Daud dan Sulaiman

By , Senin, 29 November 2010 | 12:30 WIB

Levy dan Garfinkel—keduanya pernah menerima hibah dari National Geographic Society—mendukung pendirian mereka dengan setumpuk data ilmiah, antara lain pecahan gerabah serta biji buah zaitun dan kurma yang ditemukan di situs tersebut, yang usianya ditentukan dengan metode radiokarbon. Jika bukti dari hasil penggalian mereka yang masih terus berlangsung ini cukup dapat dipercaya, para ilmuwan masa lalu yang mengatakan bahwa Alkitab mengandung fakta akurat tentang kisah Daud dan Sulaiman, terbukti benar.

Sebagaimana dikatakan oleh Mazar dengan penuh suka cita, "Ini adalah akhir dari teori Filkenstein."

JALAN RAYA yang sibuk, Rute 38, bersimpangan dengan jalan purba yang menyusuri Lembah Elah menuju Laut Mediterania. Di bawah perbukitan di kedua sisi jalan itu terdapat reruntuhan Socoh dan Azekah. Menurut Alkitab, bangsa Filistin berkemah di lembah ini, di antara kedua kota tersebut, menjelang perkelahian mematikan antara mereka dan Daud.

Arena perkelahian yang tenar itu sekarang sepi dan dipenuhi ladang gandum, jelai, pohon almond, dan semak anggur, belum lagi beberapa batang pohon asli terebinth (Pistacia terebinthus, Pistacia atlantica, Pistacia palestina) (elah dalam bahasa Ibrani). Nama Elah inilah yang digunakan untuk menamai lembah tersebut. Sebuah jembatan kecil terentang dari Rute 38 di atas Sungai Elah (Brook of Elah). Pada musim sibuk, bus para wisatawan diparkir di sini sehingga para penumpangnya dapat turun ke lembah dan mengambil batu untuk dibawa pulang dan membanggakannya kepada teman, menunjukkan batu yang diambil dari tempat yang sama dengan batu yang menewaskan Goliath.!break!

"Mungkin Goliath hanya mitos belaka," kata Garfinkel saat mengendarai mobil melintasi jembatan menuju tempatnya, Khirbet Qeiyafa. "Konon Goliath berasal dari sebuah kota raksasa, dan dalam perkembangan cerita yang dikisahkan selama berabad-abad itu, dia pun diceritakan sebagai sosok raksasa. Ini sebuah perumpamaan saja. Para ilmuwan modern menginginkan Alkitab seperti Ensklopedia Oxford. Padahal, orang tidak mungkin menulis sejarah 3.000 tahun yang lalu seperti ini. Di malam hari, sambil menghangatkan tubuh di sekitar api unggun, begitulah kisah Daud dan Goliath dimulai."

Di balik penampilan Garfinkel yang cendekia, dengan kepala gundul dan rasa humor halus—yang mengungkapkan sisi tajam ketika membicarakan Filkenstein—tersembunyi ambisi yang teguh. Dia pertama kali mendengar dari pegawai Otoritas Barang Purba Israel tentang dinding batu besar setinggi tiga meter yang melengkung di tepian Sungai Elah. Dia memulai penggalian besar-besaran pada 2008.

Menurut Garfinkel, dinding itu memiliki gaya yang sama dengan yang tampak di dua kota di kawasan utara, yakni Hazor dan Gezer—kamar di dalam benteng yang terdiri atas dua dinding yang mengapit sebuah ruangan—dan dinding itu mengelilingi sebuah kota di dalam benteng yang luasnya 2,3 hektar. Sejumlah rumah pribadi berbatasan dengan dinding tersebut, desain yang tidak tampak di perumahan bangsa Filistin. Setelah menyekop lapisan tanah paling atas, Garfinkel menemukan beberapa keping koin dan artefak dari masa Aleksander Agung. Di bawah lapisan dari zaman Helen itu dia menemukan sejumlah bangunan yang di dalamnya tampak terserak empat butir biji zaitun, yang menurut analisis karbon-14 berasal dari sekitar 1000 SM. Dia juga menemukan baki kuno untuk memanggang roti pita, serta ratusan tulang sapi, domba, biri-biri, dan ikan—tetapi, tidak ditemukan tulang babi. Dengan kata lain, bangsa Yudea, bukan Filistin, dipastikan pernah tinggal (atau setidaknya pernah makan) di sini. Karena tim penggalian Garfinkel juga menemukan temuan yang sangat langka—pecahan gerabah bertulis yang tampaknya merupakan asal-mula bahasa bangsa Canaan dengan kata kerja yang khas dari bahasa Ibrani—kesimpulan yang diambilnya sangat jelas: Inilah bukti adanya semacam masyarakat Yudea yang sudah sangat berkembang dari abad ke-10 SM, yang oleh para ahli arkeologi seperti Filkenstein dikatakan tidak ada.

Dan apakah nama kota itu? Garfinkel menemukan jawabannya setelah menemukan bahwa kota dalam benteng itu ternyata memiliki dua gerbang, bukan satu—satu-satunya situs seperti ini yang ditemukan sejauh ini dalam kerajaan Yudea dan Israel. "Dua gerbang" dalam bahasa Ibrani berarti shaarayim, yakni kota yang tiga kali disebut dalam Alkitab.  Salah satu referensinya (I Samuel 17:52) menceritakan bangsa Filistin yang melarikan diri untuk menghindari Daud, dan kembali ke Gath melalui "jalan dari Shaaraim." "Kita sudah mengetahui kisah tentang Daud dan Goliath, dan sekarang kita sudah menemukan situsnya, dan ternyata cocok," kata Garfinkel tanpa basa-basi. "Situs ini memiliki ciri khas Yudea, mulai dari tulang-belulang hewan tanpa tulang babi hingga dinding kota. Coba berikan dua alasan yang menyiratkan bahwa ini kota bangsa Filistin. Satu alasan menyiratkan bahwa Filkenstein tidak ingin kami menghancurkan teorinya tentang waktu yang lebih kini. Baiklah, kalau begitu, beri kami alasan lain."

Berikut ini alasan kedua untuk tidak begitu saja menerima kesimpulan Yossi Garfinkel: Dia mengumumkan kesimpulannya, dengan gesit dan menggebu-gebu, padahal dia hanya menemukan empat butir biji zaitun yang dijadikan dasar untuk menentukan kurun waktu temuannya, ukiran tulisan yang sifatnya sangat taksa, dan hanya 5 persen situs penelitiannya yang digali. Dengan kata lain, kata ahli arkeologi David Ilan, "Yossi pasti punya niat terselubung—antara lain memiliki kepentingan dari segi agama, tetapi juga memiliki kepentingan pribadi. Dia orang yang sangat pintar sekaligus ambisius. Filkenstein ibarat gorila besar, dan para ahli arkeologi muda berpendapat bahwa Filkenstein terlalu memonopoli arkeologi yang berkaitan dengan aneka kisah dalam Alkitab. Jadi, mereka ingin menumbangkannya." Selain itu, dari sudut pandang berbagai pihak lain yang berkepentingan: Apabila Filkenstein berhasil ditumbangkan, kisah Raja Daud bisa kembali naik daun.!break!

DAUD BERTAHAN SELAMA TIGA MILENIUM—selalu muncul dalam dunia seni, gereja, dan namanya digunakan oleh banyak orang. Bagi kaum muslim, Daud adalah raja yang mulia sekaligus utusan Allah. Bagi umat Kristiani, Daud adalah leluhur Yesus, baik dari segi biologis maupun spiritual, dan karena itulah Yesus mewarisi status dan tanggung jawab juru selamat yang pernah disandang Daud. Bagi bangsa Yahudi, Daud adalah cikal bakal Israel—raja penggembala yang dipilih Tuhan—dan mereka adalah keturunannya dan Bangsa Pilihan Tuhan. Bahwa Daud tidak memiliki semua atribut ini, atau bahkan hanya sekadar mitos, sangatlah mustahil bagi kebanyakan orang.

"Kami berpendapat bahwa kami adalah salah satu bangsa tertua di dunia, berperan penting dalam ranah pengetahuan peradaban dunia, bahwa kamilah penulis buku yang menjadi sumber berbagai buku lainnya, yakni Alkitab," kata Daniel Polisar, ketua Shalem Center, lembaga penelitian Israel yang membantu mendanai proyek penggalian Eilat Mazar. Jika Daud dan kerajaannya dianggap tidak ada, maka Alkitab pun tidak ada. Paparannya bukan lagi karya sejarah, namun karya fiksi. Maka, Alkitab pun hanyalah upaya propaganda untuk menciptakan sesuatu yang tidak pernah ada. Dan, jika kita tidak berhasil menemukan buktinya, maka peristiwa itu pun mungkin tidak pernah terjadi. Karena itulah berbagai penelitian ini sangat besar artinya."

Buku-buku Perjanjian Lama yang mengikhtisarkan kisah Daud dan Sulaiman terdiri atas sejumlah naskah yang boleh jadi ditulis sekurang-kurangnya 300 tahun setelah peristiwa itu terjadi, oleh para pengarang yang tidak terlalu objektif. Tidak ada naskah dari kurun waktu tersebut yang berhasil ditemukan untuk membenarkan klaim mereka. Sejak masa-masa awal arkeologi yang didasarkan pada Alkitab, para ilmuwan berupaya tanpa hasil untuk memverifikasi bahwa memang pernah ada Nabi Ibrahim, Nabi Musa, eksodus besar-besaran bangsa Israel keluar dari Mesir, penaklukan Jericho. Meskipun demikian, Amihai Mazar, saudara sepupu Eilat dan salah seorang ahli arkeologi Israel yang terpandang, berkata, "Hampir semua orang sepakat bahwa Alkitab adalah naskah kuno yang berkaitan dengan sejarah negeri ini di Zaman Besi. Kita bisa memandangnya secara kritis, sebagaimana yang dilakukan para ilmuwan. Namun, kita tidak dapat mengabaikan naskah itu begitu saja—kita harus memperhitungkannya."