Menyelamatkan Samudra

By , Rabu, 1 Maret 2017 | 13:00 WIB

Seratus enam puluh kilometer di timur laut estuari Boston Harbor, enam paus sei langka menyambar dan berguling. Perut putihnya yang ramping berkelebat di Atlantik Utara yang kelabu. Setiap kali menyambar, paus tersebut membuka mulut besarnya yang mirip paruh, menyaring copepoda kecil dalam jumlah besar, dari air. Di sebelah kiri Plan B, sebuah kapal ekspedisi, kawanan ikan tembang mengincar krustasea yang sama, menggolakkan permukaan. Sementara itu, di belebas batu 15 meter di bawah, para ilmuwan mengamati ikan kenari, pollak, dan cod makan di antara daun panjang kelp kuning.

Cashes Ledge adalah punggungan gunung bawah laut tertinggi di Teluk Maine—serta lumbung hayati yang luar biasa. Saat gelombang pasang melewati gigir granit dan beting datarnya, terjadi gelombang-dalam yang membawa air permukaan nan hangat sarat plankton, ke kedalaman. Arus turun memungkinkan ikan di dasar laut mendapatkan makanan semelimpah ikan di kedalaman menengah, sama seperti paus, ikan tembang, serta burung laut di permukaan. Arus pasang dan topografi bersatu melestarikan sisa kejayaan yang dahulu dimiliki Teluk Maine, yang punah akibat penangkapan berlebih.

“Pada dasarnya, Cashes merupakan mesin waktu ke pesisir New England 400 tahun silam,” kata Jon Witman, ahli ekologi kelautan Brown University yang telah meneliti lokasi penting ini selama lebih dari tiga dekade. Ahli kelautan Sylvia Earle, National Geographic explorer-in-residence, menyebut Cashes “Yellowstone Atlantik Utara”.

Saat lautan dirundung penangkapan berlebih, polusi, dan berbagai dampak perubahan iklim, Earle bersama para ilmuwan kelautan dan konservasi berupaya menyelamatkan beberapa tempat perawan terakhir di laut Amerika. Cakupannya adalah dari Cashes di New England hingga hutan karang air dingin di Kepulauan Aleut bagian barat di Alaska, sampai Beting Cortes dan Tanner di lepas pantai San Diego. Mereka mengharapkan terwujudnya jaringan suaka bahari AS yang terhubung dengan jaringan global yang cukup besar, untuk menyelamatkan dan memulihkan lautan.

“Sebenarnya kita lebih ingin melestarikan sumber daya bahari, atau lebih ingin mengeksploitasinya?” tanya Craig. “Kita belum menetapkan jawaban yang pasti.”

Sejak masa pemerintahan Theodore Roosevelt, AS telah meresmikan lebih dari 1.200 daerah perlindungan laut. Itu seluas seperempat lautan AS. Sayangnya hal ini tidak mampu menghentikan kerusakan kehidupan laut, kata Robin Kundis Craig, dosen hukum dan spesialis kelautan. Di sebagian besar perairan yang dilindungi tersebut, masih diperbolehkan menangkap ikan dan sumber daya lainnya. “Sebenarnya kita lebih ingin melestarikan sumber daya bahari, atau lebih ingin mengeksploitasinya?” tanya Craig. “Kita belum menetapkan jawaban yang pasti.”

Akhir musim panas silam, Presiden Barack Obama menandaskan jawabannya di dua tempat menggunakan kewenangannya berdasarkan Antiquities Act, undang-undang taman nasional, yang memberi hak kepada presiden untuk melindungi tempat umum yang penting baik secara historis maupun ilmiah. Pertama-tama, dia memperluas Monumen Nasional Bahari Papahānaumokuākea di Hawaii barat laut menjadi empat kali lipatnya, lebih dari 1,5 juta kilometer persegi. Di kawasan itu hanya diperbolehkan menangkap ikan untuk makan dan rekreasi. Ini tempat perlindungan bagi anjing laut Monachus schauinslandi dan paus biru yang terancam punah; predator puncak seperti tuna dan hiu; serta sebagian terumbu karang tersehat dan terutara di dunia, yang paling mungkin bertahan menghadapi pemanasan global.

