Fajar Jagat Raya

By , Kamis, 20 Maret 2014 | 13:37 WIB

Segera jelas bagi ketiga pihak internasional itu, bahwa dengan bekerja sama, mereka dapat membangun satu susunan yang jauh lebih kuat daripada yang dapat dibuat sendiri-sendiri. Pada 1999, National Science Foundation dan ESO menandatangani perjanjian untuk bekerja sama. Mereka menyepakati rencana agar setiap pihak menyumbang 32 antena, masing-masing berdiameter 12 meter. Pihak Jepang sepakat untuk menyediakan 16 antena lagi sebagai susunan pelengkap.

Demikianlah awal dari upaya selama ham­pir dua dasawarsa untuk mengubah sa­lah satu tempat tersepi di dunia menjadi ob­ser­­vatorium modern yang ramai. Ranjau darat yang ditanam puluhan tahun lalu oleh militer Cili untuk mencegah serangan dari Bolivia di utara, harus dicari dan disingkirkan. Diperlukan negosiasi berlarut-larut untuk mem­bujuk perusahaan minyak yang berencana memasang jalur pipa melalui tempat itu un­tuk memindahkan jalurnya. Desain antena purwa­rupa diubah setelah pengujian di New Mexico. Biaya menumpuk. Pertengkaran terjadi dan diselesaikan. NRAO dan ESO tidak mencapai kata sepakat tentang desain antena, sebagian karena masing-masing ingin mendukung pabrikan di negara anggotanya sendiri. Akhir­nya mereka memilih dua desain dan dua pe­masok untuk jatah antena masing-masing, dikurangi menjadi 25 dari setiap bagian itu. Lalu, masih ada lagi kota kecil San Pedro itu, yang cuma punya dua kabel telepon dan satu SPBU. “Kami harus mem­bangun kota kecil di lereng gunung di negeri antah-berantah,” kata Al Wootten dari NRAO, yang merupakan kepala ilmuwan Amerika Utara dalam proyek itu.

Antena pertama—yang beratnya hampir seratus ton—tiba dari AS di pelabuhan Anto­fagasta di Cili pada April 2007. Dikawal oleh konvoi mobil polisi, truk membawa piringan raksasa itu menaiki gunung. Perjalan­an­nya sesekali terganggu oleh kawanan llama yang digiring menyeberangi jalan.

Selama lima tahun selanjutnya, piringan terus berdatangan. Memasangnya agar bekerja sama sebagai satu teleskop memerlukan ketelitian yang luar biasa. Semua harus berputar serentak saat diperintahkan, dan mengarah ke target yang sama di langit dalam selisih waktu hanya satu setengah detik. Untuk menggabungkan sinyal secara padu, di tempat itu harus dipasang superkomputer besar. Superkomputer ini mampu menyesuaikan jarak yang ditempuh sinyal itu melalui kabel dari antena ke pusat pengolahan dengan tingkat presisi hingga seukuran lebar rambut manusia. Hal ini di­laku­kan sambil mengimbangi pemuaian dan penyusutan kabel akibat fluktuasi suhu.!break!

Pada pagi April yang cerah, pemandangan luas dataran tinggi itu merupakan perpaduan antara kuno dan modern. Tanah cokelat itu dihiasi piringan-piringan putih yang tampak mungil pada latar biru langit tak bertepi. Dioperasikan secara jarak jauh dari kemah induk, semua berputar anggun secara serentak saat tombol ditekan, seakan-akan bobot mereka begitu ringan. Dua pengangkut 28 roda yang dibuat khusus, dijuluki Otto dan Lore, siap memindahkan piringan ke lokasi baru di dataran tinggi itu sesuai keperluan.

Ketika diresmikan pada Maret 2013, Atacama Large Millimeter/submillimeter Array—ALMA—sudah mulai memenuhi harapan. Pada tahun sebelumnya, dengan hanya 16 antena yang beroperasi, para peneliti pimpinan Joaquin Vieira dari Caltech mengintip ke 26 galaksi di kejauhan, yang menampakkan ledakan-ledak­an pembentukan bintang lewat ALMA. Mereka terkejut saat mendapati bahwa galaksi itu berjarak rata-rata 11,7 miliar tahun cahaya dari Bumi, yang berarti produksi bintang sudah berlangsung saat alam semesta baru berusia dua miliar tahun. Sebelumnya, orang mengira kelahiran bintang yang gencar itu dimulai setidaknya satu miliar tahun kemudian.

Sebagaimana yang diharapkan, ALMA juga membantu para peneliti memahami cara kelahiran planet. Tahun lalu, mereka melaporkan citra ALMA tentang piringan debu yang mengitari sebuah bintang muda. Citra itu menampakkan sesuatu yang sepertinya pe­rangkap debu di dalam piringan itu: suatu wilayah terlindung, tempat butir-butir kecil debu dapat saling menempel dan, butir demi butir, berkembang cukup besar untuk menjadi bibit planet. Inilah pertama kalinya kita melihat awal proses pembentukan planet.

Pengamatan ini baru permulaan. Saat semua antena mulai beroperasi tahun ini, ALMA akan menghasilkan detail yang semakin halus tentang galaksi dan sistem bintang. Mata kita akan ter­buka pada alam semesta yang tak terlihat.