Nusa Nan Resah

By , Selasa, 23 April 2013 | 15:37 WIB

DHC Dash 7, pesawat mungil ber­penumpang sekitar 40 orang ini membawa saya keluar dari bentang­an saput awan, mendekati rupa bumi Sulawesi Selatan. Saat sedang ke­asyikan memandangi bentang alam bertatah hijau perbukitan, muncullah pemandangan me­nakjubkan.

Tasik biru pekat terhampar di depan mata, menguarkan kharisma penuh misteri. Bisingnya mesin tak lagi terhiraukan. Napas saya tertahan. Inilah Matano, danau yang lahir empat juta tahun silam.

“Matano memiliki lebih banyak spesies ikan endemik dibandingkan danau lainnya di Sulawesi,” ungkap Lukman, peneliti Limnologi LIPI. “Lihat saja ikan-ikan Thelmaterina, tubuh­nya berwarna-warni, mirip ikan laut. Padahal, ikan danau di tempat lainnya rata-rata berwarna gelap, hitam atau cokelat,” paparnya.

Haryadi Permana, Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI yang setelah itu saya temui di Bandung menjelaskan, Matano adalah danau yang terbentuk akibat pergerakan sesar yang saling bergesekan, hingga detik ini.

“Danau ini seperti disobek dan ambles karena sesarnya bergerak,” ungkapnya sambil meniru per­gerakan sesar dengan kedua lengannya. Bagi­an utara danau bergeser ke kiri, sementara bagi­an selatan bergerak ke kanan sekaligus me­nariknya ke bawah.

“Matano bukanlah danau yang simetris. Di satu sisi, dia memiliki kedalaman hingga 700 meter,” lanjutnya. Titik dasar danau ini bahkan melebihi permukaan laut yang mengelilingi pulau tempatnya ber­semayam.  Layaklah jika Matano mendapat titel danau terdalam keenam di dunia.

Matano hanya sebagian kecil dari daya tarik Pulau Sulawesi yang menjadi magnet bagi para peneliti geologi serta biologi karena karakteristiknya, yang bisa ditelusuri hingga puluhan juta tahun silam. Pada kala Paleosen, sekitar 60 juta tahun yang lalu, sebuah dataran memanjang mulai memecahkan diri dari sisi timur Kalimantan.

Kini, bagian itu telah menjelma menjadi se­bagian dari Pulau Sulawesi. Tepatnya Sulawesi terselatan, hingga sekitar Kota Masamba yang berbatasan dengan Sulawesi Tengah.!break!

Jika dari Masamba perjalanan diteruskan ke arah timur hingga tiba di kompleks danau-danau di Malili termasuk Matano, kita telah ber­jalan di atas batuan dengan zona berbeda. Puluhan juta tahun silam, daratan ini muncul dari dalam laut akibat penujaman lempeng bumi di bagian selatan.

Lima belas juta tahun yang lalu, Pulau Buton di tenggara Sulawesi merupakan bagian dari kepala burung Papua, melarikan diri bersama kumpulan pulau yang kita kenal kini dengan nama Kepulauan Banggai, di lengan bawah Provinsi Sulawesi Tengah.

Manado terletak di daratan yang lahir akibat pe­nujaman lempeng di bagian utara garis Khatu­listiwa, dalam kisaran waktu sama dan pernah bersisian dengan Pulau Luzon, Filipina, sekitar 45 juta tahun silam. Hal-hal di atas belumlah cukup untuk me­mapar­kan daftar panjang keunikan lanskap pulau ini.

Hingga kini, Sulawesi masih ber­sengkelit di bawah tekanan lempeng-lempeng raksasa: Eurasia, Indo-Australia, serta Lempeng Pasifik. Belum lagi sesar atau patahan yang meng­gores sekujur tubuhnya.

“Tabrakan sesar menghasilkan pegunungan tinggi, sampai 3.000 meter di atas permukaan laut,” ujar Haryadi. Akibatnya, pulau yang selalu resah ini memiliki bentang alam yang sangat ekstrem, dengan celah serta lembah yang amat dalam dan sempit.