Meliarkan Panda

By , Rabu, 27 Juli 2016 | 14:00 WIB

Saya berjongkok di atas rumput meng-amati binatang yang tertatih-tatih menuju ke arah saya. Ia berumur sekitar empat bulan, sebesar bola sepak, bermata agak menonjol, selembut dan seharum bayi anjing. Dorongan untuk menggendong dan memeluknya erat-erat sungguh tidak tertahankan.

Menggemaskan adalah salah satu alasan panda raksasa menjadi sensasi dunia, selain ikon kebudayaan, bagai tambang emas dari sisi ekonomi, dan sumber kebanggaan nasional di Tiongkok—satu-satunya negara tempat beruang Asia ini masih bertahan. Saat ini seluruh dunia tengah menyaksikan upaya Tiongkok menjaga agar panda tetap lestari—yang dalam beberapa hal telah berhasil.

Seperti hewan langka lainnya, jumlah panda raksasa menurun seiring bertambahnya populasi manusia. Kendati begitu selama seperempat abad terakhir Tiongkok telah menyempurnakan metoda pengembangbiakan dan membangun penangkaran berkapasitas ratusan ekor. Tetapi, keberhasilan memelihara panda di penangkaran, di hadapan penonton yang memuja mereka, tidak menjamin spesies itu bisa bertahan di alam liar. Upaya pelestarian beruang ini selanjutnya bakal menentukan apakah panda raksasa akan menjadi relik di balik jeruji atau berkeliaran bebas di alam liar.

Panda raksasa adalah ahli adaptasi. “Manusia terbiasa mengubah lingkungan sesuai dengan kebutuhan kita,” ujar Zhang Hemin, direktur China Conservation and Research Center for the Giant Panda, yang membawahi tiga basis panda: Bifengxia, Dujiangyian, dan Wolong. “Tetapi panda berbeda. Mereka mengubah diri mereka sesuai dengan lingkungan.”

Waktu dan kebutuhan meyelaraskan panda untuk hidup di habitat sangat spesifik. Walaupun masih bertubuh mirip kerabat karnivora mereka, beruang ini—mereka beruang sungguhan, menurut DNA mereka—memiliki taring untuk mengoyak dan enzim untuk mencerna daging. Karena terdapat jeda dalam catatan fosil, tidak jelas kapan tepatnya mereka menyimpang dari beruang lainnya. Tulang-belulang dari sebuah gua di Tiongkok menunjukkan bahwa panda raksasa yang kita kenal setidaknya telah ada sejak dua juta tahun lalu.

Kapan waktu dan apa alasan tepat panda menjadi vegetarian masih diperdebatkan, tetapi rentang waktu teramat panjang untuk beradaptasi mewariskan beberapa keunikan pada panda modern, termasuk geraham rata untuk menggerus dan tonjolan mirip ibu jari, perpanjangan dari tulang pergelangan tangan, yang mempermudah panda memegang bambu. Menariknya, mereka tidak memiliki mikroba khusus di perut untuk mencerna bambu yang merupakan 99 persen makanan mereka. Untuk mendapatkan cukup nutrisi, panda menyantap 9 hingga 18 kilogram bahan makanan nabati per hari.

Panda tidak bisa hidup di tempat sem-barangan. Namun kekhususan itu kini justru menyulitkan mereka. Dahulu penyebaran spesies ini mencakup wilayah selatan dan timur Tiongkok serta wilayah utara Myanmar dan Vietnam. Sekarang mereka hanya ditemukan di habitat gunung terpencil di Tiongkok, barangkali sekitar satu persen dari ruang lingkup wilayah hidup mereka dahulu.

Para peneliti telah mencoba menghitungnya sejak 1970-an, ketika diperkirakan terdapat sekitar 2.500 ekor panda. Angka itu turun secara dramatis pada 1980-an, sebagian karena siklus periodik alami kematian bambu.

Survei terbaru pemerintah Tiongkok, pada 2014, melaporkan keberadaan 1.864 panda di alam liar. Tetapi Marc Brody, penerima hibah National Geographic yang memprakarsai lembaga konservasi nirlaba Panda Mountain, memperingatkan. “Barangkali kita memang sudah semakin pintar menghitung panda,” ujarnya. Selain itu, sulit untuk membandingkan angka melintasi dekade karena rentang dan metoda survei semakin beragam; saat ini mereka menyertakan analisis DNA kotoran panda.

Sementara itu, Tiongkok giat mengem-bangbiakkan beruang ikonik mereka di penangkaran. Pada tahun-tahun awal (hingga akhir 1990an) upaya tersebut kebanyakan gagal, baik dalam tahap mengembangbiakkan maupun menjaga agar bayi panda tetap hidup.

Dengan bantuan dari luar negeri, Tiongkok membalikkan keadaan. Saat ini “panda merupakan salah satu binatang dalam penang-karan dengan keanekaragaman genetika terbanyak,” ujar pakar genetika Jonathan Ballou, pengembang algoritma yang kini diterapkan oleh Tiongkok dalam mengambil keputusan di bidang pengembangbiakan.

Sebagian besar tindakan diambil di Basis Panda Bifengxia, atau BFX, tempat saya mengamati bayi-bayi panda dari dekat. Para pengunjung di sini dapat melihat beruang dewasa di halaman terbuka.

Untuk memenuhi syarat itu, panda muda harus mandiri; mewaspadai hewan lain, termasuk manusia; dan mampu mencari makanan dan tempat berlindung tanpa bantuan.

Di atas bukit, tidak jauh dari arena pameran ini, berdirilah gedung khusus staf, menampung beruang-beruang yang tengah mengikuti pro-gram pengembangbiakan. Kandang-kandang di dalamnya terbuat dari beton dengan pintu berterali besi; masing-masing terhubung dengan sebuah kandang terbuka. Biasanya terdapat seekor panda betina di dalam masing-masing kandang, makan atau tidur, kadang-kadang sambil memeluk bayinya.