Tenggelamnya Kota-Kota Dunia, Jakarta dan Bangkok Paling Cepat Kelelap

By Utomo Priyambodo, Selasa, 30 Maret 2021 | 15:00 WIB
Anak sekolah melewati banjir akibat rob di daerah kamal muara penjaringan Jakarta Utara. (Herianus/Fotokita.net)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Nature Climate Change mengungkapkan bahwa penduduk pesisir dunia mengalami kenaikan permukaan laut yang lebih ekstrem daripada yang telah diperkirakan secara global. Penyebabnya, mereka hidup terkonsentrasi di tempat-tempat yang permukaan tanahnya turun atau tenggelam dengan sangat cepat.

Dalam skala global permukaan air laut naik seiring karena lapisan es di bumi mencair. Namun dalam skala lokal, penurunan permukaan tanah, atau tanah yang tenggelam, dapat memperburuk masalah ini secara dramatis.

Studi ini menemukan bahwa kota-kota besar pesisir seperti New Orleans dan Jakarta mengalami kenaikan permukaan laut yang sangat cepat dibanding daerah sekitarnya. Tanah di kota-kota besar pesisir ini makin turun seiring dengan naiknya air laut.

Turunnya permukaan tanah atau tenggelamnya daratan membuat penduduk pesisir di seluruh dunia sangat rentan terhadap kenaikan air laut. Menurut hasil studi dari tim peneliti internasional yang terbit di jurnal Nature Climate Change tersebut, penduduk pesisir pada umumnya mengalami tingkat kenaikan permukaan laut tiga hingga empat kali lebih tinggi dari rata-rata global.

“Kami berbicara bukan tetang ramalan; kami mengatakan ini sedang terjadi hari ini," kata penulis utama studi ini, Robert Nicholls dari Tyndall Center for Climate Change Research di University of East Anglia, kepada National Geographic.

Baca Juga: Kota-Kota Besar Dunia Akan Tenggelam, Bagaimana dengan Jakarta?

Beberapa faktor yang menyebabkan naiknya garis pantai bumi berada di luar kendali manusia, seperti hilangnya gletser-gletser yang menyelimuti bumi sejak zaman es terakhir. Namun selain proses alam tersebut, aktivitas manusia, termasuk pengambilan air tanah, ekstraksi minyak dan gas, penambangan pasir, dan pembangunan penahan banjir di sekitar sungai, juga dapat menyebabkan tanah makin tenggelam.

Di tempat-tempat orang-orang hidup terkonsentrasi, aktivitas-aktivitas semacam itu, terutama penyedotan air tanah, sering kali menyebabkan tanah turun jauh lebih cepat daripada karena faktor alami geologis saja. Selama abad ke-20, misalnya, sebagian daerah di Jakarta, New Orleans, Shanghai, dan Bangkok telah tenggelam antara enam dan 10 kaki.

Masalah penurunan permukaan tanah dan pengaruhnya terhadap kenaikan permukaan laut telah didokumentasikan dengan baik dalam sejumlah studi untuk kota-kota tertentu. Namun studi kali ini mencoba untuk meneyelidikinya secara global. “Kami ingin benar-benar memahami apa yang dialami manusia terkait kenaikan permukaan laut relatif” dengan memperhitungkan penurunan muka tanah di seluruh dunia, kata Nicholls.

Untuk memperkirakan laju kenaikan permukaan laut yang terjadi di sepanjang ribuan bagian garis pantai di seluruh dunia, Nicholls dan rekan-rekannya mengumpulkan data dari empat sumber utama: pengamatan satelit atas kenaikan permukaan laut yang dipicu oleh perubahan iklim; perkiraan model tentang bagaimana tanah menyesuaikan kondisi dari zaman es terakhir; data penurunan alami di 117 delta sungai; dan perkiraan penurunan muka tanah yang disebabkan oleh manusia di 138 kota besar pesisir.

Baca Juga: Gunung Es Seluas Dua Kali Jakarta Lepas, Singkap Misteri Antartika

 

Hasil temuan studi ini ternyata cukup dramatis. Pengukuran satelit menempatkan kenaikan permukaan laut yang didorong oleh iklim hanya sekitar 3,3 milimeter per tahun. Namun selama periode waktu yang sama, penduduk pesisir Bumi menyaksikan laut naik rata-rata 7,8 hingga 9 milimeter per tahun.

Hal ini, menurut para peneliti, mencerminkan fakta bahwa penduduk pesisir hidup terkonsentrasi di daerah-daerah yang tanahnya turun dengan cepat, termasuk delta-delta yang tenggelam dan kota-kota pesisir yang tenggelam. Menurut studi ini, masalah yang sangat akut ada di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Thailand, di mana pada 2015 ada 185 juta orang yang tinggal di dataran pesisir yang rawan banjir. Sementara secara global, ada 249 juta orang di dunia yang tinggal di dataran pesisir yang rawan banjir.

Studi ini mengungkapkan, proyeksi pertumbuhan populasi saja akan menyebabkan jumlah orang yang tinggal di dataran pesisir yang rawan banjir itu meningkat dari 249 juta pada 2015 menjadi 280 juta pada 2050. Adapun kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim akan menempatkan 25 hingga 30 juta orang lagi di zona banjir itu, sedangkan penurunan muka tanah kota yang sedang berlangsung akan menambah 25 hingga 40 juta orang lagi.

Baca Juga: Banjir Jawa: Penurunan Tanah Jakarta, Pekalongan, Semarang Mengerikan

Implikasi utama dari studi ini adalah bahwa kota-kota pesisir di seluruh dunia harus mengambil langkah segera untuk membatasi penurunan muka tanah di wilayah mereka, sebelum efek gabungan dari daratan yang tenggelam dan naiknya air laut memaksa penduduk untuk bermigrasi ke wilayah daratan yang lebih tinggi.

Untuk banyak kota, Nicholls mengatakan bahwa “masalah mendasar” dari turunnya permukaan daratan adalah ekstraksi air tanah, yang menyebabkan sedimen di lapisan akuifer memadat sehingga lapisan tanah di atasnya turun. Itulah situasi yang terjadi di Shanghai, di mana penurunan muka tanah pertama kali diakui sebagai masalah pada tahun 1920-an dan telah banyak dikurangi dalam beberapa dekade terakhir melalui pengelolaan air tanah yang lebih baik.

Hal yang sama juga terjadi Tokyo, di mana sebagian area kota itu telah tenggelam lebih dari 13 kaki selama abad ke-20 karena penipisan air tanah yang cepat. Saat ini, kota tersebut telah mencegah penurunan permukaan tanah melalui peraturan pemompaan air yang ketat.

Di tempat lain, seperti di Delta Sungai Mississippi di AS yang sedang tenggelam dengan cepat, memperbaiki beberapa kerusakan yang disebabkan oleh tindakan pengendalian banjir sungai akan menjadi kunci untuk mengurangi penurunan permukaan tanah. “Setiap daerah perlu memahami situasinya,” kata Arnoldo Valle-Levinson, ahli kelautan sekaligus insinyur pesisir dari University of Florida, yang tidak terlibat dengan studi ini.

Valle-Levinson mengatakan studi tersebut menawarkan "cara yang bagus untuk mengingatkan kota-kota pesisir bahwa tidak hanya kenaikan permukaan laut yang disebabkan oleh iklim yang harus mereka perhatikan." Pada akhirnya, katanya, strategi adaptasi atas naiknya air laut dan turunnya permukaan tanah ini harus disesuaikan dengan tantangan lokal yang ada.

Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon