Senyum Berjuta Makna, Berhati-hatilah Di Mana Kita Tersenyum

By Mahandis Yoanata Thamrin, Kamis, 6 Mei 2021 | 04:00 WIB
Detail Mona Lisa yang dilukis oleh Leonardo da Vinci pada 1503–1506. Senyumannya memiliki berjuta makna yang mampu menembus zaman. (Museum Louvre)

 

Kuba Krys, seorang ahli psikologi dari Polish Academy of Sciences di Polandia, meneliti tentang senyuman individu yang dihubungkan dengan persepsi kejujuran dan kecerdasan di berbagai negara. Dia menanyakan kepada responden untuk menilai foto-foto yang memperlihatkan ekspresi muka sekelompok orang.

Foto itu terdiri atas delapan orang dari berbagai etnis, yang masing-masing menujukkan dua ekspresi: “sedang tersenyum” dan “tidak sedang tersenyum”. Responden diminta menilai apakah orang yang tersenyum tampak lebih cerdas atau lebih jujur ketimbang orang yang tidak tersenyum, ataukah sebaliknya.

Krys mengumpulkan data tersebut dari 44 budaya yang tersebar di penjuru enam benua, lewat bantuan 38 peneliti setempat—salah satunya peneliti asal Indonesia. Laporan mereka yang bertajuk “Be Careful Where You Smile: Culture Shapes Judgments of Intelligence and Honesty of Smiling Individuals”, terbit di Journal of Nonverbal Behaviour pada 2016.

Setiap budaya memiliki bentuk perilaku sosial yang berbeda sehingga masing-masing memiliki perbedaan perilaku nonverbal dan persepsi sosialnya. Di Rusia terdapat peribahasa bahwa tersenyum tanpa alasan adalah tanda kebodohan. Di Norwegia, ketika orang asing tersenyum kepada warga setempat, maka mereka akan menganggapnya gila. Sementara, kasus yang sama akan dianggap dungu bagi orang Polandia.

Baca Juga: Rajin Tersenyum Bisa Membuat Hidup Kita Lebih Bahagia, Benarkah?

Lukisan cat minyak berjudul 'Smile Please' karya Rajasekharan Parameswaran, 2016. (Saatchi Art)

Bahkan, Charles Robert Darwin mengungkapkan dalan bukunya The Expression of The Emotions of Man and Animals, “Terdapat kelas besar lainnya bagi idiot yang selalu riang dan ramah, dan yang tak henti-hentinya tersenyum.”

“Penelitian lintas budaya ini memberi nuansa pencerahan yang mengejutkan hingga kini,” ungkap Krys dalam laporannya, “yang tampak sangat jelas dan nyata dari persepsi senyuman.”

Kendati sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa seseorang yang tersenyum akan dipersepsikan lebih baik, “kami membuktikan bahwa seseorang bisa jadi dicap kurang cerdas ketika tersenyum di beberapa negara tertentu.” Dia menambahkan, “di beberapa negara yang memiliki tingkat korupsi tinggi, kepercayaan seseorang justru cenderung turun terhadap orang yang tersenyum.”

Penelitian mereka mencoba mengaitkan senyum dan persepsi kecerdasan. Kendati orang tersenyum dianggap dipersepsikan lebih cerdas di 44 budaya, terdapat enam budaya memiliki persepsi bahwa seseorang akan tampak lebih tidak cerdas saat tersenyum. Faktor yang menyebabkan perbedaan persepsi ini bukan soal faktor geografi atau ekonomi, melainkan dimensi budaya.