Ikan Agam

By , Jumat, 27 Juni 2014 | 13:15 WIB

Sayangnya, sesukses apa pun perkawinannya, mustahil populasi kerapu kembali seperti sebe­lumnya. Koenig menyatakan, kan­dungan air raksa dalam air laut menyebabkan “dampak beracun tersembunyi. Ikan dewasa mengidap patologi nyata—lesi di hati—akibat tingginya kadar air raksa,” terangnya. Berarti, selain kemungkinan turut menurunkan jumlah ikan, ini membuatnya tidak aman disantap. “Apa mau dikata, semua tangkapan sepanjang lebih dari satu meter,” kata Don DeMaria, mantan nelayan komersial yang kini membantu upaya konservasi, “terpaksa kami buang.”

Masa depan kerapu juga bergantung pada hutan bakau, tempat ikan ini hidup di antara akar pohon sampai berusia sekitar lima tahun. Pembangunan pesisir, pertanian, dan pencemaran mengancam habitat perairan dangkal itu.

Pada akhirnya, baik nelayan maupun ahli bio­logi, dan bahkan pejabat pemerintah, meng­inginkan hal yang sama: populasi kerapu yang cukup besar dan kuat untuk men­datangkan pe­nyelam dan pemancing, tanpa meng­hancur­kan populasinya. Sementara perdebatan ber­lanjut, sang kerapu terus berdebum di negeri bawah air. Ikan besar ini juga ingin didengar suaranya.