Menyelamatkan Samudra

By , Rabu, 1 Maret 2017 | 13:00 WIB

Fokus Kennedy adalah menciptakan jalur selam bawah air pertama di dunia, tempat orang bisa menikmati yang disebutnya “salah satu taman bahari terbaik di Laut Karibia.” Monumen 356 hektarenya juga mencakup 105 hektare zona “larangan tangkap”, kebijakan yang belum pernah ada sebelumnya. Saat itu, Pulau Buck adalah salah satu tempat ikan paling berlimpah di Karibia, dengan populasi kertang dalam jumlah besar. Sayangnya daerah larangan tangkap itu terlalu kecil. Selama 1990-an, persediaan ikan di sekitar pulau anjlok akibat ratusan jaring dan bubu. Akhirnya Presiden Bill Clinton memperluas monumen itu menjadi 7.695 hektare.

Terumbu Pulau Buck ditimpa serangkaian musibah lain. Pada 1970-an dan 1980-an, penyakit lingkaran-putih yang mematikan melanda karang tanduk rusa, pembangun utama. Karang itu hanya tersisa lima persen. Peneliti merasa seperti menunggui orang sekarat. “Saya petugas koronernya,” kata Robert Steneck, ahli kelautan yang meneliti Pulau Buck sejak awal 1970-an.

Pada 1989, Badai Hugo menerjang Pulau Buck dengan tinggi gelombang delapan meter dan angin 240 kilometer per jam, menghancurkan sebagian karang selatan, sementara yang selamat terbawa 25 meter ke arah daratan. Selama lebih dari satu dekade setelah badai, karang yang terpindahkan, meratap. Akhirnya karang itu mendapatkan tempat melekat dan kembali tenang. Kemudian pada 2005, saat karang tanduk rusa baru mulai tumbuh, lonjakan suhu laut memutihkan karang di sebagian Karibia timur—termasuk 80 persen karang tanduk rusa Pulau Buck yang baru tumbuh.

Saat Steneck kembali ke Pulau Buck pada 2014, ia melakukan penilaian keseluruhan terumbu Karibia timur. Dia memperkirakan, tidak banyak yang berubah dalam sepuluh tahun itu. Memang, di sepanjang tepi utara, formasi besar karang masih dalam keadaan mati. Namun, di sisi selatan, Steneck mendapat kejutan besar: karang tanduk rusa muda nan cantik, tersehat di antara 52 lokasi di 15 pulau yang ditelitinya. Karang hidup meliputi 30 persen terumbu selatan, jauh di atas rata-rata 18,5 persen untuk seluruh Karibia timur. Di Pulau Buck, Steneck menemukan banyak ikan ketarap, debam biru, dan ikan herbivora lainnya memakan ganggang dan rumput laut yang menghambat pertumbuhan karang. Luasan karang pun meningkat.

Ikan ketarap atau kakaktua merupakan makanan yang populer di St. Croix. Namun, setelah perluasan daerah perlindungan itu oleh Clinton, pengelola melarang semua nelayan—dengan bubu, jaring, pancing, atau tombak—di dalam batas yang baru. Itu keputusan yang sangat kontroversial, tetapi kini didukung banyak nelayan setempat, karena terumbu Pulau Buck menunjukkan tanda kepulihan yang jelas.

Sekalipun jumlah ikan belum pulih seperti semula, kerapu khususnya, masih sangat jarang-—selama enam tahun, salah satu penelitian hanya menemukan tiga ekor—ikan di terumbu selatan Pulau Buck sekarang termasuk yang paling melimpah dan terbesar di wilayah itu, menurut ahli ekologi terumbu karang Peter Mumby. Penelitiannya menyimpulkan bahwa melimpahnya ikan membantu pemulihan karang dari pemutihan dan penyakit.

“Pulau Buck memberi harapan bagi terumbu Karibia untuk dapat bertahan sampai akhir abad ini—jika kita serius mengurangi emisi gas rumah kaca dan memadukannya dengan aturan penangkapan ikan dan pencemaran yang ketat,” kata Mumby. “Jika kita mampu melakukan keduanya, anak cucu kita mungkin masih bisa menikmati terumbu karang ini.”

Kawasan perlindungan ini juga memberi manfaat kepada hewan yang berkelana jauh keluar perbatasannya. Pada musim panas di laguna Pulau Buck, di mana-mana muncul kepala penyu hijau yang mencari makan di antara padang lamun. Terkadang terlihat pasangan penyu yang kawin. Terumbu ini juga merupakan salah satu tempat makan yang dilindungi bagi penyu sisik yang berstatus kritis, yang makan Zoantharia, polip gemuk yang hidup di karang yang sehat. Dua spesies penyu lain yang berstatus rawan, penyu tempayan dan penyu belimbing, bersarang di pantai yang dilindungi di Pulau Buck, bersama dengan penyu hijau dan penyu sisik. Sebagaimana yang dibayangkan Kennedy, pengunjung bisa berperahu motor ke Pulau Buck, piknik di pantai, menjelajah di bawah air. Yang dilarang adalah menangkap ikan, membuang sauh di laguna, dan berkemah di pulau.

Pengurus monumen Joel A. Tutein masih berusia 10 tahun saat menonton dari perahu ketika para pejabat Washington datang ke pulau itu pada 1962 dengan mengenakan pakaian renang dan masker selam untuk peresmian dalam laut. Dia melihat berbagai upaya perlindungan laut selama setengah abad—tidak ada yang lebih berat dari larangan penangkapan ikan di pulau itu. Namun, hampir 14 tahun kemudian, masyarakat bersatu mendukung Pulau Buck. Ekowisata menjadi bisnis penting: Pulau Buck didatangi 50.000 pengunjung setiap tahun.

“Aset biologi ini menjadi sumber penting saat kita mampu melakukannya,” ujar Zandy Hillis-Starr, kepala manajemen sumber daya di Pulau Buck.

Mampukah taman bahari seperti Pulau Buck membantu pemulihan laut yang lebih luas? Kita ambil contoh Gigir Pulley di Teluk Meksiko, terumbu karang fotosintesis terdalam di AS, salah satu tempat yang diharapkan pelestari lingkungan dapat menjadi monumen bahari. Menurut para ilmuwan, larva ikan yang menetas di Gigir Pulley terbawa oleh arus pantai selatan Florida ke Suaka Bahari Nasional Florida Keys, meningkatkan populasi ikan yang menipis.

Di Pulau Buck, ilmuwan meneliti ketahanan karang tanduk rusa yang luar biasa, dengan tujuan memindahkan koloni karang ke terumbu yang mengalami pemutihan di tempat lain. “Aset biologi ini menjadi sumber penting saat kita mampu melakukannya,” ujar Zandy Hillis-Starr, kepala manajemen sumber daya di sana.

Siapa tahu mereka bahkan dapat memulihkan populasi cod. Kembali ke kapal Plan B, ahli biologi kelautan Witman memeriksa rekaman GoPro dari Cashes Ledge. Di Teluk Maine saat ini, populasi cod diperkirakan kurang dari satu persen dari populasinya pada masa kolonial, meskipun sudah beberapa dekade tidak boleh ditangkap. Witman melihat banyak ikan kenari dan pollak yang gemuk ikut berayun bersama alun dan lamun. Setiap 10 menit rekaman, ada dua atau tiga cod yang berenang melintas. Tidak terdengar mengesankan—tetapi itu lebih dari 30 kali dari yang dilihatnya di tempat lain di Teluk Maine. Ini bukti nyata bahwa zona larangan tangkap memang bermanfaat.