Cadas yang Mustahil

By , Rabu, 18 Desember 2013 | 11:21 WIB

"Boleh saya melihat-lihat?" tanya Alex kepada warga desa.

Kami berdiri bersama se­kelom­pok nelayan di depan masjid kecil di Oman utara. Bangunan cat putih berderet di pantai kerikil. Di balik desa itu, tebing terjal menjulang 900 meter, berkilauan di bawah matahari siang yang terik.

"Anda boleh melakukan apa saja," kata Taha Abdullah Saif Althouri, mewakili kelompok itu.

Tidak ada jalan di desa ini, yang terletak di pangkal jalur air yang dalam, dan mirip fyord di Semenanjung Musandam yang terpencil. Satu-satunya cara mencapai tempat ini adalah naik perahu, dan demikianlah kami kemari.

Menjorok jauh ke jalur kapal minyak teramai di dunia, semenanjung ini hanya terletak 40 kilometer dari Iran, dan jadi salah satu lokasi militer paling strategis di dunia. Namun, selama berabad-abad, tempat ini tak terjangkau, tak terlalu dikenal, dan jarang dikunjungi orang.

Sementara Alex berjalan-jalan, kami men­­­­­jelas­kan kepada para nelayan bahwa kami adalah pemanjat tebing profesional yang ingin men­jelajahi potensi tempat ini. Mereka, yang me­ngenakan dishdasha (pakaian khas Timur Tengah) putih dan cokelat, me­ngepulkan pipa dan mengangguk. Semenanjung bergunung yang mereka huni ini merupakan labirin teluk dan fyord rumit, yang disebut khor. Baru sedikit pemanjat yang pernah menyentuh tebing batu gamping yang terjal di sini. Tim kami ber­anggota enam orang, termasuk dua orang pe­manjat muda terbaik di dunia, Alex Honnold dan Hazel Findlay. Taha bercerita bahwa desa ini, yang bernama Sibi, dihuni oleh belasan keluarga yang marganya sama, Althouri.

Tiba-tiba salah seorang lelaki itu berhenti melangkah, menunjuk tebing yang menjulang, dan berteriak-teriak. Tiga ratus meter di atas kami Alex sedang memanjat, mirip semut, merayap dan menaiki tembok batu. Orang-orang Althouri gempar.

"Apa kata mereka?" saya bertanya kepada pe­nerjemah kami."Sulit dijelaskan," jawabnya. "Tapi pada inti­nya, mereka mengira Alex tukang sulap."

Saya bisa memahami sebabnya. Bagi saya pun, keterampilan Alex sulit dicerna. Tetapi, demikian pula pemandangan di sini: Selama 28 tahun memanjat, saya belum pernah melihat formasi batu yang menakjubkan seperti ini. Di beberapa tempat, daratan mencuat langsung dari samudra, berbentuk sirip setajam pisau.

Karena dekat dengan laut, tebing ini cocok untuk panjat tebing solo tepian air-dalam (deepwater soloing), genre panjat khusus di mana pemanjat akan memanjat setinggi-tingginya, kemudian terjun begitu saja ke dalam air. Terdengar tak berbahaya, tetapi jatuh ke air tanpa kendali dapat menyebabkan cedera berat, bahkan kematian.!break!

Kami menyewa katamaran dengan panjang sekitar 13,5 meter sebagai markas bergerak. Selain Alex dan Hazel, dalam tim kami ada fotografer Jimmy Chin, pembuat film Renan Ozturk, dan juru ikat (rigger) Mikey Schaefer. Salah satu tempat yang kami duga cocok dikunjungi dengan perahu adalah As Salamah, pulau tak berpenghuni di Selat Hormuz.

"Terlalu dekat dengan Iran," kata pemandu kami, Abdullah Said al Busaidi, polisi veteran dari Muskat, ibu kota Oman. Di balik kabut tebal, kami melihat bayangan tanker minyak besar-besar di selat. Di dekat sana, puluhan perahu motor lalu-lalang, geladaknya berisi tumpukan peti tinggi-tinggi."Penyelundup," kata Abdullah.

Sanksi PBB terhadap Iran mengakibatkan kekurangan barang seperti rokok, lemari es, dan televisi layar datar, serta persediaan makanan dan obat-obatan. Karena Khasab, kota terbesar di wilayah itu, hanya sejam perjalanan perahu motor dari Iran, dan 200 kilometer lewat jalan raya dari Dubai, pasar gelap pun ramai di sini.