Jadikan Lebaran Momen untuk Memaafkan dan Rasakan Manfaatnya

By Utomo Priyambodo, Kamis, 13 Mei 2021 | 06:00 WIB
Sekitar 20.000 Muslim mengikuti salat Id pada 2019 di Angel Stadium di Anaheim, California, untuk merayakan Idulfitri. Umat Islam biasanya memakai pakaian terbagus pada hari raya ini. Salat ini menandai awal dari perayaan dan jamuan tiga hari. Di AS, hari raya ini tidak diakui oleh banyak perusahaan (Lynsey Addario)
 
 

Di laboratoriumnya, Worthington dan rekan-rekan penelitinya pernah mencari tahu manfaat dari memafkan. Mereka ingin menentukan apakah tingkat stres seseorang berkaitan dengan kemampuan mereka untuk memaafkan pasangannya.

"Kami mengukur kadar kortisol dalam air liur 39 orang yang menilai hubungan mereka baik atau buruk. Kortisol adalah hormon yang memetabolisme lemak untuk respons cepat terhadap stres (dan setelah stres berakhir, lemak disimpan kembali di tempat yang mudah dijangkau — di sekitar pinggang). Orang dengan hubungan yang buruk (atau baru saja gagal) cenderung memiliki tingkat dasar kortisol yang lebih tinggi, dan mereka juga mendapat nilai lebih buruk pada tes yang mengukur kesediaan umum mereka untuk memaafkan. Ketika mereka diminta untuk memikirkan tentang hubungan mereka, mereka memiliki lebih banyak reaktivitas kortisol — yaitu, hormon stres mereka melonjak. Lompatan stres tersebut sangat berkorelasi dengan sikap tidak memaafkan mereka terhadap pasangannya," tulis Worthington.

"Orang-orang dengan hubungan yang sangat bahagia bukannya tanpa tekanan dan ketegangan di antara mereka. Tapi memaafkan kesalahan pasangannya tampaknya menjaga tekanan fisik mereka dalam kisaran normal," lanjut Worthington lagi.

Baca Juga: Mengapa Kita Mudah Memaafkan Saat Lebaran tapi Tidak di Waktu Lain?

Manfaat fisik dari pemberian maaf atau pengampunan tampaknya meningkat juga seiring bertambahnya usia, menurut sebuah studi baru-baru ini yang dipimpin oleh Loren Toussaint, seorang psikolog di Luther College di Iowa.

"Toussaint — bersama dengan David Williams, Marc Musick, dan Susan Everson — melakukan survei nasional terhadap hampir 1.500 orang Amerika, menanyakan sejauh mana setiap orang mempraktikkan dan mengalami pemaafan (terhadap orang lain, diri sendiri, dan bahkan jika mereka mengira telah mengalami pengampunan oleh Tuhan). Para peserta juga melaporkan kesehatan fisik dan mental mereka," beber Worthington dalam tulisan tersebut.

Toussaint dan rekan-rekannya kemudian menemukan bahwa orang-orang yang lebih tua dan setengah baya lebih sering memaafkan orang lain daripada orang-orang dewasa muda Mereka juga merasa lebih diampuni oleh Tuhan.