'Wanita Kelelawar' Kontroversial dari Wuhan Bicara soal Asal Pandemi

By Utomo Priyambodo, Selasa, 15 Juni 2021 | 14:28 WIB
Kelelawar diduga sebagai hewan yang membawa virus corona. (Gita Laras Widyaningrum)

Nationalgeographic.co.id—Seorang ahli virologi terkemuka Tiongkok yang bekerja di Wuhan Institute of Virology mengatakan teori bahwa virus corona di balik pandemi COVID-19 berasal dari laboratorium institut tersebut tidaklah berdasar. Respons ini ia berikan di tengah berbagai tudingan miring terhadap institusinya dan seruan yang semakin keras dari dunia internasional atas perlunya upaya penyelidikan yang lebih menyeluruh dan transparan tentang asal usul virus SARS-CoV-2 itu.

Shi Zhengli, ahli virologi yang dijuluki "Wanita Kelelawar" itu, memimpin sekelompok peneliti yang mempelajari virus corona kelelawar di laboratorium yang terletak di Wuhan, tempat pandemi dimulai. Dalam sebuah wawancara dengan The New York Times, Shi mengatakan tidak ada bukti bahwa virus itu bocor dari laboratoriumnya.

"Bagaimana saya bisa menawarkan bukti untuk sesuatu yang tidak ada buktinya," katanya kepada The New York Times.

"Saya tidak tahu bagaimana dunia menjadi seperti ini, terus-menerus menuangkan kotoran pada ilmuwan yang tidak bersalah," tambah Shi, seperti juga dilansir The Hill.

 

Teori bahwa virus corona mungkin secara tidak sengaja bocor dari laboratorium telah mendapatkan daya tarik dalam beberapa bulan terakhir. Sebab, sumber pasti dari virus corona baru ini masih belum diketahui.

Sekelompok ilmuwan terkemuka telah menyerukan penyelidikan yang lebih menyeluruh dan benar-benar independen terhadap asal-usul virus corona menyusul penyelidikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Penyelidikan tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan dengan alasan bahwa para pejabat WHO tidak diberi akses yang tepat ke data yang diperlukan oleh otoritas Tiongkok. Para peneliti mengatakan teori kebocoran laboratorium diberhentikan terlalu cepat oleh pejabat WHO tanpa penyelidikan nyata.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden bulan lalu memerintahkan komunitas intelijennya untuk menyelidiki lebih lanjut asal-usul COVID-19 dan segera menyerahkan laporan hasil penyelidikan itu dalam beberapa bulan mendatang. Laporan tersebut harus menguraikan skenario asal yang paling mungkin.

Sementara itu, para pemimpin dari Grup Tujuh (G7) juga menyerukan perlunya upaya penyelidikan baru. G7 adalah sebuah kelompok negara-negara yang terdiri atas Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Britania Raya, dan Amerika Serikat. Tujuh negara tersebut merupakan negara-negara dengan tujuh ekonomi maju utama seperti yang dilaporkan oleh Yayasan Moneter Internasional. Negara-negara G7 ini mewakili lebih dari 64% kekayaan bersih global.

Baca Juga: Jane Goodall: Pandemi Muncul karena Manusia Tak Menghormati Alam

 

Selama wawancara dengan Times, Shi juga membantah laporan Wall Street Journal baru-baru ini bahwa tiga peneliti dari institut tersebut telah mencari pengobatan untuk gejala mirip flu sekitar sebulan sebelum kasus COVID-19 pertama dilaporkan.

“Wuhan Institute of Virology belum menemukan kasus seperti itu,” katanya. "Jika memungkinkan, dapatkah Anda memberikan nama ketiganya untuk membantu kami memeriksanya?" tanya Shi.

Dia juga membantah melakukan atau bekerja sama dalam eksperimen gain-of-function, penelitian di mana para ilmuwan membuat patogen lebih menular untuk mengembangkan perawatan dan vaksin yang lebih efektif.

"Saya yakin saya tidak melakukan kesalahan apa pun," katanya. "Jadi saya tidak perlu takut."

Baca Juga: Anak Malaysia Terinfeksi Virus Corona Baru yang Berasal dari Anjing