Jiwa yang Terusik

By , Senin, 26 April 2010 | 12:52 WIB

Pada tahun 1990-an, perdamaian yang rapuh di antara keluarga-keluarga Sinaloa yang tercerai berai itu akhirnya hancur berantakan. Mereka berperang satu sama lain untuk menguasai sejumlah titik transit yang penting di daerah perbatasan dan kemudian mulai berseteru dengan, dan kadang-kadang melawan, kelompok pengedar narkoba pemula yang bukan berasal dari Sinaloa. Kelompok ini adalah Cartel del Golfo yang menentukan aturan main sendiri, berasal dari pantai Teluk, negara bagian Tamaulipas. Cabang kelompok ini adalah Zetas, sepasukan personil militer berandalan yang pada awalnya dilatih sebagai pasukan elit antinarkoba. Pada September 2006, warga Meksiko menyaksikan tanda-tanda pertama tentang seberapa jauh lebih ganasnya kekerasan narkoba kelak, ketika sekelompok orang berpakaian hitam memasuki sebuah diskotek di pinggir jalan di negara bagian Michoacán dan menumpahkan isi kantong sampah plastik ke lantai. Lima kepala orang menggelinding keluar.

Era baru telah tiba, dan para prajurit kaki dalam perang narkoba yang semakin memanas, yang menghadapi prospek kematian yang mengerikan seperti itu, semakin berpaling kepada kematian itu sendiri untuk meminta perlindungan. Pada saat kampanye pertama antinarkoba itulah mitos Jesús Malverde, dewa narkoba yang asli, menyebar melampaui perbatasan Sinaloa. Konon, Malverde adalah penjahat abad ke-19 yang merampok para hartawan dan hasil rampokannya diberikan kepada kaum miskin, yang menjalani hukum gantung karena dosa-dosanya, dan kemudian menciptakan mukjizat dari kuburannya. Pengkultusan dirinya mulai dikenal pada tahun 1970-an, setelah mantan pedagang kaki lima, Eligio González, mulai berdoa kepadanya. Sambil duduk mantap, dengan santai dan tanpa senyum di luar tempat suci Malverde di Culiacán, putra González yang masih muda, Jesús, menceritakan kisah keajaiban itu kepadaku. Eligio telah bekerja sebagai sopir pada tahun 1976 ketika dia ditikam dan ditembak dalam sebuah perampokan bersenjata dan ditinggalkan begitu saja karena diperkirakan akan mati. Dia berdoa kepada Malverde, di satu-satunya monumen yang ada pada waktu itu, yakni tumpukan batu yang konon adalah kuburannya, berjanji akan mendirikan sebuah kuil yang layak untuk menghormati Malverde jika bandit suci itu menyelamatkan hidupnya. Ketika ternyata berhasil tetap hidup, dia pun menepati janjinya.

González tampaknya maklum bahwa orang akan bisa memahami pentingnya Malverde secara nyata hanya jika ada gambar yang bisa mereka puja, tapi sayangnya tidak ada foto Malverde—dan bahkan tidak ada bukti sama sekali bahwa dia pernah hidup. Pada tahun 1980-an González meminta seorang seniman di lingkungan perumahannya untuk membuat patung setengah badan: "Buat tampilannya mirip Pedro Infante dan Carlos Marisca." Infante adalah bintang film terkenal dari Sinaloa, sementara Mariscal adalah politisi lokal.

Tempat suci Malverde berupa sebuah kuil darurat dari batu bata, berlokasi tepat di seberang kompleks perkantoran pemerintah negara bagian Sinaloa, dan dinding dalam serta dinding luarnya yang berwarna hijau dipenuhi testimoni yang dipasang oleh jemaatnya. Patung setengah badan itu dipajang dalam sebuah kotak kaca dan dikelilingi oleh puluhan karangan bunga, sebagian besar bunga plastik. Banyak foto yang menyertainya dan plakat terukir yang menampilkan gambar tanaman ganja atau "tanduk kambing": senapan AK-47. Tidak seorang pun pernah secara serius mempertikaikan status Malverde sebagai dewa narkoba—di Sinaloa sudah menjadi kenyataan bahwa setiap kali ada pengedar narkoba besar ingin berdoa, seluruh jalan ditutup, sehingga dia dapat berdoa dengan damai. Tetapi, sebagaimana yang dikatakan oleh sipir penjara Culiacán, Malverde sekarang begitu populer di kalangan warga Sinaloa dalam setiap aspek kehidupan sehingga dia benar-benar lebih dari sekadar lambang dewa atau tokoh agama. !break!

Di Mexico City, direktur penjara tidak mau menerima wartawan yang tidak bersedia menandatangani pernyataan yang menjanjikan bahwa mereka tidak akan menulis "propaganda" yang mendukung pemujaan La Santa Muerte. Sebaliknya, di Pusat Penegakan Konsekuensi Hukum Kejahatan, direkturnya memperbolehkan aku melakukan wawancara tanpa prasyarat dengan beberapa narapidana tentang keyakinan mereka. Dengan dikawal oleh sipir penjara melewati serangkaian pemeriksaan dan lorong, aku terkejut ketika tiba di lorong panjang terbuka yang dinding kirinya dihiasi gambar kartun ceria Snow White, Tweety Bird, SpongeBob SquarePants, dan sebagainya. Gambar-gambar ini dilukis atas permintaan para narapidana, demikian si sipir menjelaskan, sehingga anak-anak tidak merasa takut ketika mereka datang untuk menghabiskan masa liburan bersama ayah mereka. Di seberang dinding bergambar kartun itu terdapat pagar kawat yang tinggi dan di belakangnya terdapat beberapa bangunan mirip hanggar yang dikelilingi rumput dan bahkan pepohonan.

