Obat Putus Asa

By , Kamis, 6 Juli 2017 | 20:05 WIB

Yasmary Díaz mengangkut ketiga anaknya di bak pikap pada suatu hari. Ia melewati jalan menanjak yang penuh lubang dari rumahnya di Guarenas, ke sebuah gubuk  kecil di gunung, di Zamora. Dia sudah putus asa mengupayakan kesembuhan penyakit kanker payudaranya. Ia tidak memiliki pilihan lain dan menjalani perawatan oleh seorang dukun.

Seperti biasa, dia berbaring di lantai tanah, dikelilingi lilin dan pola rumit yang digambar dengan kapur putih, dan memejamkan mata. Edward Guidice yang bertelanjang dada, berkalung manik-manik beraneka warna dengan dihiasi gigi babi hutan, berdiri di atasnya. Ia mulai memanjatkan doa dengan lantang—memohon kepada seluruh arwah dan orang suci dari sekte religius Maria Lionza untuk mendatangkan arwah yang bisa mengambil alih raganya dan menyembuhkan Díaz.

Setelah itu dia berlutut, menggores payudara Díaz dengan silet, dan menutupinya dengan kuntum kembang sepatu merah. Hanya beberapa sentimeter di atas dada Díaz, dia bergantian mengepulkan asap cerutu ke kulit di atas tumornya, dan meneteskan lelehan lilin merah. Asap tembakau diyakini menyerap penyakit, dan saat abu berubah warna menjadi putih, konon penyembuhan sedang terjadi.

Díaz, yang berusia 28 tahun, adalah salah satu dari sekitar ribuan penduduk Venezuela yang kini mendatangi dukun akibat krisis yang melanda sistem perawatan kesehatan mereka. Federasi Farmasi Venezuela melaporkan, lebih dari 85 persen obat-obatan dasar mustahil atau sulit ditemukan. Rak obat kosong, rumah sakit menolak pasien akibat kekurangan suplai. Pemerintah enggan memberikan statistik perawatan kesehatan. Tetapi, dalam survei tentang 92 rumah sakit negara yang dipublikasikan pada Maret 2017 oleh organisasi nirlaba Physicians for Health, 78 persen rumah sakit dilaporkan mengalami kekurangan atau tak memiliki persediaan obat. Survei yang sama juga mengungkap bahwa 89 persen rumah sakit tak sanggup lagi melakukan tindakan rontgen, dan 97 persen laboratorium medis sudah tidak berfungsi penuh.

Díaz telah menunggu satu tahun untuk mendapatkan perawatan. Mesin mamografi masih rusak, tak ada obat, tidak ada bahan kimia untuk menguji sampel darahnya, tidak ada cara untuk mencetak foto sinar-x-nya. Karena tidak memiliki asuransi dan hanya memiliki penghasilan seadanya. Dia tidak mampu membiayai perawatan di klinik swasta mahal.

Pada November 2016, Díaz memakamkan neneknya, yang meninggal akibat kanker. Januari ini, seorang wanita anggota keluarga besarnya juga meninggal akibat kanker, dan dinas perlindungan anak mengambil bayinya yang berusia satu tahun. Díaz takut hal yang sama akan menimpa anak-anaknya jika kanker juga menaklukkannya.

“Saya tidak pernah memercayai cara seperti ini dahulu,” ujarnya tentang penyembuhan dengan medium arwah. “Namun, hari itu saya berdiri dan mengatakan, ‘Aku takut, tapi aku akan tetap pergi, untuk melihat apa yang akan terjadi.’”

“Pasien-pasien saya menderita beraneka ragam penyakit: masalah jantung, masalah tulang belakang, kanker, masalah kaki, lutut, dan mata,” Guidice memaparkan. “Ada banyak orang miskin yang sengsara.”

Berminggu-minggu setelah perawatannya dimulai, Díaz mengakui bahwa rasa nyeri di payudaranya telah berkurang. Dia merasa lebih energik. Mengesampingkan keraguannya, Díaz kini berkomitmen pada proses ini. “Ketika mengetuk pintu ini, rasanya ada pertolongan yang tidak terlihat. Seperti angin—Anda tidak bisa melihatnya, tetapi bisa merasakannya.”

Caption :

Halaman 82 :

Setelah lebih dari dua pekan tidak mengonsumsi obat untuk penyakit ginjalnya, Oseas Ríos menjadi sangat lemah hingga tidak bisa berjalan. Di sini, medium-medium pengikut sekte religius Maria Lionza tengah memanggil arwah-arwah Viking dalam upacara penyembuhan untuknya di kaki Gunung Sorte, di dekat Chivacoa.

Halaman 84 :