Tiga minggu kemudian, Obama kembali meresmikan monumen bahari pertama di lepas Pantai Timur AS, Northeast Canyons and Seamounts seluas 12.725 kilometer persegi, 210 kilometer di tenggara Cape Cod. Para pelestari lingkungan mengusulkan kawasan lindung yang jauh lebih besar. Dan mereka sangat mendorong agar Cashes juga dilindungi. Namun, industri perikanan menentang kedua usulan itu. Setelah Donald Trump terpilih sebagai presiden AS, beberapa juru bicara industri menyiratkan, bahwa daerah yang ditetapkan Obama sekalipun, masih dapat berubah statusnya. Meskipun belum ada presiden AS yang mencabut penetapan monumen, perjuangan untuk melindungi tempat khusus di laut—dan laut secara keseluruhan—jelas memasuki fase yang genting.

Pada 1870-an, tidak mudah meyakinkan orang Amerika untuk melindungi “keindahan dan keajaiban Yellowstone,” tulis jagawana taman yang menjadi penulis, Jordan Fisher Smith. Foto karya William Henry Jackson dan lukisan Thomas Moran membantu menggalang dukungan bagi Yellowstone. Kongres meresmikan taman itu pada 1872, memastikan bahwa Amerika suatu hari nanti dikenal orang, karena pemandangan yang dilestarikannya di samping pembangunannya.

Namun, membujuk masyarakat dan politikus untuk menyelamatkan lanskap laut yang luas memiliki tantangan khusus. Orang dapat dengan mudah mendaki Grand Canyon, namun butuh kapal selam untuk mengunjungi taman Northeast Canyons and Seamounts, di tepi dan di luar landas kontinen. Tahun lalu, lebih dari empat juta orang mengunjungi Yellowstone, dan sebagian dapat beranjangsana dengan bison (tindakan bodoh). Namun, kebanyakan orang Amerika tidak akan pernah berenang bersama paus sei di Cashes, paling hanya melihat foto jepretan ilmuwan dan fotografer National Geographic.

Salah satu alasan penting untuk melindungi tempat strategis di laut juga tidak kasatmata. Perubahan iklim kian memperparah dampak pencemaran dan penangkapan berlebih yang diperkirakan menguras setengah populasi ikan komersial sejak 1970. Lautan menyerap sebagian besar panas akibat emisi karbon kita, serta 30 persen karbon dioksida. Suhu permukaan laut mencapai rekor tertinggi. Air menjadi 30 persen lebih asam sejak revolusi industri.!break!

Perubahan itu mungkin tidak kasatmata, tapi efeknya semakin jelas terlihat. Teluk Maine mengalami pemanasan lebih cepat daripada hampir semua wilayah laut lainnya di Bumi. Di Pulau Machias Seal, ada ratusan anak puffin mati kelaparan saat mangsa normalnya, ikan hake dan ikan tembang, menghindari air dangkal yang hangat. Di Florida tenggara, suhu laut yang lebih tinggi mendorong ledakan populasi ganggang beracun yang membuat pantai dan hotel kosong musim panas lalu. Dan di seantero dunia, banyak taman karang adiwarna dan terbesar, kini menjadi nisan kelabu. Pemutihan karang terburuk sepanjang sejarah pada 2014 dipicu oleh pemanasan laut akibat gas rumah kaca, dan kemudian diperparah oleh El Niño pada 2015, kata C. Mark Eakin, koordinator pengamatan terumbu karang di National Oceanic and Atmospheric Administration.

Akan tetapi, laut tetap merupakan lumbung keanekaragaman hayati. Semakin banyak bukti bahwa melindungi wilayah yang penting seperti ini meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim—bahkan memulihkan ekosistem.

Terletak di kepulauan Virgin AS di lepas pantai St. Croix, Pulau Buck berada di tengah Laut Karibia dengan dua bukit hijau kembar yang dikelilingi pasir merah merjan. Dari pulau seluas 71 hektare itu kita dapat melihat hamparan laut dengan berbagai warna biru—serta keajaiban bawah laut yang menggugah Presiden Kennedy untuk menciptakan Buck Island Reef National Monument pada 1961. Terumbu melingkari pulau laksana kalung.