"Kami setengah memperkirakannya, tetapi ini adalah pertama kalinya kami memiliki angka yang menunjukkan bahwa Amazon Brasil telah 'membalik', dan sekarang menjadi penghasil emisi," ujar Jean-Pierre Wigneron, seorang ilmuwan di National Institute for Agronomic Research (INRA) di Prancis yang terlibat dalam studi ini.
"Kami tidak tahu pada titik mana perubahan itu bisa menjadi tidak dapat diubah," katanya kepada AFP dalam sebuah wawancara.
Baca Juga: Semakin Parah, Deforestasi Amazon Meningkat 25 Persen dari Tahun Lalu
Studi tersebut juga menunjukkan bahwa tingkat deforestasi di Amazon --melalui kebakaran dan penebangan-- meningkat hampir empat kali lipat pada tahun 2019 dibandingkan dengan per satu tahun dalam dua tahun sebelumnya. Luas penggundulan hutan di sana meningkat dari sekitar 1 juta hektare menjadi 3,9 juta hektare, hampir setara dengan luas total Pulau Madura.
"Brasil mengalami penurunan tajam dalam penerapan kebijakan perlindungan lingkungan setelah pergantian pemerintahan pada 2019," kata INRA dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Science Alert.
Sejak 1 Januari 2019, Jair Bolsonaro resmi dilantik mejadi Presiden Brasil. Sejumlah kebijakan di masa pemerintahannya memang membuat banyak area di Amazan menjadi rusak karena lebih pro praktik pertambangan dan perkebunan.
Selama ini ekosistem darat di seluruh dunia telah menjadi sekutu penting saat dunia berjuang untuk meminimalisasi kenaikan emisi karbon dioksida secara global. Pada tahun 2019 jumlah emisi karbon dioksida yang dihasilkan di planet bumi adalah mencapai 40 miliar ton.
Baca Juga: Bahaya Krisis Iklim: Dapat Mengubah Hutan Hujan Amazon Menjadi Sabana
Selama setengah abad terakhir, tanaman dan tanah di daratan secara konsisten menyerap sekitar 30 persen emisi tersebut. Sektor lautan juga telah membantu, menyerap lebih dari 20 persen.
Lembah Amazon berisi sekitar setengah dari hutan hujan tropis dunia. Selama ini, wilayah Amazon dianggap lebih efektif dalam menyerap dan menyimpan karbon dibandingkan jenis hutan lainnya.
Jadi, jika kawasan itu kini telah menjadi sumber "pencemar" daripada "penyerap" CO2, upaya dunia internasional untuk menangani krisis iklim pun akan jadi jauh lebih sulit.