Apa yang Membuat Tingkat Kronis Sakit COVID-19 Berbeda-beda?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 25 Juli 2021 | 14:00 WIB
Tidak semua orang mengalami sakit parah saat terpapar Covid-19. Penyebabnya adalah sel kita yang kurang bekerja untuk memanggil sistem kekebalan tubuh kita bekerja. (Thinkstock)

Sebuah studi baru di jurnal Cell, para ilmuwan menunjukkan adanya perbedaan dalam paparan di tempat bertarung awal virus dengan tubuh kita. Lokasi pertama yang terjadi antara SARS-CoV-2 terletak di hidung dan tenggorokan pasien.

"Mengapa beberapa orang menjadi lebih sakit daripada yang lain telah menjadi salah satu aspek yang paling membingungkan dari virus ini sejak awal," kata José Ordovás-Montañés, peneliti Ph.D dari Boston Children's Hospital yang terlibat dalam penelitian.

"Banyak penelitian yang mencari prediktor risiko telah mencari tanda-tanda di dalam darah, tetapi darah mungkin bukan tempat yang tepat untuk dilihat," ujarnya, dikutip dari Medical Xpress.

Hasil dari makalah yang baru diterima pada Rabu (14/07/2021) itu telah mencoba mengidentifikasi sel-sel yang rentan terhadap virus.

Identifikasi ini melibatkan tim kolaborasi di Boston Children's Hospital, MIT, dan the University of Mississippi Medical Center secara komperhensif, untuk memetakan infeksi virus di nasofaring--saluran pernapasan dari hidung menuju tenggorokan.

Para ilmuwan memperoleh hasil sampel tes usap hidung dari 35 orang dewasa yang terinfeksi COVID-19 dari April hingga September 2020. Para pasien ini memiliki beberapa gejala, mulai dari yang ringan hingga sakit kritis.

Selain itu juga para ilmuwan mendapatkan hasil tes usap dari 17 subjek kontrol dan enam pasien yang diintubasi, tetapi tidak terpapar COVID-19.

Baca Juga: WHO Desak Indonesia Terapkan 'Lockdown' yang Lebih Ketat dan Luas

Gambar virus SARS-Cov-2 yang menjadi penyebab Covid-19. Tubuh kita mencoba melawannya, dengan tingkat respon yang berbeda-beda. (RAW PIXEL LTD)

Ordovás-Montañés dan tim menggali lebih lanjut gambaran rinci tentang apa yang terjadi di nasofaring dengan mengurutkan RNA di setiap selnya.

Data RNA itu memungkinkan mereka mengurutkan secara tepat sel mana yang mengandung RNA yang berasal dari virus, dan gen mana dalam sel-sel itu hidup maupun mati sebagai respon infeksi.

Hasilnya sangat jelas, bahwa sel-sel epitel yang di sekitar hidung dan tenggorokan ternyata mengalami perubahan yang besar saat terjangkit virus. Sel-sel ini secara jenis keseluruhannya menjadi berkembang.

Para ilmuwan menulis, ada peningkatan yang terjadi akibat sel sektretori dan goblet penghasil lendir. Sel sektrotori adalah struktur sekresi khusus yang mengeluarkan senyawa-senyawa tertentu. Sedangkan goblet berperan di dalam tubuh kita untuk membatasi pergerakan dan perlekatan dari patogen asing.