Pencarian Lebah Super

By , Kamis, 16 April 2015 | 17:16 WIB

Frater Adam pasti sadar bahwa dia memilih saat yang nahas untuk menjadi peternak lebah. Saat itu tahun 1915, dan dia masih menjadi novis berusia 16 tahun di Biara Buckfast di Inggris barat daya. Cepatnya kematian kawanan lebah telah tercatat selama berabad-abad, namun bencana yang dihadapi pendeta muda itu belum pernah terjadi sebelumnya. Penyakit misterius telah memorak-porandakan hampir semua apiari di Pulau

Wight dan kini menghancurkan bagian Inggris lainnya. Frater Adam mendapati sarang lebahnya tiba-tiba kosong, penghuninya merangkak di bawahnya, tidak bisa terbang. Tahun itu 29 dari 45 kawanan lebah yang dimiliki oleh biara itu musnah.

Para ilmuwan akhirnya menemukan bahwa penyakit itu disebabkan virus yang tidak dikenal sebelumnya. Sayangnya penelitian itu terlambat untuk menyelamatkan lebah cokelat tua yang asli Inggris. Hampir semua lebah yang tersisa merupakan hasil persilangan, keturunan lebah lokal yang kawin dengan ratu yang didatangkan dari luar. Keunggulan lebah hibrida ini membuat Frater Adam berpikir untuk membiakkan lebah tahan penyakit.

Pada 1950, setelah bertahun-tahun persiapan, dia akhirnya mendapat kesempatan. Dengan mengendarai mobil tua milik biara, selama 37 tahun selanjutnya dia melakukan perjalanan melintasi Eropa, Timur Tengah, dan Afrika, mengumpulkan lebih dari 1.500 ratu: lebah pekerja keras Turki utara, lebah Kreta yang sangat beragam, lebah terisolasi dari oasis Sahara, lebah hitam legam dari Maroko, lebah oranye kecil Sungai Nil, lebah yang kabarnya jinak dari Gunung Kilimanjaro. Dia membawa kumpulan binatang eksotis tersebut ke tempat terpencil di tanah kerangas Inggris, jauh dari lebah lain yang memiliki gen yang tidak diinginkan. Setelah melakukan pemuliaan panjang seorang diri, dia menciptakan lebah Buckfast—lebah super, demikian julukan yang segera disandangnya. Lebah kuat dan berwarna cokelat ini jarang menyengat, sangat produktif, dan tahan terhadap penyakit Pulau Wight. Pada tahun 1980-an lebah Buckfast dijual ke seluruh dunia. Jarang orang yang menjadi pemulia lebah. Frater Adam menjadi sesuatu yang langka: selebriti apikultur.

!break!

Sayangnya lebah kembali mengalami serangan. Sejenis tungau Asia dengan nama seram Varroa destructor menyerang Eropa dan Amerika. “Hanya ras atau galur yang memiliki gen bagus dan sepenuhnya tahan hama,” kata Frater Adam pada 1991, yang akan menjadi “jawaban pamungkas terhadap ancaman ini.” Apa mau dikata, sebelum dia mulai bekerja, kepala biara Buckfast yang meyakini bahwa ketenaran Frater Adam dapat merusak kebersihan hatinya mencopotnya dari posisi tersebut. Dia meninggal dalam keadaan kecewa pada 1996. “Tidak ada yang benar-benar meng­gantikan tempatnya di biara tersebut,” kata Clare Densley, yang dua tahun lalu memulai kembali kegiatan perlebahan Buckfast yang masyhur itu.

Sementara itu, keadaan Lebah-istan makin memburuk. Pada 2007, laporan “gangguan kehancuran koloni”—kematian mengerikan seluruh koloni secara cepat—mendadak menjamur di seantero Eropa dan Amerika. Media massa menyebutnya sebagai “ancaman bagi pertanian global” dan “bencana terbesar bagi planet ini”. Tajuk berita tersebut tidak ber­lebihan: Penyerbukan serangga, sebagian besar dilakukan lebah, sangat penting bagi sepertiga pasokan pangan dunia.

