Astronom Berhasil Menemukan Jejak Oksigen Tertua di Alam Semesta

By National Geographic Indonesia, Minggu, 4 Juli 2021 | 12:00 WIB
Galaksi muda SXDF-NB1006-2 yang memiliki pergeseran merah 7,2 atau baru sekitar 700 juta tahun setelah Big Bang. (NAOJ)

Menjejak waktu dan mencari elemen berat di alam semesta mungkin dapat memberi pemahaman tentang pembentukan bintang di alam semesta dini. Bukan hanya bintang. Petunjuk untuk pembentukan galaksi dan penyebab reionisasi kosmik juga bisa diperoleh dengan mempelajari elemen berat yang ada di alam semesta. Elemen berat yang dimaksud adalah elemen yang lebih berat dari lithium.

Sebelum ada objek apapun, alam semesta diisi oleh gas netral. Baru ketika obyek pertama mulai bersinar, beberapa ratus juta tahun setelah Big Bang, ada radiasi sangat kuat yang dipancarkan untuk memecah atom gas netral dan mengionisasi gas. Fase inilah yang kita kenal sebagai epoh reionisasi kosmis dimana seluruh alam semesta berubah dengan sangat drastis dan mengakhiri era kegelapan. Reionisasi kosmis oleh bintang atau pun galaksi pertama membuat kita bisa menelusuri alam semesta dalam panjang gelombang elektromangnetik.

Pertanyaan yang juga jadi perdebatan, obyek apa yang memicu terjadinya reionisasi? Untuk bisa mengetahui jawabannya, kita perlu mempelajari kondisi alam semesta dini. Salah satunya dari penemuan teleskop radio Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA).