Gelora Amukan Baskara

By , Selasa, 22 Mei 2012 | 10:31 WIB

Kamis, 1 September 1859, seorang pembuat bir dan astronom amatir berusia 33 tahun bernama Richard Carrington menaiki tangga menuju ruang observatorium pribadinya dekat kota London, membuka celah kubah, dan seperti kebiasaanya di pagi yang cerah, menyetel teleskopnya untuk memproyeksikan matahari seukuran 28 sentimeter di layar. Dia sedang menelusuri bintik matahari di sepotong kertas, ketika “dua bidang cahaya putih yang sangat terang” tiba-tiba muncul di tengah-tengah sebuah kumpulan besar bintik matahari. Saat yang bersamaan, jarum magnetometer yang tergantung pada benang sutra di Observatory Kew, London, mulai bergerak tak beraturan. Sebelum fajar keesokan harinya, sinar aurora luas berwarna merah, hijau dan ungu menyelimuti langit hingga ke Hawaii dan Panama. Mengira bahwa matahari sudah terbit, para peserta kemah di Rocky Mountains, bangun dan mulai memasak sarapan.

Suar yang diobservasi Carrington menandakan terjadinya badai super matahari—sebuah ledakan elektromagnetik dahsyat yang mengirimkan miliaran ton partikel bertenaga ke arah Bumi. Ketika gelombang kasat mata bertabrakan dengan bidang magnet bumi, pun terjadi lonjakan arus listrik sehingga mengenai jalur telegram. Ledakan menghentikan kegiatan di beberapa stasiun, namun para operator telegram di tempat lain mengetahui bahwa mereka dapat melepaskan baterai dan beroperasi kembali menggunakan geomagnetik listrik saja. “Kami sedang bekerja menggunakan arus listrik dari sinar Aurora Borealis saja,” seorang operator telegram di Boston memberi pesan ke operator di Portland, Maine. “Bagaimana tampilan pesan saya?”

“Lebih baik daripada dengan baterai,” balas operator Portland.

Operator sistem komunikasi dan jaringan listrik masa kini tak dapat tenang-tenang saja. Belum pernah terjadi lagi badai super matahari sekuat kejadian 1859, sehingga sulit untuk menghitung akibat apa yang mungkin terjadi dari badai sejenis di dunia sekarang yang sangat tergantung pada listrik. Sebuah petunjuk bisa dilihat pada padamnya listrik di Quebec, 13 Maret 1989, ketika suatu badai matahari berkekuatan kira-kira dua-pertiga kejadian Carrington memadamkan jaringan listrik yang melayani lebih dari enam juta pelanggan selama kurang dari dua menit. Sebuah badai sekelas Carrington akan membakar transformer lebih banyak dari jumlah cadangan, mengakibatkan jutaan orang tanpa lampu, air minum, pengolahan air limbah, pemanas, pendingin ruangan, bahan bakar, layanan telepon, atau makanan dan obat-obatan yang tak tahan lama selama berbulan-bulan sepanjang waktu yang diperlukan untuk membuat dan memasang transformer yang baru. Sebuah laporan National Academy of Sciences yang baru-baru ini memperkirakan bahwa badai seperti itu dapat merusak perekonomian sebesar 20 kali dari kerusakan badai Katrina. Biaya yang dibutuhkan sebesar satu hingga dua triliun dolar hanya pada tahun pertama dan membutuhkan satu dekade untuk pemulihan.

“Kami hanya dapat memprediksikan apa yang akan terjadi di matahari kurang dari beberapa hari sebelumnya,” keluh Karel Schrijver dari Lockheed Martin Solar and Astrophysics Laboratory. Dengan perkiraan bahwa periode aktivitas matahari maksimum akan dimulai tahun ini, pusat-pusat penelitian cuaca antariksa menambah staf dan berharap untuk yang terbaik. !break!

“Kami berusaha memahami bagaimana cuaca antariksa berdampak ke masyarakat,” kata Schrijver. “Tindakan bermoral ketika Anda sudah mengidentifikasi ancaman sebesar ini adalah bersiap-siap. Jika tidak melakukannya, ada konsekuensi yang mengerikan.”

Tidak Banyak sefamiliar matahari, namun tidak banyak pula yang tampak sangat aneh. Lihatlah dengan sebuah teleskop matahari. Piringan kuning itu bertransformasi menjadi sebuah dunia ajaib yang dinamis, di mana letupan plasma matahari seukuran planet melesat ke angkasa hitam seperti ubur-ubur bersinar, dan masuk kembali ke dalam matahari beberapa jam atau hari kemudian.

Memang itulah yang terjadi. Bukan padatan, cairan, ataupun gas yang membentuk matahari, namun plasma, “wujud zat yang keempat”, yang terbentuk ketika atom diubah menjadi hanya proton dan elektron. Seluruh partikel bertenaga tersebut menjadikan plasma matahari sebuah konduktor listrik yang baik. Matahari juga dipenuhi oleh bidang magnetik. Hampir semuanya berada di dalam lingkar matahari yang besar, namun beberapa bidang yang tebalnya seukuran dengan diameter bumi muncul di permukaan sebagai bintik matahari. Daya tarik magnet ini menyebabkan gerakan yang meliuk-liuk di lapisan atmosfer matahari dan menghasilkan angin radiasi matahari, menyemburkan sejuta ton plasma setiap detiknya dengan kecepatan 700 km/detik.

Penyebab semua aktivitas ini adalah inti matahari—sebuah pergolakan lapisan plasma bersuhu 15 juta derajat celcius yang kepadatannya enam kali kepadatan emas—meleburkan 700 juta ton proton menjadi inti helium setiap detik, mengeluarkan energi sekuat 10 juta miliar bom hidrogen. Inti berdenyut perlahan. Terjadilah ritme lain, dari siklus sebelas tahunan bintik matahari hingga ritme berabad-abad.

Energi hasil peleburan di dalam inti matahari dibawa keluar oleh foton berenergi tinggi. Zat yang sangat padat pada zona radiasi ini membutuhkan lebih dari 100.000 tahun untuk foton tiba pada zona konveksi. Setelah kira-kira sebulan atau lebih, foton muncul di lapisan fotosfer, bagian matahari yang kita lihat. Dari sana, hanya perlu delapan menit untuk mencapai Bumi sebagai sinar matahari.!break!

Perapian termonuklir raksasa ini sangat gaduh. “Matahari berbunyi sepert bel dengan jutaan suara yang berbeda,” catat Mark Miesch dari National Center for Atmospheric Research  di Colorado. Suara-suara ini menghasilkan gejolak di permukaan matahari, dipelajari oleh para ilmuwan untuk memetakan kedalaman arus-arus di zona konveksi, suatu disiplin ilmu yang disebut helioseismologi. Sensor pada satelit Solar Dynamics Observatory milik NASA baru-baru ini membuat para peneliti Stanford University mendeteksi ikatan magnetik 65.000 kilometer di bawah permukaan matahari. Beberapa hari kemudian, sensor pada satelit itu memprediksi kejadian ini sebagai bintik matahari.

Data tersebut memberikan informasi berharga tentang bagaimana badai matahari terjadi. Matahari bak dinamo dengan aliran bidang magnet global mengelilinginya dari kutub ke kutub. Aliran bidang magnet lokal, terjalin dengan plasma di zona konveksi, berkelit, dan berliku menembus permukaan, membentuk lingkaran yang terlihat karena plasma panas yang bersinar. Ketika lingkaran bertabrakan, terjadilah korsleting, menyebabkan ledakan plasma nan hebat yang dinamakan suar matahari. Suar itu memuntahkan sinar-X dan Gamma ke angkasa dan mempercepat laju partikel bertenaga hingga hampir seperti kecepatan cahaya.

Kejadian Carrington merupakan sebuah suar kuat matahari yang menghasilkan pasangan lontaran massa korona (Coronal Mass Ejection/CME)—ledakan besar plasma panas bersifat magnetik yang dimuntahkan ke angkasa. CME pertama mungkin mencapai Bumi dalam jangka waktu normal sekitar 40 hingga 60 jam. Kemudian, membuat jalur pada angin radiasi matahari sehingga yang kedua hanya perlu menempuh waktu 17 jam. Dampak kombinasi lontaran ini menekan magnetosfer Bumi—bidang magnet Bumi yang berinteraksi dengan angin radiasi matahari—berkurang dari ketinggian normal 60.000 kilometer hingga 7.000 kilometer. Partikel bertenaga memasuki lapisan atas atmosfer menciptakan aurora di banyak bagian Bumi. Bahkan, beberapa orang menyangka terjadi kebakaran di kota mereka.