Peneliti lebah, banyak yang terinspirasi oleh Frater Adam, berusaha mengungkap misteri kehancuran koloni ini. Sebagian besar me­nyimpulkan bahwa itu bukan masalah tunggal, seperti yang semula diduga, melainkan kom­binasi maut dari hama, patogen, hilangnya habitat, dan bahan kimia beracun; tungau varroa merupakan salah satu komponen penting. Kebanyakan peternak lebah skala besar sekarang menggunakan pestisida untuk membunuh tungau—tetapi ini hanya solusi sementara. Untuk menghindari bahan kimia, beberapa peneliti lebah kembali ke pendekatan Frater Adam: Lebah Super Versi 2.0. Hanya saja, kali ini mereka memanfaatkan ilmu pe­ngetahuan modern, termasuk modifikasi genetis. Sementara ada pula yang mendukung pendekatan yang berlawanan, salah satunya bahkan lebih alami daripada metode Frater Adam. Tanpa bahan kimia, tanpa manipulasi—biarkan lebah berevolusi sendiri!

 !break!

Lebah merupakan superorganisme. Lebah ber­pikir secara kolektif. Lebah adalah jaringan linguistik: Salah satu dari segelintir makhluk selain manusia yang berkomunikasi secara simbolis, lebah menari untuk menjelaskan lokasi makanan kepada rekannya. Pegiat lebah madu sering menggunakan metafora di atas, tetapi mengakui bahwa kata-kata tersebut tidak sepenuhnya mampu menggambarkan makhluk kompleks yang menarik ini beserta masyarakatnya yang sangat teratur. Sarang yang dihuni oleh sampai 80.000 ekor lebah setara dengan kota kecil manusia.

Satwa rajin ini—Apis mellifera, demikian ilmuwan menyebutnya—berdengung ke sana kemari mencari bunga demi setetes cairan manis yang disebut nektar atau sari bunga. Lebah menghirup nektar ke dalam “lambung madunya”, yang memecah gula tersebut. Saat kembali ke sarang, sang lebah memuntahkan cairan kental itu dan mengipasinya dengan sayap agar kandungan airnya menguap. Hasilnya yang manis dan lengket—madu—disimpan untuk persediaan makanan, atau dicuri oleh manusia. Setengah kilogram madu semanggi, menurut perkiraan ahli ekologi Bernd Heinrich, “dikumpulkan dari sari sekitar 8,7 juta bunga.”

Apabila kita menyaksikan betapa gigihnya lebah membuat madu, sulit untuk percaya bahwa peran terbesar lebah di alam ini adalah sesuatu yang sepenuhnya tidak disadarinya: menyebarkan serbuk sari. Pada dasarnya serbuk sari adalah sel kelamin jantan tumbuhan; serbuk itu membawa DNA jantan ke sel kelamin betina, langkah penting dalam reproduksi. Tanaman dapat menyebarkan serbuk sari dengan bantuan angin atau hewan, terutama serangga. Saat Apis mellifera mengumpulkan sari bunga, serbuk sari menempel pada tubuhnya yang berbulu. Ketika dia mengunjungi bunga lain, sebagian serbuk sari menempel ke kepala putik; pembuahan.

Saya baru memahami hal ini saat me­ngunjungi Adam Novitt. Novitt, peternak lebah di Northampton, Massachusetts, memelihara lebah di halaman belakangnya yang kecil. Usaha kecilnya yang menggunakan metode tradisional hanya untuk konsumsi lokal. Setiap stoples Northampton Honey diberi label dengan kode pos tempat madu tersebut dihasilkan. Novitt menunggu selama dua tahun untuk men­dapatkan ratu Buckfast yang laku keras. Untuk menunjukkan betapa jinak lebah ini, dia melepas tutup sarangnya tanpa mengenakan sarung tangan maupun masker. Bau gudang—lilin, madu, dan kayu—menguar ke udara. Di sarang madu terlihat lebah bertubrukan seperti anak-anak di tempat penitipan.

!break!

Beberapa lebah Novitt memiliki bintik ke­merahan seukuran jarum: Varroa destructor. Tungau itu menempel seperti caplak atau lintah, menyedot hemolimfa yang mirip darah dari inangnya dan melemahkan sistem kekebalan tubuh lebah. Lingkungan sarang—beruap dan hangat, lebah selalu bersentuhan—sangat cocok bagi patogen lebah seperti halnya tempat penitipan anak bagi patogen manusia. “Tungau membuka jalan; lalu bakteri atau jamur atau virus menyelesaikannya,” kata Novitt. Dia men­jentikkan jarinya. “Wes ewes ewes!—bablas satu sarang.” Sebelum varroa, tuturnya, beternak lebah pada intinya adalah memiliki lebah—”secara umum lebah tidak menuntut banyak per­­hatian.” Sejak tungau menyerang, “kita benar-benar harus menjaganya.”