Di sinilah Antonio, si terdakwa penculik, menulis corridos, atau lagu tentang para pelanggar hukum, beberapa di antaranya bahkan sudah direkam. Dan di sini jugalah El Niño, si terpidana pembunuh, menusukkan jarum ke beludru hitam dan melilitkan benang berwarna cerah di sekitar jarum itu dengan pola rumit untuk membingkai potongan gambar Perawan Guadalupe, Yesus Kristus, dan La Santa Muerte. Dia pertama kali mengenal sang Dewi Kematian melalui televisi, yang mungkin tampak sebagai sumber yang tidak lazim bagi wahyu rohani, tetapi itulah jalan yang terbuka baginya di balik jeruji penjara. Sekarang tidak ada yang dapat mematahkan keimanannya terhadap pelindung barunya.

Kami mengobrol di bawah naungan pepohonan rindang di halaman penjara, beberapa di antara kami duduk mengelilingi meja reyot yang dibawakan oleh beberapa orang narapidana dan sudah digosok dengan hati-hati sampai bersih. Sejumlah besar narapidana lain yang pada awalnya tampak seperti mengancam di sekitar kami akhirnya berdiri diam-diam, mengangguk tanda setuju ketika Antonio menjelaskan apa yang membuat La Santa Muerte memiliki daya tarik yang begitu besar: "La Muerte selalu berada di samping kami—bahkan meskipun hanya berbentuk perangko kecil yang kami letakkan di atas tempat tidur, kami tahu bahwa dia tidak akan bergerak, bahwa dia tidak akan pernah pergi."

Nenek El Niño berkata kepadanya bahwa jika nanti dia keluar dari penjara, dia (si nenek) tidak ingin bertemu dengannya, dan tidak ingin putri El Niño melihatnya lagi, untuk selamanya. Tetapi, tidak seperti darah dagingnya sendiri, La Muerte membutuhkan dia: "Jika kita berjanji memberinya bunga putih, dan kita tidak membawakan bunga itu kepadanya, kitalah yang merasa tidak enak," katanya. "La Muerte menangis, dan kita merasa tidak enak." Jadi, dia mengucapkan janji yang dapat dipenuhinya kepada La Muerte. !break!

Tengah hari datang menjelang, dan dengan cepat udara terasa semakin panas. Para narapidana saling senggol, dan salah seorang di antara mereka pergi mengambil botol air dari plastik yang sudah robek, yang disuguhkan dengan rasa hormat yang tak terduga kepada tamu mereka yang tidak biasa. Aku bertanya tentang desas-desus yang mengatakan bahwa ritual untuk La Santa—Dewi Santísima, Dewi Mungil Kurus, Dewi Putih—dilakukan dengan menyediakan darah manusia dan bahkan dengan mengorbankan manusia. Seorang narapidana di penjara lain, yang kondisinya jauh lebih buruk, bercerita kepadaku bahwa desas-desus itu benar.

El Niño dan Antonio hanya mengatakan bahwa La Santa Muerte pasti mengabulkan doa—tetapi, ada imbalannya, dan imbalan itu harus sebanding dengan seberapa besar keajaiban yang diminta, dan hukuman bagi yang tidak memenuhi janji kepadanya sungguh mengerikan.

Aku dan para lelaki itu sudah agak lama mengobrol, dan meskipun suhu udara semakin panas yang pasti membuat blok sel mereka seperti tungku api, ada sesuatu mengenai keterbukaan di penjara itu, rumputnya, pepohonannya, bahkan cara mereka yang dengan penuh persaudaraan memperlakukan satu-satunya penjaga yang sedang bertugas, membuat tempat itu seakan-akan tempat yang boleh dikatakan cukup menyenangkan. ("Dia menghabiskan waktu 12 jam sehari di sini," kata Antonio. "Dia sudah seperti tahanan juga seperti kami.")

Ketika para lelaki itu sudah merasa semakin nyaman, cara mereka yang sopan terhadapku bahkan membuat orang mungkin membayangkan bahwa mereka tidak bersalah atas kejahatan mengerikan yang pernah mereka lakukan, bahwa keimanan mereka terhadap La Santa Muerte hanyalah masalah preferensi dan bukan karena mereka sangat membutuhkannya. Kemudian, kutanyakan kepada El Niño, kalau dia keluar nanti, apakah menurutnya dia akan dapat menjalani kehidupan normal.

Wajahnya meringis, menampilkan senyuman getir. "Mengingat semua hal yang pernah kulakukan?" katanya. "Akan ada orang menunggu untuk menghabisiku begitu aku berjalan ke luar gerbang." Kami berjabatan tangan, dan dia serta Antonio mengucapkan terima kasih atas kesempatan untuk mengobrol. Aku kembali ke kawasan Meksiko lain di luar penjara, yang juga membutuhkan keimanan besar untuk bisa mempertahankan harapan.