Rempah Terlupakan, Sains Berupaya Memuliakan Kapur Barus Kembali

By Gita Laras Widyaningrum, Rabu, 30 Juni 2021 | 21:05 WIB
Nukilan (Sebastian Munster)

Nationalgeographic.co.id—Dalam bukunya yang berjudul History of Sumatra (1783), William Marsden, seorang pegawai pemerintah kolonial di Inggris, menulis bahwa kapur barus atau kamper banyak diminati. Dia menambahkan, lantaran banyak peminat, harganya pun sangat tinggi, setara de­­ngan harga emas pada masa itu.

Aswandi Anas, peneliti dari Balai Penelitian Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aek Nauli, mengungkapkan bahwa awal istilah kamper tercatat di dunia Barat adalah melalui Aetii Medici, karya Aetius Amida (502– 578 M). Bahkan pada abad ke-9, Al-Kindi, seorang ahli kimia berkebangsaan Arab juga telah menulis manfaat dan pembuatan kapur barus yang terekam dalam Kitab Kimiya al-‘Itr.

“Komoditas dari pantai barat Sumatra ini pun tersebar ke seluruh penjuru dunia,” kata Aswandi.

Penamaan Pelabuhan Barus di Sumatra juga tidak lepas dari peran kapur barus yang menjadi komoditas perdagangan yang populer kala itu. Aktifnya transaksi perdagangan kapur barus oleh pedagang asing dibuktikan dengan ditemukannya Prasasti Tamil di desa Lobo Tua, kecamatan Andam Dewi, pada 1873.

(Sebastian Munster)