Nationalgeographic.co.id – Sedotan plastik termasuk sepuluh besar sampah yang mencemari lautan. Dari 8 juta ton plastik/tahun di lautan, 2 ribu ton berasal dari sedotan plastik. Padahal 91 persen plastik tersebut tidak dapat terurai. Alternatif pengganti sedotan plastik pun beragam, salah satunya sedotan metal atau sedotan besi.
Popularitas sedotan metal semakin meningkat setelah adanya kampanye #NoPlastickStawMovement atau gerakan tanpa sedotan plastik.
Berawal dari keinginan menyelamatkan Bumi, masyarakat mulai beralih dari sedotan plastik menjadi sedotan metal dan sedotan bambu. Harapannya memberikan solusi dari penumpukan sampah plastik yang tak kunjung selesai dan membawa dampak buruk bagi lingkungan.
Namun, belakangan ini terungkap bahwa sedotan metal bukanlah solusi bijak untuk mengurangi penggunaan sedotan plastik. Terdapat banyak dampak buruk di balik pembuatan sedotan metal terhadap lingkungan. Sedotan metal terbuat dari campuran besi, karbon, dan kromium yang dalam pembuatannya melibatkan penebangan pohon dan penggalian tanah. Proses itu melewati reaksi kimia supaya besi dan kromium bisa dimurnikan dari mineral lain. Kemudian, saat logam-logam di proses di pabrik, pengolahannya akan menghasilkan limbah yang nantinya akan dibuang kembali dan akan mencemari lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Megan Tolbert dan Katie Koscielak dari Humboldt State University, energi yang dibutuhkan untuk membuat sedotan metal sebesar 2.420 kJ/sedotan, atau 23.7 kJ/sedotan untuk sedotan plastik. Selain itu, untuk pembuatan satu sedotan metal menghasilkan 217 gCO2, sedangkan setiap sedotan plastik menghasilkan 1,46 gCO2 untuk setiap satu sedotan.