Tanpa Kecuali

By , Kamis, 24 Maret 2016 | 18:00 WIB

Selama bertahun-tahun fotografer National Geographic Joel Sartore bekerja jauh dari rumah—mendokumentasikan margasatwa Taman Nasional Madidi Bolivia yang menakjubkan atau mendaki tiga puncak tertinggi di Britania Raya atau berdekatan dengan beruang grizzly di Alaska. Istrinya, Kathy, tinggal di Lincoln, Nebraska, dan mengurus anak-anak. “Joel bukanlah suami yang mau mengganti popok atau menjadi bapak rumah tangga,” kata Kathy.

Namun pada 2005, Kathy didiagnosis mengidap kanker payudara.Akibatnya dia terpaksa menjalani tujuh bulan kemoterapi, enam minggu pengobatan radiasi, dan dua operasi. Jadi Joel Sartore tidak punya pilihan: Dengan tiga anak yang berusia 12, 9, dan 2 tahun, dia tidak bisa bepergian untuk meliput artikel yang menjadi pekerjaan utamanya. Selama masa itu, kenangnya, “Saya jadi punya waktu setahun untuk berpikir di rumah.” Dia berpikir tentang John James Audubon, pakar burung. “Dia menggambar beberapa burung yang kini punah,” ujar Sartore. “Dia mampu menaksir kepunahan sebagian hewan, bahkan pada 1800-an.” Dia berpikir tentang George Catlin, yang melukis suku Indian Amerika setelah “menyadari bahwa cara hidup mereka akan berubah drastis” akibat ekspansi orang Eropa ke bagian barat Amerika.

“Lalu saya berpikir tentang diri sendiri,” katanya. “Hampir 20 tahun saya memotret di alam liar, dan rasanya upaya itu tidak banyak menggugah kepedulian orang.”

Dia merenung. Mungkinkah lebih efektif jika pendekatannya disederhanakan?Foto bisa menangkap bentuk, ciri khas, dan sering kali juga menampilkan tatapan tajam hewan tersebut.Mungkinkah foto semacam itu juga bisa menarik perhatian masyarakat?

Pada suatu hari di musim panas 2006, Sartore menelepon temannya John Chapo, presiden dan CEO Kebun Binatang Lincoln Children’s, dan meminta izin untuk memotret beberapa hewan di kebun binatang itu. Sekalipun Kathy dalam keadaan sakit, Joel masih dapat bekerja asal tidak jauh dari rumahnya—dan kebun binatang itu hanya berjarak satu setengah kilometer.Chapo mempersilakan Sartore beraksi. “Sebetulnya saya hanya ingin menghiburnya,” kata Chapo.

Di kebun binatang, Sartore meminta dua hal dari Chapo dan kurator Randy Scheer: latar putih dan hewan yang bisa diam. “Bagaimana jika tikus mondok botak?” kata Scheer.

Mungkin terasa ganjil bahwa makhluk biasa seperti itu bisa mengilhami magnum opus Sartore: memotret spesies satwa dalam kurungan dan menggugah kepedulian masyarakat terhadap nasib satwa tersebut. Namun, penggunaan hewan pengerat mungil untuk mencanangkan misinya ke seluruh dunia sangat cocok dengan filosofi Sartore. “Saya sangat senang memotret makhluk kecil seperti ini,” katanya, “karena tak ada orang yang memerhatikannya.”

!break!

Diperkirakan ada dua sampai delapan juta spesies hewan di planet ini.Banyak di antaranya (perkiraannya berkisar dari 1.600 spesies hingga tiga juta) yang mungkin punah pada akhir abad ini, sebagai akibat hilangnya habitat, perubahan iklim, dan perdagangan margasatwa.

Kebun Binatang adalah harapan terakhir bagi banyak hewan di ambang kepunahan—tetapi kebun binatang hanya mampu menampung sebagian kecil dari spesies di dunia.Meski demikian, Sartore memperkirakan perlu waktu 25 tahun atau lebih untuk memotret sebagian besar spesies peliharaan tersebut.

Selama dekade terakhir dia memotret lebih dari 5.600 hewan untuk proyek pribadi yang disebutnya Photo Ark. Dia memotret hewan kecil: katak beracun yang berwarna hijau-hitam, lalat pencinta bunga el segundo. Satwa yang besar: beruang kutub, karibu. Hewan laut: ikan salendar cicit, cumi pangsit hawaii. Burung: sempidan edwards, kepodang montserrat. Dan seterusnya dan seterusnya.

Sandra Sneckenberger, ahli biologi U.S. Fish and Wildlife Service, menyaksikan langsung pengaruh foto Sartore terhadap pihak lain. Beberapa tahun yang lalu populasi bondol-sabana florida—burung yang diakui Sneckenberger terlihat “cokelat kusam” dari jauh—turun drastis menjadi sekitar 150 pasang di dua lokasi saja. Setelah foto Sartore menggugah kesadaran masyarakat mengenai nasib burung ini, anggaran federal untuk membantu dinas itu menyelamatkannya, melonjak dari senilai sekitar 260 juta rupiah menjadi lebih dari 13 miliar rupiah.

!break!

Sartore memotret hewan yang dapat diselamatkan—juga hewan yang kepunahannya tidak terelakkan. Musim panas lalu, di Kebun Binatang Dvůr Králové di Republik Ceko, dia memotret seekor badak putih utara, salah satu dari lima yang tersisa di dunia. Betina 31 tahun itu merebahkan diri dan tidur pada akhir sesi pemotretan.Seminggu kemudian betina itu mati akibat kista yang pecah.Pada musim gugur 2015 seekor badak putih utara lainnya mati; tinggallah seekor jantan dan dua betina.“Apakah menurut saya kepunahan badak tersebut menyedihkan?” kata Sartore. “Bukan hanya menyedihkan. Ini tragedi besar.”

Sebagian besar satwa di Photo Ark, yang didukung oleh National Geographic Society, belum pernah difoto sejelas ini sebelumnya, dengan corak, kulit bulu, atau bulunggasnya demikian nyata terlihat. Apabila hewan tersebut punah, Photo Ark akan menjadi kenangannya. Tujuan Sartore “bukan hanya menyusun obituari raksasa tentang spesies yang kita sia-siakan,” katanya. “Tujuannya adalah menampilkan satwa-satwa ini sebagaimana saat hidupnya.”