Perebutan Kawasan Arktika

By , Selasa, 21 April 2009 | 15:23 WIB

Seiring mencairnya puncak es kutub karena kenaikan suhu, lima negara berlomba menetapkan klaim mereka atas daerah perbatasan baru penghasil energi. Yang diperebutkan memang bukan main-main. Hampir seperempat cadangan minyak dan gas dunia mungkin berada di bawah dasar laut di kawasan yang amat luas ini.!break!

Kantor Artur Chilingarov, penjelajah kutub berjanggut dan seorang Pahlawan Federasi Rusia pilihan, ada di ujung lorong panjang di Duma, parlemen Rusia. Di situ, dia menjabat sebagai wakil kepala. Pintu masuk ke kantornya dikawal poster Yamal, kapal pemecah es bertenaga nuklir,  sebuah monster berukuran 150 meter yang dihiasi lukisan deretan taring. Di dalam kantor tampak seekor penguin kayu setinggi lutut serta dua ekor anak ayam, sepasang taring singa laut berukir, dan delapan beruang kutub mini dari batu pualamikonografi Arktika dan Antartika. Di dinding tampak potret Vladimir Putin.Chilingarov duduk di kursi kulit, mengenakan setelan jas berwarna gelap. Di dadanya tersemat bintang emas Pahlawan dan di sebelahnya tampak sebuah bola dunia setinggi satu meter yang tampak normal, kecuali dalam satu hal. Bola dunia itu digeser sumbunya, diputar sedemikian rupa sehingga kedua Kutub tampak jelas: Bumi yang diputar arahnya.

Saat ini musim dingin di Moskow, tiga bulan setelah Chilingarov menancapkan bendera Rusia di dasar laut Kutub Utara. Penguasaan lahan yang nampak jelas ini menimbulkan pertikaian diplomatik dan hiruk-pikuk media di seluruh dunia. Sekarang dia berkampanye untuk pemilihan umum, dan partainyaPartai Putinakan segera menyingkirkan saingan terdekatnya dengan margin enam banding satu. Dia orang yang sibuk dan tak banyak basa-basi ketika aku duduk. Kami memerlukan waktu tujuh hari tujuh malam untuk mencapai Kutub Utara, katanya. Es di sana sangat berat. Sungguh bukan tugas ringan. Di dekat Kutub kapal Chilingarov menemukan rongga di es, dan dua kapal selam kecil pun memasukinya, Mir I dan Mir II. Chilingarov berada di kapal selam pertama. Sasarannya, bumi Kutub Utara yang sebenarnya, berada 4.200 meter di bawahnya.

Saat itu gelap, sangat gelap, katanya, menceritakan pengalaman penyelamannya. Tentu saja tindakan ini mengandung risiko. Tentu saja kami takut. Dia dan Vladimir Gruzdev, sesama rekannya di parlemen juga pengusaha yang mengeluarkan uang sekitar lima miliar rupiah untuk bisa ikut dalam kapal selam itu, mengintai dari jendela kapal. Mir II, yang ditumpangi oleh seorang petualang yang juga membayar, yaitu pengusaha asal Swedia, dan seorang pemandu wisata asal Australia, Mike McDowell, mengikuti Mir I.Penyelaman menurun itu diperkirakan memakan waktu hampir tiga jam Waktu tempuh sampai muncul kembali ke permukaan juga sama. Sementara itu, kepingan es terus terapung hanyut. Jika mereka tidak berhasil menemukan kembali rongga, mereka akan terjebak. Hal yang membuat kami depresi adalah karena kami tahu tak akan ada orang datang menyelamatkan kami, kata Chilingarov. Selewat tengah hari, Mir I menyentuh dasar laut berlempung halus. Kapal selam itu mengambil sampel dasar laut, kemudian bergerak ke Kutub. Pada lapisan lempung itu, lengan robotnya dengan mantap menancapkan sebuah bendera Rusia dari titanium.

Mengapa kami menancapkan bendera? Ya, karena setiap kali suatu negara memenangi sesuatu, negara tersebut mengibarkan benderanya, katanya. Banyak bendera dari berbagai negara ditancapkan di permukaan es Kutub Utara, begitu dia menjelaskan. Di Kutub Selatan juga didapati sejumlah bendera. Begitu juga di puncak Pegunungan Everest. Bangsa Amerika bahkan menancapkannya di Bulan, kata Chilingarov. Dia mengeluarkan foto bendera titanium dan lengan robot, secara dramatis menandatanganinya dengan pena hitam, lalu memberikannya kepadaku. Ini adalah salah satu prestasi geografis terhebat di dunia, begitu katanya. Aku bangga bendera Rusia berkibar di sana. Kemudian, dia menunjuk foto itu dengan jarinya, menunjuk ke ruangan kosong di dasar laut. Lihatlah di ini, di sini, dan di sini, dan di sini, dan di sini, katanya Masih ada banyak tempat untuk bendera negara lain.

Chilingarov mengatakan bahwa ekspedisi itu, yang diyakini banyak orang merupakan tindakan resmi Kremlin, dibiayai oleh pihak swasta; Putin, yang tak pernah mengutusnya ke Kutub, bahkan sejak awal mengingatkan bahwa penyelaman itu terlalu berbahaya. Seorang patriot dan politisi, yang sadar benar bahwa tindakannya membuatnya menjadi pahlawan nasional, Chilingarov menyembunyikan perincian yang tidak diketahui orang lain: Bahwa gagasan itu bukan berasal darinya, melainkan dari tiga orang asingMcDowell dan dua orang Amerika pada 1997. Bahwa ia bergabung dalam tim itu kurang dari setahun sebelum penyelaman 2007, bahwa perusahaan McDowell pernah ditawari Mir untuk menyelam ke Kutub Utara yang sebenarnya dan tawaran ini diajukan kepada siapa saja yang bersedia membayar sekitar 950 juta rupiah, dan bahwa sampel dasar laut yang mereka kumpulkan itu berlebihan, diragukan manfaatnya bagi ilmu pengetahuan.!break!

Perjalanan kembali kedua kapal selam itu sungguh menggentarkan hati. Saat mengikuti Mir I ke atas meninggalkan dasar laut, Mir II mencari-cari rongga es terbuka selama satu setengah jam. Namun, drama penyelaman itu segera tersingkir oleh kepentingan politiknya. Lebih dari 40 orang wartawan menunggu di atas kapal yang berada di permukaan. Dengan cepat mereka menulis artikel bertajuk berita seperti: Rusia Menduduki Kutub Utara! Chilingarov dengan bersemangat meredakan kobaran nasionalisme. Arktika, katanya pada suatu konferensi pers, selama ini memang milik Rusia.

Penyelaman itu segera menjadi sesuatu yang sebelumnya langka terjadi: Tindakan yang menyiratkan perluasan wilayah, bukan eksplorasiyang bersifat geopolitik, dan bukan lagi wisata istimewa yang mahal. Para pengamat tampaknya langsung percaya bahwa masa depan Arktika akan ditentukan oleh bendera dan kapal perang, suasana agresif dan pencapaian titik batas. Kemenangan Chilingarov dicela Kanada, dikutuk bangsa Denmark, diremehkan Departemen Luar Negeri AS. Dalam sekejap, Chilingarov menjadi tokoh berjanggut yang mengklaim lahan kutub untuk diri mereka sendiri. Jadi, bisa dimaafkan jika ada orang yang mengira bahwa kisah inikisah sejati tentang persaingan menguasai Arktikaadalah kisah tentang Chilingarov. Padahal bukan.

Inilah kisah tentang Arktika yang terus berubah, tetapi tidak hanya dengan cara yang kita harapkan. Perubahan terpenting bagi masa depan kawasan ini mungkin perubahan yang terjadi jutaan tahun silam, sejak kurun waktu antara Triasik dan Tersier awal. Saat basin besar di Arktika baru saja terbentuk. Penggalan Superbenua Pangaea terapung dan memisah dan ada kalanya gas rumah kaca menghangatkan dunia jauh lebih panas daripada yang terjadi sekarang. Kita bisa saja berkata bahwa dulu, pada suatu masa, bagian-bagian Arktika nyaris tropissebagian karena suhu lebih tinggi di seluruh dunia. Namun, sebetulnya karena bagian-bagian Arktika dulu tidak berada di Arktika: Beberapa di antaranya hanyut ke utara, dalam kurun waktu sangat lama, meninggalkan garis lintang yang lebih hangat. Pembentukan cadangan minyak dan gas membutuhkan perpaduan yang tepat dari bahan organik, panas, bebatuan, tekanan, dan waktudan mungkin sulit membayangkan bahwa Arktika yang sekarang ternyata dulu pernah memiliki kehidupan organik yang memadai, panas yang memadai. Namun, bagi para geologiwan, justru sulit membayangkan bahwa keadaannya dulu tidak seperti itu.

Sekarang dasar Samudra Arktika tampaknya kaya minyak bumi. Menurut sejumlah perkiraan, mengandung hampir seperempat pasokan dunia yang belum ditemukan. Es laut mencair dengan sangat cepat, menyebabkan laut terbuka untuk pelayaran dan untuk eksplorasi mineral di dasar lautnya. Dan dasar laut itu diincar oleh kelima negara yang berbatasan dengannyaKanada, Denmark (yang menguasai Greenland), Norwegia, Rusia, dan ASsemuanya berharap dapat mengklaim sebagian daripadanya.!break!

Pada suatu hari Kamis yang muram, tepat dua pekan setelah penancapan bendera oleh Chilingarov, pakar kelautan yang memimpin penelitian AS di Arktika duduk di sebuah restoran Meksiko di Barrow, Alaska, kota paling utara di Amerika Utara. Ini adalah tempat yang mengherankan untuk mengunyah keripik dan salsa, dan waktu yang aneh untuk menjadi Larry Mayer, guru besar University of New Hampshire, adalah salah seorang dari segelintir pakar dunia tentang penetapan klaim atas dasar laut. Hingga baru-baru ini, tugasnya tidak jelas; sekarang, berkat Chilingarov, wartawan menelepon setiap hari, dan pemerintah negara asing memerhatikan. Sejumlah 21 orang lagi berkumpul di restoran itu18 orang ilmuwan, dua orang dari Departemen Luar Negeri, dan aku. Besok kami memulai survei selama sebulan yang meneliti kawasan yang mungkin suatu hari nanti menjadi Arktika milik Amerika. Healy, kapal terbaru dari ketiga kapal tua pemecah es kutub milik penjaga pantai AS, berada tidak jauh di lepas pantai dan kami akan diangkut ke situ, tiga orang sekali angkut, dengan helikopter sewaan. Sebelum kami berangkat, Mayer mengajukan permintaan. Permintaan yang menyatakan betapa bedanya keadaan tahun ini: Jangan memotret bendera Amerika, katanya. Semuanya tertawa. Aku serius, katanya. Kalau ada foto yang lolos ke tangan pers, kita akan menghadapi masalah besar.

Dari semua perbincangan konflik di Arktika, terdapat kesepakatan luas di antara negara-negara utara, termasuk Rusia, tentang cara mengklaim sepenggal kawasan itu: Memetakannya. Peta berperan penting karena bentuk dan kondisi geologi dasar laut itu penting, dan bentuk serta kondisi geologi dasar laut itu penting berkat sebuah pasal dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1994. Sebuah acuan tentang pembagian yang telah diratifikasi oleh 156 negara. (Karena adanya hambatan dari segelintir senator yang berhati-hati menyikapi PBB, AS belum ikut meratifikasi, namun bersikap seakan-akan ikut meratifikasi.) Menurut kesepakatan itu, jika suatu negara ingin meluaskan batas lautnya melampaui lazimnya 200 mil laut, negara itu harus membuktikan bahwa dasar laut itu merupakan bagian dari benua asli. Bagian dari lahan yang sama, hanya saja berada di bawah air. Pertanyaan politik yang bisa dijawab secara ilmiah. . Jadi, para politisi berpaling kepada para ilmuwanpakar kelautan seperti Mayer ditanyai untuk mendapatkan jawaban tentang bentuk dasar laut, dan para penyigi seismik ditanyai untuk mendapatkan jawaban tentang geologi bawah lautuntuk memantapkan pendirian mereka. Hanya Norwegia yang menelaah secara aktif Hukum Laut itu, sementara AS, Kanada, Denmark, dan Rusia masih sibuk memetakan.

Sejak 2003, misi Mayer yang diarahkan oleh Departemen Luar Negeri adalah pemetaan di sekitar Plato Chukchi. Punggungan bawah laut yang terbentang hampir 1.000 kilometer di utara Barrow. Tugasnya, begitu katanya, hanyalah menemukan apa yang ada di bawah lautan yang paling jarang dijelajahi di dunia; silakan saja para politisi memperdebatkan arti temuan ini. Klise para pakar kelautan adalah: kita tahu lebih banyak tentang permukaan bulan daripada tentang dasar lautan. Dan ini benar-benar terjadi untuk kawasan Arktika. Peta digital pertama yang mencakup seluruh Samudra Arktika baru diterbitkan pada tahun 2000, dan cakupan bagian tengah samudra masih belum tuntas. Meskipun terus-menerus direvisi, sebagian dengan data dari sejumlah satelit yang resolusinya seperseribu peta di darat. Untuk benar-benar mengetahui bentuk dasar lautan, para ilmuwan harus mengukur kedalaman laut di berbagai titik. Hingga baru-baru ini, data dengan resolusi lebih tinggi yang dikenal sebagai batimetri, hanya berasal dari penelusuran jejak kapal selam era Perang Dinginberupa coretan pensil di antero kutub, seringkali sangat tak tepat. Bagi Mayer, bagian kosong dalam peta adalah sebuah obsesi. Seandainya nasionalismelah yang menggerakkan dirinya, dan bukan kecintaannya pada penemuan, dia berhasil menyembunyikan hal itu dengan baik.