Laut Giok di Tubir Maut

By , Rabu, 22 Juli 2015 | 16:31 WIB

Sebelum datang ke Danau Turkana, Razik bekerja di pesisir Danau Victoria, jauh di selatan. Danau Victoria adalah danau terbesar Afrika yang dimiliki bersama oleh Kenya, Uganda, dan Tanzania. Danau itu menopang industri per­­ikanan miliaran rupiah yang memasok pasar regional yang lapar, serta setiap tahun mengekspor ribuan ton ikan perch nil ke Eropa.

Permintaan yang tinggi sangat menekan eko­logi Danau Victoria, dan kesuksesan industri itu menimbulkan banyak masalah khas kota makmur baru—perkampungan kumuh tepi danau, narkoba, kejahatan, upah dan kondisi kerja yang buruk. Akhirnya Razik tidak tahan lagi dan pergi.

Danau Turkana tidak memiliki operasi per­ikanan industri, tidak pula produk samping kota makmur baru. Persaingannya rendah, dan danau itu juga memiliki ikan perch nil—sama seperti hewan di dasar perahunya.

Sudah enam tahun dia tinggal di tengah suku Daasanach. Bisnisnya kini menguntungkan, dan dia pun menyayangi suku itu. Tidak selalu mudah menjadi seorang Muslim di Kenya, tetapi suku Daasanach tak pernah peduli soal agamanya; istrinya bahkan kini memeluk Islam. Selain itu, kata Razik, orang di Selicho cinta damai dan tidak menangkap ikan berlebihan. Dia berencana menetap, membina keluarga di rumah kecil dua kamar. Asalkan ada perdamaian, ikan perch, dan es untuk peti kemasnya, dia bisa bahagia. Dia dapat melihat segala peluang. Sampai dia memandang ke utara.

!break!

Sekitar 725 kilometer ke hulu Sungai Omo, di Etiopia, bendungan pembangkit listrik yang dinamai Gilgel Gibe III selesai dibangun pada bulan Januari. Jauh lebih dekat ke Danau Turkana, buldoser besar-besar merayapi tanah kering di dekat tepi sungai, membersihkan lahan untuk tebu dan kapas. Tak lama lagi dampak pekerjaan ini akan terasa di Kenya, dengan konsekuensi yang berpotensi merugikan 90.000 warga suku yang bergantung pada danau itu.

“Sungai Omo adalah tali ari-ari bagi Danau Turkana. Itu cara paling tepat untuk menggambarkan hubungan keduanya,” kata Sean Avery, ahli hidrologi teknis yang bertahun-tahun mempelajari dan menjelajahi daerah aliran sungai Omo-Turkana. “Kalau tali itu dipotong, danaunya pasti mati.”

Avery tinggal di Kenya dan telah menganalisis rencana Etiopia untuk sungai itu bagi African Development Bank dan klien lainnya. Pada 2013, Oxford menerbitkan buklet yang menghimpun karya Avery dan meringkas penelitiannya tentang pengembangan di sepanjang Sungai Omo. Temuannya itu membuatnya sangat tertekan.

“Kalau kita mengambil air dari sungai dan menggunakannya untuk pengairan dalam iklim seperti itu, akan ada sebagian yang meresap kembali ke daerah aliran sungai,” katanya. “Tetapi, sebagian besar akan menghilang.”

!break!

Avery dan pakar lainnya berkata bahwa bahaya ini berawal di bendungan, yang merupakan bendungan terbesar di Afrika, tembok beton 243 meter. Bendungan selalu merugikan ekosistem di bawahnya. Gibe III akan menyebabkan tekanan mirip-kekeringan yang dahsyat bagi Sungai Omo dan Danau Turkana selama tiga tahun pertama pengoperasiannya, ketika hingga 70 persen aliran sungai akan masuk ke waduk.

Setelah waduk itu penuh, danau akan perlahan-lahan normal kembali—tetapi lalu per­kebunan tebu mulai bermain. Tebu terkenal rakus air, dan budi dayanya di lahan kering di Lembah Omo hilir di Etiopia tidak mungkin dilakukan tanpa bendungan untuk mengatur sungai. Ribuan hektare sudah resmi ditandai untuk tebu dan kapas di Etiopia selatan, dan menurut Avery, ribuan lagi sudah dialokasikan untuk perkebunan di masa depan. Pe­nanam­an sudah dimulai, dan seluruh per­tumbuh­an akan diairi dari satu keran: Sungai Omo.

Sulit diketahui persisnya bagaimana atau kapan ancaman ini akan terjadi. Bendungan itu sudah tertunda berkali-kali sejak pembangunan dimulai pada 2006, tetapi waduknya mulai diisi pada bulan Januari. Dan meski pengembangan perkebunan sudah dimulai, skala transformasi pertanian itu tidak sebesar yang dapat dilakukan.

Avery dan orang lain mencontohkan bencana gerak-lambat Laut Aral untuk menggambarkan apa yang akan terjadi. Dulu Laut Aral adalah per­airan darat terbesar keempat di bumi, berkilau di antara Kazakstan dan Uzbekistan. Pada era Soviet, kedua sungai yang bermuara ke danau itu mulai perlahan-lahan dialihkan untuk budidaya kapas. Pada 2007 Laut Aral sudah hampir mati, cekungannya yang dulu kaya kini tanah debu gersang, permukaannya bertaburan kapal nelayan berkarat dan hamparan garam korosif.