Beban kehidupan sehari-hari di kamp bukan hanya dari pekerjaan mengumpulkan dan menyiapkan spesimen. Lintah meninggalkan bekas berdarah di kaki semua orang; jelatang menyebabkan ruam menyakitkan. Suatu malam, terjadi “hujan belatung” dalam tenda Helgen. Rupanya lalat bertelur dalam jumlah ratusan di atas tenda jaring, lalu larvanya menetas, menggeliat, dan lapar. Malam yang lain, salah satu penduduk setempat membuang seluruh pasokan minyak tanah tim ketika dia salah mengiranya sebagai air. Dituangkanlah minyak tanah itu ke dalam panci, lalu ditambahkan beras untuk memasak makan malam. Namun, tak ada yang kecewa berlama-lama di Kamp Rawa.
Fajar datang diiringi kicau burung—khususnya anis papua kecil yang nyaring dan ada di mana-mana, yang nada kicauannya mengingatkan pada dua bait pertama "The Entertainer" Scott Joplin. Kegiatan rutin harian diselingi oleh jeritan keras kawanan beo kecil yang disebut perkici punggung hitam, yang melesat di atas kepala laksana peluru merah-hijau; dengung walik dada putih terus terdengar, yang ajaibnya tersembunyi di puncak pohon meskipun bulunya yang hijau-kuning terlihat cemerlang; dan tetesan air di bagian atas tenda yang tak kunjung berhenti. Ketika hari petang, terdengarlah bunyi tonggeret yang memekakkan telinga—bunyi pukul 17.30 terdengar seperti alarm mobil, pukul 18.00 mirip sirene polisi. Lalu malam tiba, katak pun ikut menguak, berdengkang-dengkung hingga hutan seakan dipenuhi robot fiksi ilmiah era 1950-an yang gila.
Setiap hari ada penemuan dan kejutan, mulai dari kanguru pohon mantel emas yang langka hingga hampir menjadi mitos (nama ilmiahnya Dendrolagus pulcherrimus, yang berarti "kelinci pohon terindah") hingga berbagai ngengat yang dikumpulkan Bruder Henk setiap malam, yang tampaknya meliputi semua kombinasi bentuk dan warna yang mungkin ada.
Namun, ilmu pengetahuan tidak selamanya diisi indahnya penemuan, beberapa hewan yang diinginkan para ilmuwan terbukti sangat sulit didapat. Menjelang akhir ekspedisi, ahli unggas Ed Scholes kembali setelah seharian di hutan dan duduk berkerut kening di bawah terpal biru yang berfungsi sebagai ruang makan. Dia berharap dapat merekam perilaku parotia (sejenis cenderawasih) yang akan membuktikan bahwa spesies yang ditemukan di Foja mungkin berbeda dengan yang ada di tempat lain di Papua.!break!
"Saya mencapai rasio 400 banding satu," keluh Scholes. "Empat ratus menit duduk di kubangan babi yang penuh nyamuk dan satu menit melihat burung itu."
Ketika masa tiga pekan itu lewat, daftar penemuan telah berkembang dari kupu-kupu yang ditemukan Bruder Henk pada hari pertama hingga mencakup tikus bermata cemerlang yang menawan, kodok berhidung panjang yang tertangkap saat bertengger di karung beras, capung besar dengan mata kuning gemerlapan, tokek yang terlihat berkat pantulan matanya yang jingga terang, serta banyak kupu-kupu dan ngengat. Para ahli biologi ekspedisi tersebut menemukan beberapa spesies baru dan—bahkan baru di sebagian kecil Foja yang mereka jelajahi—sangat memperluas pengetahuan tentang ragam dan banyaknya flora fauna Papua.
Ketika helikopter mengangkasa dari rawa, anggota tim menatap ke luar jendela. Mereka menyaksikan kawanan kakaktua koki besar yang dikejutkan deru mesin terbang di atas hutan hijau gelap yang membentang hingga cakrawala. Deru mesin menjauh, burung kembali bertengger di puncak pohon, dan kehidupan di Pegunungan Foja kembali ke ritmenya yang lama, ke misterinya yang nyaris tak terungkap.