Peluang Bumi: Laut di Dunia Butuh Perlindungan 30 Persen pada 2030

By Fikri Muhammad, Rabu, 9 Juni 2021 | 17:30 WIB
Saint Joseph Atoll, cagar alam dengan kawasan perlindungan laut. FOTO OLEH THOMAS P. PESCHAK, NAT GEO IMAGE COLLECTION ()

Nationalgeographic.co.id—Kampanye untuk lindungi 30 persen lautan dunia pada 2030, yang didukung oleh lebih dari 70 negara, sebagian besar melonjak namun dengan pencapaian yang sedikit. Hanya 7 persen laut yang dilindungi dan hanya 2,7 persen yang sangat dilindungi.

Studi terbaru di jurnal Nature yang dikutip National Geographic menyebutkan bahwa melindungi 30 persen lautan tidak hanya dapat memulihkan keanekaragaman hayati ke habitat laut, tetapi juga dapat meningkatkan tangkapan global tahunan sebesar delapan juta ton atau sekitar 10 persen dari tangkapan saat ini.

Sebagai bonus, ini akan memberikan "solusi alami yang murah" untuk perubahan iklim dengan mengurangi jumlah karbon dasar laut yang dipancarkan ke laut oleh kapal pukat ikan. 

 

"Satu-satunya cara untuk mendapatkan lebih banyak makanan dari laut adalah dengan melindungi lebih banyak," kata penulis utama Encric Sala, seorang ahli ekologi kelautan dan penjelajah di National Geographic Society. "Tangkapan telah menurun sejak pertengahan 1990-an dan ini akan memberikan manfaat selamanya."

Pada studi yang terdiri dari 26 ilmuwan itu menganalisis perairan laut yang tidak terlindungi di dunia untuk menghitung mana yang terancam oleh penangkapan ikan yang berlebihan, perusakan habitat, dan pelepasan karbon.

Tim, yang terdiri dari para ekonom dan ilmuwan kelautan dan iklim itu, kemudian memetakan lokasi secara global di mana perlindungan akan memberikan manfaat terbesar bagi stok ikan, keanekaragaman hayati, dan iklim. 

Baca Juga: Samudra di Dunia Kini Ada Lima: Mari Mengenal Samudra yang Terbaru

Kawanan paus kotaklema atau paus sperma menggerayangi samudra. Mereka adalah hewan terbesar dalam kelompok paus bergigi, sekaligus hewan bergigi terbesar di dunia. (Thinkstockphoto)

Temuan tersebut menciptakan kerangka kerja yang menurut para ilmuwan dapat digunakan oleh negara-negara untuk mengatasi tiga tantangan terkait secara terpisah atau bersama-sama, seperti yang ditentukan oleh prioritas nasional mereka.

Menyelesaikan ketiganya akan membutuhkan setidaknya 30 persen lautan dilindungi, kata mereka. Tetapi negara-negara masih dapat mewujudkan perlindungan yang signidikan dengan berfokus pada bidang-bidang utama, dan kerja sama global untuk menempatkan kawasan lindung secara strategis bisa hampir dua kali lebih efektif dibanding masing-masing negara bila mereka kerja sendiri.

Penelitian ini merupakan upaya pertama untuk menganalisis potensi pelepasan karbon dioksida ke lautan sebagai akibat dari perikanan pukat dasar dan pengerukan untuk invertebrata seperti kerang.

Sedimen laut adalah "kolam karbon organik terbesar" di Bumi dan reservoir utama untuk penyimpanan jangka panjang, menurut penelitian itu.

Karbon yang dilepaskan saat jaring berat diseret melintasi dasar laut, mengaduk sedimen, kemungkinan dapat meningkatkan pengasaman laut menurut studi itu. Ini juga dapat mengurangi kapasitas laut untuk menyerap CO2 dari udara. Sehingga menambah penumpukan atmosfer yang mendorong pemanasan global. 

Tidak diketahui seberapa banyak CO2 atmosfer meningkat oleh pukat dasar menurut Sala dan rekannya. Tetapi karena jejak global trawl kecil, melindungi hanya 3,6 persen lautan akan menghilangkan 90 persen resiko. Sementara itu, daerah yang paling rentan terhadap pelepasan karbon ditemukan di landas kontinen dan termasuk Zona Ekonomi Ekslusif Cina, wilayah pesisir Atlantik Eropa, dan Nazca Ridge Peru. 

Baca Juga: Perbedaan Kultur di Dalam Nyanyian Paus Bungkuk Antar Samudra

Kumpulan karang lunak (soft-coral) dan karang keras (hard coral) yang terdapat pada titik penyelaman di pulau Pangabatang sebelah utara. Titik penyelaman ini merupakan satu dari total 32 titik penyelaman di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Gugus Pulau-Teluk Maumere, yang sudah dipetakan oleh MDC. (Maumere Diving Community (MDC).)

Menyongsong pertemuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang keanekaragaman hayati pada Oktober di Kunming, Cina, para ilmuwan berpendapat untuk kerja sama global yang lebih besar dalam perlindungan laut. 

Di Kunming, PBB berharap 190 negara akan menyelesaikan kesepakatan tentang keanekaragaman hayati.

"Itulah salah satu alasan kami melakukan ini," kata Sala. "Kita perlu memastikan sains begitu jelas sehingga tidak ada manuver politik yang akan menang tentang seberapa banyak kita akan meninggalkan alam. Saat ini kita berada di hukum asli yang semakin berkurang. Laut tidak dapat menyerap dampak kita. Itu tidak bisa mengikuti kita. Kita perlu memberi lautan lebih banyak ruang sehingga dapat terus menyediakan bagi kita dan sisa kehidupan di planet ini."