Harta Karun Indonesia

By , Senin, 17 Oktober 2016 | 16:30 WIB

Apakah harta karun terbesar negeri ini? begitu banyak alternatif jawaban yang akan diberikan—tergantung pada wawasan, kegemaran, atau bahkan kepentingan. Bagi seorang yang menggemari segala hal soal laut pasti akan mengatakan harta karun itu adalah kehidupan bawah laut.

Terumbu karang salah satu bagian dari kehidupan bawah laut yang memberi donasi terbesar dari keberlangsungan kehidupan. Kehidupan bawah laut memang tidak terlihat di antara luasnya wilayah Indonesia. Mereka yang jarang—atau bahkan tidak pernah—melakukan perjalanan bawah laut Indonesia tidak akan menyaksikan kabar dari penghuni laut negeri ini.

Saya berjumpa dengan tiga pemuda asli anak pulau, yang menceritakan kegundahan mereka ketika menjaga harta karun kepulauan. Mereka, yang merupakan pemandu bawah laut Kepulauan Togean, menggunakan ungkapan “asli anak pulau” untuk menggambarkan asal-usul mereka. Keterbatasan pendidikan, komunikasi, dan transportasi tidak membatasi kesadaran mereka akan fungsi terumbu karang.

Ketiganya meramalkan bahwa terumbu karang di Togean akan punah dan rusak dalam maksimal sepuluh tahun. Mengapa mereka begitu gundah gulana?

“Harta karun Indonesia sudah mulai tergerus oleh kepentingan jangka pendek oknum.”

Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang sangat penting dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.

Saya menjumpai Ali, panggilan akrab Rahmad Ashari. Lelaki botak yang bersuara lantang. Sebelum menjadi pemandu wisata selam, Ali secara sukarela menjadi penjaga laut. “Saya tidak akan segan dan rela mati untuk menjaga Togean ini dari penjarah laut seperti nelayan bom, bius, atau lebih dikenal nelayan kompresor. Siapa pun akan saya lawan jika mereka merusak laut. Saya sangat mencintai laut terutama Togean ini,” jelas Ali dengan suara penuh emosi. Ali menjelaskan tentang pengalamannya melawan nelayan kompresor. Perlawanannya ini membuat dirinya sering mendapat ancaman kehilangan nyawa oleh kaki tangan bos dari pembeli hasil tangkap nelayan kompresor.

“Memang hasil tangkapan mereka ini menghasilkan banyak uang namun caranya menangkap dengan memberi bius tidak hanya mengenai ikan yang diincar, tetapi juga bisa membunuh telur dan mematikan terumbu karang,” ujarnya. “Menyelam dengan kompresor ini pun berbahaya buat mereka! Tapi ya tidak kapok-kapok!”

Sebutan nelayan kompresor ditujukan kepada nelayan yang menyelam dengan menggunakan kompresor. Binatang laut yang mereka cari: ikan, lobster, atau apapun yang bernilai harga jual tinggi jika dalam keadaan hidup. Berdasarkan referensi para penyelam bersertifikat, penyelaman menggunakan kompresor sangatlah berbahaya. Risikonya: selang terlilit, mesin kompresor mati mendadak, hingga kasus dekompresi bagi penyelamnya.

Elly Hulopi, penyelam profesional asal Togean, mengatakan, Togean memiliki kekayaan terumbu karang. Banyak orang yang tidak tahu bahwa kepulauan ini memiliki empat tipe terumbu karang. Saat ini, Togean merupakan satu-satunya kawasan laut di Indonesia yang memiliki semua tipe: terumbu karang tepi, terumbu karang penghalang, terumbu karang cincin, terumbu karang datar atau gosong terumbu.

“Harta karun Indonesia sudah mulai tergerus oleh kepentingan jangka pendek oknum,” jelas Elly.

Lelaki yang memilki pusat penyelaman di Pulau Bomba ini sangat berharap adanya kesadaran dari para nelayan untuk tidak lagi melakukan pengeboman. Dia juga berharap adanya kepedulian pemerintah sebelum semuanya terlambat.

“Tidak ada yang saya inginkan selain kehidupan bawah laut ini lestari untuk kepanjangan hidup anak cucu kita.”

Ada kalanya Elly mengantar para tamunya untuk berkunjung ke tempat terumbu karang yang mati. Walaupun ada sebagian kerusakan karena perubahan iklim, kerusakan terbesar tetap karena tangan manusia. Dia berharap mereka menyaksikan kenyataan yang sedang menghantui Togean—tidak menyaksikan keindahan semata. Semoga mereka bisa mengabarkan kepada dunia tentang kehancuran beberapa terumbu karang Togean. “Tidak ada yang saya inginkan selain kehidupan bawah laut ini lestari untuk kepanjangan hidup anak cucu kita,” ungkap Elly.

Kehancuran terumbu karang Togean akan semakin meluas dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan, demikian perkiraan terburuk Lani. Dia merupakan pemandu wisata yang menyuarakan keprihatinan serupa. Selain cara tangkap yang merusak ekosistem, sampah juga menjadi andil perusakan.