Robot tiba di bibir salah satu ruangan dalam labirin setelah berputar-putar selama beberapa menit yang menegangkan. Di sudut ruangan itu, lilin menyala. Robot bergeming seolah meyakinkan diri bahwa ia tiba di ruangan yang benar. Dengan melaju sedikit saja, robot tiba di depan lilin. Terdengar koor yang kompak, “Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga...” Belum selesai bait itu dinyanyikan, Bilah kipas di depan robot berputar dan lilin pun padam.
Robot itu bernama Warfire, buatan tim Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Robot dengan roda seperti tank itu turut berkompetisi dalam Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) 2011 kategori robot beroda di Yogyakarta pada pertengahan Juni lalu.
Seru, ketika menyaksikan robot-robot kontes menjalankan tugasnya dengan lancar. Tapi dalam KRCI 2011, tidak setiap robot mampu melakukan itu. Pada beberapa babak pertandingan, robot hanya berputar-putar dalam labirin tanpa arah yang jelas. Beberapa robot terus-terusan terjungkal akibat polisi tidur, yang dipasang dalam labirin, membuat anggota tim terus-terusan meminta diulang—beberapa peserta memilih untuk menyerah. Sementara itu, di kategori lain, yakni kategori robot battle, tema yang diangkat cukup populer: sepak bola. Robot yang mulai dijalankan di garis gawang harus bergerak menuju bola, yang berada di tengah lapangan, dan mencetak gol ke gawang lawan. Terdengar sepele?
Nyatanya, dalam kategori robot battle ini tak banyak robot yang berhasil mencetak gol. Seringnya, robot terjatuh, membuat peserta kontes yang menunggu di garis gawang bangkit dan memungutnya. Beberapa robot bisa bangkit sendiri, tapi kemudian kehilangan arah—ada yang bergerak ke arah gawang sendiri, ada yang bergerak ke sisi lapangan, membuat pemiliknya geleng-geleng kepala. “Robot yang disuruh jalan saja susah, ini disuruh lari,” kata Endra Pitowarno, wasit pertandingan, kepada saya setengah berteriak berusaha mengalahkan kebisingan di dalam “stadion”.!break!
Tetapi pertandingan jadi sangat asyik ditonton ketika robot berhasil mendekati bola, menggiringnya ke gawang, dan mencetak gol. Tetapi, jangan bayangkan robot menggiring atau menendang bola bagai Lionel Messi. Jalan perlahan saja mereka limbung. Ketika berlari, mereka menekuk lutut, separuh berjongkok, lalu maju cepat dengan langkah pendek-pendek.
“Apa yang menarik, Mas?”tiba-tiba orang yang berdiri di samping saya menyapa. Saat itu saya sedang menyaksikan robot penari, yang mengenakan kostum adat Jawa Tengah lengkap dengan topengnya, beraksi di panggung dalam Kontes Robot Seni Indonesia (KRSI) yang digelar bersamaan dengan KRCI. “Kostumnya,” saya bilang. Eril Mozef, salah satu juri KRCI 2011, yang tadi menyapa saya tertawa lalu berkata, “Itu salah satunya. Mungkin karena itu juga hampir di setiap tim robot seni ada anggotanya yang wanita,” ujarnya. “Kalau saya lihat, gerakan robotnya juga sudah semakin baik,” tambah Eril. Robot-robot di panggung saat itu sedang menari Klono Topeng, sebuah tarian asal Yogyakarta. Saya memang cukup kagum melihat beberapa gerakan luwes robot.
Eril mengatakan, KRSI akan diproyeksikan sebagai kontes internasional. “Kontes seperti ini baru ada di Indonesia. Kita yang akan meng-undang peserta dari luar negeri untuk ikut kontes robot seni. Jangan jadi juara di luar negeri saja,“ kata pria berkacamata ini sambil tersenyum sebelum permisi untuk menjuri.
Tim robotika Indonesia punya catatan baik dalam kompetisi-kompetisi internasional. Salah satu anggota tim Aqabah yang meraih juara pertama dalam KRCI 2011 kategori robot beroda adalah Samratul Fuady. Dua bulan sebelum KRCI, pemuda jurusan Teknik Elektro angkatan 2007 itu meraih emas di 18th Trinity College Fire Fighting Home Robot Contest kategori Fire Fighting, di Amerika Serikat.!break!
Pada kontes di Hartford, Connecticut, tim juara asal Indonesia bukan hanya ITB. Dua tim lain dari Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung dan UGM, juga memperoleh penghargaan bergengsi. Robot Unikom menjadi juara dalam kategori RoboWaiter, kontes pembuatan robot “pelayan restoran”. Sementara UGM menjadi juara dalam kategori Senior Wheeled Robot.
Unikom malah menyabet gelar di kompetisi lain yang diadakan nyaris bersamaan. Saat berangkat ke Trinity College, mereka juga mampir ke RoboGames 2011 yang digelar di San Fransisco. Dalam ajang itu, mereka mempertahankan medali emas untuk kategori Fire Fighting, yang sudah mereka pegang sejak tahun 2009, dan membawa pulang emas untuk kategori Ribbon Climber. Kenapa tim dari Indonesia sering menang di kontes luar negeri? “Kompetisi di sini selalu kompetitif. Setiap tahun, kompetisi selalu dipersulit. Di KRCI, polisi tidurnya lebih tinggi, furnitur, serta kertas merah dipasang di dinding untuk mengganggu sistem pengukuran jarak,” jelas Eril. Samratul membenarkan itu. “Di Trinity, rintangan seperti itu pilihan. Kalau kita ambil dan berhasil mengatasi, kita dapat poin tambahan. Tetapi kalau gagal, poin dikurangi. Di sini, semua wajib.”
Di masa depan, Ketua Panitia KRN 2011 Arif Wibisono menegaskan, kontes seperti ini seharusnya bisa menghasilkan sesuatu yang lebih berguna. “Mungkin di tahun-tahun mendatang kita kembangkan kontes robot ke bidang lain: keamanan, rumah tangga, dan industri.”!break!
“Maaf ya kalau nanti lihat ruangan kami seperti baru kejatuhan meteor.” Pesan singkat itu dikirim Yusrila, Kepala Divisi Robotika Unikom, saat saya menuju laboratoriumnya di Jalan Dipatiukur, Bandung. Nyatanya, memang demikian. Ada dua kotak labirin seukuran 3x3 meter yang dindingnya dihiasi sisa-sisa stiker. Meja-meja diatur sekenanya, di atasnya berserakan berbagai peralatan, seperti obeng, chip, dan baut, menemani sebuah robot dan layar monitor. Sementara itu, di sudut lain ruangan, ada kasur lembap dengan seprai berantakan tertumpuk tak rapi. “Mereka jarang pulang. Ruangan ini sudah jadi tempat tinggal mereka,” tutur Rodi Hartono, rekan Yusrila yang pernah mencicipi rasanya jadi pemenang dalam RoboGames 2009.
Dalam pertemuan itu Yus mengutarakan harapannya, “Tim robot jangan cuma jadi juara kompetisi. Risetnya harus bisa dirasakan mas-yarakat,” ujarnya. Pertanyaannya: masyarakat seperti apa yang bisa merasakan hasil riset itu? Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan jumlah pengangguran mencapai 8,32 juta orang, sekitar 7,14 persen dari 237.556.363 jiwa di Indonesia. Angkatan kerja di Indonesia berjumlah 116,5 juta, sedangkan jumlah kesempatan kerja 108,2 juta. “Kita harus bekerja keras mengurangi pengangguran,” ujar Presiden dalam pidato pencanangan Gerakan Kewirausahaan Nasional pada awal tahun ini.