Studi atas Kuburan Massal Kuno di Kroasia Ungkap Sisi Gelap Manusia

By Utomo Priyambodo, Rabu, 24 Maret 2021 | 17:00 WIB
Kuburan massal kuno di Kroasia. (J. BALEN / THE ARCHAEOLOGICAL MUSEUM IN ZAGREB)

Nationalgeographic.co.id—Sekitar 6.200 tahun yang lalu, sekelompok orang—setidaknya 41 pria, wanita, dan anak-anak—dibunuh secara brutal sebelum dibuang ke kuburan massal di tempat yang sekarang disebut Kroasia timur. Awalnya, para arkeolog yang menemukan kuburan itu pada 2007 bertanya-tanya apakah para korban berasal dari satu komunitas yang saling terkait, sebelum mereka menjadi sasaran eksekusi.

Namun, hasil analisis terbaru yang dilaporkan dalam jurnal PLOS ONE —termasuk studi genetik terbesar dari pembantaian purba hingga saat ini— mengungkapkan bahwa sebagian besar korban tidak terkait. Penemuan mengejutkan ini menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawabannya: Yang terpenting, mengapa orang-orang ini dibunuh, dan siapa yang membunuh mereka?

“Itulah pertanyaan yang sulit,” kata Mario Novak, arkeolog dari Institute for Anthropological Research di Zagreb, Kroasia, yang menjadi peneliti utama dalam studi ini seperti dilansir National Geographic.

"Kami tidak tahu. Tanpa beberapa bukti arkeologi yang jelas ditemukan di dekatnya," dia menambahkan, "Saya rasa kita tidak akan pernah tahu jawabannya."

Baca Juga: Mengungkap Identitas Mumi KV55 yang Selama 100 Tahun Jadi Kontroversi

 

Situs pembantaian kuno itu secara tidak sengaja ditemukan selama pembangunan tempat parkir di desa Potočani, Kroasia. Lubang pemakaman yang lebarnya tujuh kaki dan kedalamannya tiga kaki itu berisi sisa-sisa kerangka dari sedikitnya 41 orang. Beberapa kerangka masih cukup utuh, beberapa lainnya sudah hancur berkeping-keping.

Sekelompok arkeolog dari tim arkeologi University of Zagreb yang kebetulan berada di daerah tersebut. Mereka kemudian mendatangi lokasi tersebut, mengamati, dan akhirnya berasumsi jasad-jasad itu adalah korban perang modern, mungkin dari Perang Dunia II atau konflik Balkan tahun 1990-an.

Namun hasil pemeriksaan awal tidak menunjukkan adanya peluru atau seragam. Selain itu, gigi-gigi pada kerangka-kerangka tersebut juga tidak menunjukkan adanya bukti tambalan modern.

Tim arkeolog kemudian melakukan penggalian lanjutan dan menemukan pecahan tembikar kuno. Hasil penanggalan radiokarbon dari tiga tulang manusia mengungkapkan bahwa situs tersebut berusia 6.200 tahun. Berdasarkan tanggal dan lokasi, serta jenis gerabah yang ditemukan, para peneliti kemudian menyimpulkan bahwa para korban itu termasuk dalam masyarakat budaya Lasinja.

Hasil penelitian terhadap 41 kerangka manusia itu telah berhasil mengidentifikasi 21 orang merupakan pria dan 20 lainnya wanita. Usia mereka beragam ketika meninggal, ada orang dewasa berusia 50 tahun, remaja, dan anak-anak yang mungkin baru berusia dua tahun. Hasil studi ini menunjukkan bahwa bahwa jelas mereka tidak mati secara alamiah.

Baca Juga: Sokushinbutsu, Ritual Biksu Jepang Mengubah Dirinya Menjadi Mumi

Tiga laki-laki dewasa, empat perempuan dewasa, dan enam anak ditemukan dengan kerusakan pada pinggir atau belakang tengkorak mereka. Luka-luka fatal ini, termasuk patah tulang akibat benda tumpul, luka tusuk dan tikam, dan luka potong, dilakukan dengan menggunakan senjata atau perkakas, mungkin kapak batu dan pentungan atau instrumen logam. Senjata pembunuh tidak ditemukan di lokasi, tetapi tampaknya luka-luka ini terjadi selama satu peristiwa tertentu.

Yang menngerikan, ditemukan fakta bahwa beberapa tengkorak memikiki banyak luka. “Bagi kebanyakan orang, satu pukulan sudah cukup,” kata Novak. “Tapi kami memiliki dua atau tiga orang dengan empat luka di tengkoraknya. Ini semacam pembunuhan yang berlebihan atau bentuk kegilaan.”

Beberapa tengkorak di kuburan massal kuno di Kroasia memiliki banyak bekas luka. (M. NOVAK / THE INSTITUTE FOR ANTHROPOLOGICAL RESEARCH)

Yang jelas, menurut Novak, pembantaian ini bukanlah hasil perang. Sebab, kuburan massal akibat perang biasanya menampilkan sebagian besar remaja atau pria dewasa, bukan wanita dan anak-anak.

Selain itu, juga tidak ditemukan adanya luka di wajah atau luka di lengan korban, yang biasanya timbul saat orang secara naluriah mengangkat tangan untuk menangkal atau melawan serangan diarahkan padanya. Orang-orang ini kemungkinan besar tidak bisa bergerak, mungkin berjongkok atau berlutut, dengan tangan terikat.

“Mereka tidak membela diri,” kata Novak. Saya akan mengatakan bahwa ini adalah eksekusi massal yang telah direncanakan sebelumnya.

Baca Juga: Mumi Berlidah Emas Ditemukan di Situs Mesir Kuno, Usianya 2.000 Tahun

Situs pembantaian dari Potočani bukanlah yang pertama ditemukan dari prasejarah Eropa. Kuburan massal lain dari masa lalu juga pernah ditemukan di Halberstadt, Jerman, sebagai salah satu contoh lainnya. Kuburan itu dipenuhi dengan korban yang terbunuh oleh pukulan tepat di bagian belakang kepala.

Situs-situs pembantaian lain dan episode kekerasan massal dari prasejarah Eropa telah dikaitkan dengan faktor antagonis seperti xenofobia atau perubahan iklim, ketika kekeringan menyebabkan kekurangan sumber daya dan kekerasan selanjutnya. Namun di Potočani, "kami tidak memiliki indikasi perubahan iklim apa pun dalam periode waktu ini," kata Novak.

Satu-satunya hal yang sangat jelas adalah bahwa perilaku manusia yang pada dasarnya gelap ini telah berlangsung selama ribuan tahun. Pembunuhan massal telah terjadi di seluruh dunia setidaknya selama 13.000 tahun.

Meskipun sistem peradilan akhirnya diperkenalkan, dan masyarakat secara keseluruhan menjadi lebih tertib dan tidak begitu kejam, pembantaian dalam skala besar menjadi lebih mudah dilakukan dari waktu ke waktu. Kapak diganti dengan pistol, suku yang bertikai digantikan oleh genosida yang disponsori negara.

Jika situs seperti yang ada di Potočani memberi tahu kita sesuatu, itu adalah "orang-orang tidak berubah dalam 10.000 tahun terakhir," kata Novak. Jika pun berubah, mereka berubah menjadi lebih buruk.

Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon