Hewan Abadi

By , Senin, 26 Oktober 2009 | 09:49 WIB

Beberapa tempat dikaitkan dengan hanya satu dewa dan hewan perlambangnya. Namun di tempat-tempat yang tua dan mulia seperti Abydos ditemukan semua jenis mumi persembahan, dimana setiap spesies merupakan penghubung dengan dewa tertentu. Di Abydos yang jadi tempat pemakaman para penguasa awal Mesir, penggalian mengungkap mumi ibis yang kemungkinan melambangkan Thoth, dewa kearifan dan tulisan. Elang mungkin melambangkan dewa-langit Horus, pelindung raja yang sedang berkuasa. Sementara anjing dihubungkan dengan Anubis yang berkepala jakal, sang penjaga orang mati. Dengan menyumbangkan salah satu mumi ini ke kuil, peziarah dapat memperoleh rahmat dewa. “Makhluk itu akan selalu berbisik kepada sang dewa, katanya, ‘Ini dia, ini dia pemujamu, berkatilah dia,'" jelas Ikram.

Sejak dinasti ke-26 sekitar 664 SM, mumi persembahan menjadi sangat populer. Negeri itu baru saja mengusir penjajahnya, dan warga Mesir dengan lega kembali kepada budayanya sendiri. Bisnis mumi pun marak, mempekerjakan banyak tenaga khusus. Hewan harus dibiakkan, dipelihara, dibunuh, dan dimumikan. Mereka harus pula mengimpor damar, mempersiapkan bebat, dan menggali makam.

Walaupun tujuan dari produk ini mulia, tetap terjadi kecurangan dalam pelaksanaannya dan terkadang peziarah mendapat barang yang tidak sesuai. “Pemalsuan, penipuan,” kata Ikram. Pemeriksaan sinar-x yang dilakukan Ikram memperlihatkan berbagai penipuan terhadap konsumen, yaitu hewan yang murah menggantikan hewan langka yang lebih mahal; mumi diisi tulang atau bulu, bukannya binatang utuh; pembalut indah yang hanya membungkus lumpur. Ikram menemukan bahwa semakin indah kemasan luar dari mumi, kemungkinan penipuan makin besar.

Untuk mengetahui cara kerja pembalsam zaman dahulu—topik yang tidak dibahas atau hanya diuraikan secara samar-samar dalam teks kuno—Ikram melakukan percobaan pembuatan mumi. Untuk mendapatkan bahan percobaan, dia mengunjungi labirin suq, pasar Khan el-Khalili yang sudah ada sejak abak ke-14 di Kairo. Di toko kecil yang hanya satu blok dari kios cendera mata, seorang klerek menggunakan neraca kuningan tua untuk menimbang gumpalan kristal abu-abu. Kristal itu adalah natron, garam yang menyerap kelembapan dan lemak, bahan pengering penting dalam pembuatan mumi. Bahan ini masih ditambang tak jauh di barat daya Delta Sungai Nil dan biasanya dijual sebagai soda pembersih. Di toko ramuan tak jauh dari situ, Ikram menemukan minyak yang dapat melenturkan kembali jasad yang kering dan kaku, serta keping damar yang ketika dicairkan akan menyegel bebat mumi. Sayangnya tak ada lagi yang menjual tuak nira yang digunakan pembalsam zaman dahulu sebagai pembasuh rongga tubuh setelah dikeluarkan isinya. Sebagai ganti, Ikram menggunakan gin buatan setempat.

Ikram memulai pembuatan muminya dengan kelinci karena ukurannya mudah ditangani dan bisa dibeli di toko daging. “Alih-alih menjadikannya sup kelinci, kuberi mereka hidup abadi,” ujarnya. Flopsy—dalam upayanya ini, Ikram menamai semua muminya—dia pendam secara utuh di dalam natron. Jasadnya tak bertahan sampai dua hari. Lalu, terbentuklah gas yang makin lama makin banyak untuk kemudian meledak. Adapun muminya yang bernama Thumper (diambil dari nama kelinci dalam film Bambi lansiran Disney) bernasib lebih baik. Paru, hati, lambung, dan usus si Thumper dikeluarkan. Dia kemudian diisi dengan natron dan dipendam dalam natron yang lebih banyak. Thumper bertahan.

Fluffy, mumi kelinci yang kandidat berikutnya, membantu memecahkan teka-teki arkeologi. Natron yang dimasukkan ke dalam tubuhnya menyerap cairan yang sangat banyak membuat natron menjadi lembek, bau, dan menjijikkan. Ikram mengeluarkan natron lembek itu dan lalu mengganti jeli natron tersebut dengan natron baru di dalam kantong linen. Kantong ini mudah diambil begitu mulai lembek, itulah sebabnya ditemukan buntalan seperti ini di banyak peti pembalsaman.

Proses pembalsaman Peter Cottontail sangat berbeda. Alih-alih mengeluarkan isi perut, Peter diberi terpentin dan minyak cedar lewat injeksi enema (melalui dubur) sebelum dimasukkan ke dalam natron. Herodotus, sejarawan Yunani ternama, menulis tentang prosedur ini pada abad kelima SM, tetapi para akademisi tidak sepakat tentang reliabilitasnya. Dalam hal ini, percobaan itu membuktikan bahwa Herodotus benar. Semua isi perut Peter larut kecuali jantungnya—satu-satunya organ yang selalu disisakan oleh orang Mesir purba.

Sama seperti hewan yang dimumikan lebih dari 3.000 tahun silam, mumi Ikram juga menuju ke alam baka yang bahagia. Begitu pekerjaan lab selesai, Ikram dan murid-muridnya mengikuti tata cara dan membungkus setiap jasad dengan bebat yang ditulisi mantra gaib. Sambil mengucapkan doa dan membakar dupa, mereka menguburkan mumi-mumi itu dalam lemari ruang kelas dan aktivitas mereka pun memikat pengunjung—termasuk saya. Sebagai persembahan, saya menggambar seikat wortel gemuk dan simbol untuk mengalikan ikatan wortel itu seribu kali. Ikram meyakinkan saya bahwa di alam baka, gambar itu langsung menjadi nyata dan membuat kelinci-kelincinya menggerak-gerakkan hidung kegirangan.