"Food Truck" Terus Bergulir

By , Kamis, 25 Juni 2015 | 11:01 WIB

Sabtu, pukul 10.00 malam. Cuaca di Los Angeles dingin. Sekitar 30 orang dibekap suhu 9 derajat Celsius, mengantre di trotoar, di depan mobil minibus yang telah dimodifikasi dan diparkir di pinggir jalan.

Jendela samping truk terbuka, dan staf truk makanan Kogi BBQ ini langsung dilanda kesibukan.

Kogi BBQ telah dibanjiri peng­gemar, dan penghargaan, sejak 2008, saat dua sekawan meng­gagas rencana memadukan daging panggang Korea dengan taco Meksiko dan menjualnya di jalanan L.A., menggunakan truk. Truk makanan (food truck)bukanlah hal baru di kota itu. Sudah puluhan tahun truk-truk semacam itu menawarkan alternatif makanan murah di pinggir jalan dan lokasi pembangunan di bagian selatan California. “Tetapi truk yang men­jual taco Korea dianggap ‘ide gila’ saat itu,” tulis pendiri Kogi BBQ, Roy Choi, dalam memoarnya, L.A. Son.

Choi, 45, lahir di Korea dan mengikuti keluarganya pindah ke L.A. saat berusia dua tahun. Berbekal cita rasa hidangan leluhurnya—yang dipadukan dengan masakan Meksiko dan pelatihan koki tingkat atas, dia meracik iga panggang lezat berkaramel dan salsa asap pedas yang disajikan di atas dua tortilla jagung renyah. Taconya, yang oleh Choi disebut sebagai “Los Angeles di atas piring,” seketika itu juga menjadi sajian kuliner klasik. Melalui masakannya yang sederhana namun revolusioner, Choi menunjukkan bahwa makanan memiliki kekuatan untuk melintasi ras dan budaya.

Tetapi, yang menjadikan Kogi istimewa adalah perannya sebagai pelopor penggunaan media sosial untuk menggoda calon pembeli. Pada awalnya, kru Kogi yang berjumlah kecil kurang berhasil memasarkan dagangan mereka kepada para pengunjung bar larut malam di luar kelab-kelab malam di Sunset Boulevard. Kemudian, mereka berpaling pada kekuatan media sosial yang tengah bangkit. Menggunakan Twitter, Kogi terus-menerus mengabarkan per­pindahan lokasinya kepada para pelanggan.

Penggemar dari kalangan penduduk kota berusia muda pengguna teknologi pun bermunculan, melacak ke­beradaan Kogi. Dalam hitungan bulan, Kogi mendapatkan ratusan pelanggan—dan berhasil menjual hingga 180 kilogram daging—di beberapa perhentian setiap hari. Newsweek menyebutnya “Tempat makan viral pertama di Amerika.” Kogi BBQ saat ini telah memiliki 132.000 pengikut, dan armadanya meliputi empat truk yang terus bergerak, serta satu kios truk di bandara LAX.

Anehnya, penurunan denyut ekonomi pada 2008 justru men­jadi inkubator ideal bagi pe­nawaran dan permintaan truk makanan. Koki dan wirausahawan menawarkan bakat dan hasrat mereka untuk memulai bisnis truk makanan dengan modal yang kecil, jika dibandingkan dengan membuka restoran. Di sisi permintaan, para penikmat kuliner yang terpapar krisis ekonomi bersedia membayar untuk mendapatkan hidangan autentik dan kreatif, yang lebih murah dibandingkan harga di restoran mewah. Media sosial berfungsi untuk meng­hubungkan truk-truk itu dengan para pelanggan dan memicu gerakan boga baru.

 !break!

Kini ada ribuan truk jajanan berkualitas tinggi yang men­jelajahi jalanan San Francisco hingga Austin dan Washington, D.C., menyiarkan lokasi mereka untuk menjajakan beragam hidangan, mulai dari roti lapis keju panggang sesuai pesanan, dan roti isi lobster yang berkesan mewah, hingga kerucut es krim buatan tangan dan popcorn yang dibuat saat itu juga. Semula dianggap sebagai tren sesaat, bisnis ini kini tumbuh menjadi industri beromzet  sekitar 10,5 triliun rupiah per tahun.

Dan truk makanan khas AS yang menyajikan hidangan favorit termasuk tentu saja, taco Korea, telah menginvasi Milan, Italia, dalam World’s Fair tahun ini.

Tetapi bahkan dalam industri yang tengah meledak, bisnis ini tetap berat. “Anda tidak bisa hadir begitu saja dan mengharapkan banyak uang dengan mengelola truk makanan,” kata Ross Resnick, penemu Roaming Hunger, aplikasi ponsel yang memetakan lokasi real time ratusan truk jajanan di seluruh negeri. “Anda harus memiliki merek dan strategi.”

Walaupun mereka sebisa mungkin berusaha menjadikan merek mereka unik, kekuatan mereka juga ada dalam jumlah. Banyak truk berkumpul di area dengan jumlah pejalan kaki tinggi. Setiap hari pada jam makan siang, belasan atau lebih truk berjajar di sepanjang Wilshire Boulevard di seberang LA County Museum of Art. Dengan kantor-kantor di satu sisi jalan dan museum di sisi lainnya, truk-truk itu bisa dipastikan akan dibanjiri pembeli.

Sementara itu, pada suatu Senin yang sibuk, ratusan karya­wan kantor dan pengunjung me­milih berbagai macam hidangan yang dijajakan di truk, mulai sajian Meksiko dari truk Azteca, masakan dari truk Chow Mein, hot dog dari Dogtown, Kabob Kings, dan daging panggang dari Road­house Rotisserie. Ruas jalan yang sedang naik daun, Abbot Kinney Boulevard di Venice Beach dipenuhi truk jajanan pada jumat pertama setiap bulan. Makanan ludes dalam acara festival, dan truk-truk makanan dapat menghasilkan ke­untungan hingga belasan juta rupiah.