Pemburu Unsur

By , Senin, 22 Juli 2013 | 14:10 WIB

Pada suatu malam musim gugur di dubna, saya dan juru bahasa mengetuk pintu rumah Oganessian. Awan salju menggantung rendah di langit; burung gagak berlompatan di sekeliling lampu jalan. Oganessian meminjami kami sandal dan mengajak kami ke ruang makan, lalu menyuguhkan teh.

Setelah teh habis, kami minum kopi, lalu anggur Armenia buatan sendiri. Kami membicarakan musik rakyat Amerika, anak masing-masing, dan perjalanan kami. Setelah beberapa lama, kami mulai membicarakan perjalanan Oganessian menuju pulau stabilitas.

Sewaktu dia masih muda, pulau itu tampak mustahil dicapai. Saat itu, lab Berkeley dan Dubna sudah berhasil membuat hingga unsur 106, dengan cara menembakkan nukleus ringan pada nukleus berat dengan sangat kuat sehingga terjadi fusi yang membentuk satu nukleus superberat. Tetapi, setelah unsur 106, tabrakan itu menimbulkan energi begitu besar sehingga nukleus baru itu tercerai-berai bahkan sebelum terbentuk.

Pada 1974, Oganessian mengusulkan bahwa proyektil yang agak lebih berat dan target lebih ringan mungkin akan menghasilkan tumbukan yang lebih lembut dan membuahkan hasil. Sebuah lab di Darmstadt, Jerman, menyambar ide itu untuk membuat unsur 107 hingga 112.

Lab Dubna kemudian mengalami masa-masa sulit. Flerov wafat pada 1990; Uni Soviet runtuh setahun kemudian. Lab tak mampu menggaji para penelitinya sampai berbulan-bulan. Mereka mengumpulkan jamur di hutan; menangkap ikan di Sungai Volga. Saat itu, Oganessian sudah menjadi kepala lab. Sebenarnya dia bisa saja mengarahkan lab ke sasaran yang lebih praktis. Tetapi, dia memutuskan untuk maju terus, menuju unsur 114—pantai terdekat di pulau stabilitas.!break!

Untuk membuat unsur 114, Oganessian menembakkan kalsium (dengan 20 proton) pada plutonium (dengan 94). Siklotronnya mampu melakukan itu. Tetapi, dia memerlukan isotop langka kalsium dan plutonium, yang memiliki cukup neutron tambahan untuk mengikat 114 proton. Dia membujuk para fisikawan Amerika di Lawrence Livermore National Laboratory di California, untuk memberinya 20 milligram plutonium.

Menurut rencananya, siklotron akan menembakkan berkas kalsium pada sepersepuluh kecepatan cahaya pada lembar logam yang dilapisi plutonium berharga itu. Di antara triliunan atom yang terpancar di baliknya—lembar itu lebih tipis daripada rambut—Oganessian memperkirakan paling banyak ada satu atom unsur 114. Timnya, bersama tim Livermore, menciptakan detektor baru untuk menemukannya.

Mereka menyalakan siklotron itu pada bulan November 1998. Per­cobaan ini memerlukan pengawasan terus-menerus, siang-malam. “Andai siklotron ini manusia, sekarang dia sudah tua renta,” kata seorang teknisi lab kepada saya. Pada akhir November, siklotron menghasilkan satu atom unsur 114.

Atom itu hanya bertahan beberapa detik—tetapi itu ribuan kali lebih lama daripada yang semestinya, andai tidak ada pulau stabilitas, dan hasil ini membuktikan bahwa metode kalsium ini berhasil. Sejak itu, Dubna dan lab lain telah berhasil membuat unsur 115, 116, 117, dan 118. Mereka masih jauh dari puncak pulau, yaitu unsur yang dapat bertahan hingga bertahun-tahun.

Musim semi lalu, unsur itu secara resmi dimasukkan ke tabel periodik dan dinamai: flerovium. (Unsur 116 dinamai livermorium.) Beberapa bulan kemudian, saya menanyakan hal yang gamblang: Apakah Oganessian tidak ingin pensiun, pada usia 80 tahun? “Kita telah menemukan pulau itu,” jawabnya. “Sekarang waktunya kita menjelajahinya, berjalan-jalan di pantai barat.” Harus ada yang memahami perilaku unsur-unsur baru ini. Oganessian belum mau pensiun dulu.

Ahli ekologi Rob Dunn menulis tentang daun dalam edisi Oktober 2012. Max Aguilera-Hellweg memotret robot untuk majalah ini pada bulan Agustus 2011.