para peneliti telah merinci secara lebih spesifik tahun-tahun pernah terjadinya tsunami di Aceh berdasarkan catatan stratigrafi tsunami yang terekam di dalam gua tersebut.

Baca Juga: Penemuan Alat Batu di Gua Maluku Ungkap Kehidupan Pelaut Kuno

Dalam laporan tersebut mereka berhasil menyajikan urutan stratigrafi yang luar biasa selama 7.400 tahun yang tersingkap dari endapan tsunami prasejarah di sebuah gua pantai di Aceh, Indonesia. “Catatan (alam dari endapan tsunami) ini menunjukkan bahwa setidaknya 11 tsunami prasejarah pernah melanda pantai Aceh antara 7.400 dan 2.900 tahun yang lalu. Jangka waktu rata-rata antara tsunami adalah sekitar 450 tahun dengan interval mulai dari periode lama yang tidak aktif selama lebih dari 2.000 tahun, hingga beberapa tsunami dalam rentang satu abad,” tulis mereka.

Tidak menutup kemungkinan akan adanya tsunami yang kembali menghantam Aceh dalam periode keberulangan tersebut. Jadi, upaya mitigasi harus disipakan masyarakat Aceh dan sekitarnya agar dampak akibat tsunami yang timbul di masa depan tidak separah tsunami pada 2004.

Belakangan Nazri mengungkapkan bahwa nama gua yang menyimpan catatan tsunami purba bernama Gua Gua Ek Leuntie. Tim peneliti Unsyiah yang dipimpin Nazri telah meminta pemerintah untuk segera melestarikan Gua Ek Leuntie yang diterjang tsunami di kawasan Meunasah Lhok, Kecamatan Lhong, Kabupaten Aceh Besar itu. Hal tersebut telah ia disampaikan dalam konferensi pers di Balai Senat KPA Unsyiah, Darussalam, Banda Aceh, 2017.

Baca Juga: Menguak Kebudayaan Praaksara Sulawesi Selatan yang Terlupakan

Nazri mengatakan, Gua Ek Leuntie yang berada di pesisir pantai itu menyimpan bukti tsunami selama 7.400 tahun yang lalu sehingga harus dilestarikan dan patut dijadikan sebagai museum alam. Hasil temuan Unsyiah dengan Nanyang Technological University (NTU) Singapore ini berhasil mengidentifikasi lapisan-lapisan pasir yang mengendap akibat tsunami ribuan tahun yang lalu.

“Misteri kedahsyatan tsunami tahun 2004 di Aceh mulai terpecahkan melalui temuan besar ini dan sudah dipublikasikan di Nature Communications,” sebutnya sebagaimana dilansir laman resmi Unsyiah.

Nazri memaparkan Aceh tidak terlepas dari ancaman gempa karena berada di zona megathrust yang membentang di sebelah barat lepas pantai Sumatra. Selama ini sudah banyak gempa yang terjadi di Aceh dan di antaranya berpotensi tsunami. Maka kajian gua tsunami Aceh ini memberikan gambaran yang sangat penting tentang perulangan bahaya tsunami di sepanjang zona megathrust.

Baca Juga: Mengenal Ardi, Spesies yang Diduga sebagai Nenek Moyang Manusia

“Informasi-informasi semacam ini akan sangat bermanfaat untuk membantu pengurangan resiko bencana, khususnya bagi masyarakat Aceh yang umumnya mendiami wilayah pesisir,” ujarnya.

“Gua Ek Leutie merupakan situs yang dapat dijadikan sebagai tempat pembelajaran tentang kebencanaan dan Unsyiah berharap keberadaan gua tsunami tersebut dapat dilestarikan,” tegasnya.

Berdasarkan hasil pengamatan tim peneliti Unsyiah, telah terjadi kegiatan penambangan batu secara masif di sekitar gua tersebut pada tahun 2016. Batu-batu gajah yang ditambang dari gua tersebut digunakan untuk pembangunan dermaga di kabupaten Nagan Raya.

Penambangan hampir merambah sampai beberapa meter dari gua. Jika dilakukan secara terus-menerus, penambangan ini dapat mengancam keutuhan gua sehingga mengancam akan hilangnya informasi berharga tentang rekaman tsunami purba yang berumur ribuan tahun tersebut.