Nationalgeographic.co.id—Musik disko dapat digambarkan sebagai genre musik yang mengandung unsur funk, soul, pop, dan salsa. Musik ini bermula di Amerika Serikat pada pertengahan 1960-an dan popularitasinya meningkat pada pertengahan 1970-an.
Aawalnya, disko populer di kalangan penonton klub Amerika seperti komunitas Latin, Afrika Amerika, dan psikedelik menurut laman World Atlas.
Istilah disko diciptakan dari kata Prancis, discotheque, yang berarti perpustakaan catatan fonograf. Istilah ini bersamaan dengan kata disc jockey (DJ) yang mulai digunakan. Salah satu alasan mengapa musik disko mendapatkan popularitas yang meningkat adalah tarian bentuk bebas, serta suara keras yang muncul.
Genre disko kembali menari ke pusat musik pop. Suara disko adalah campuran dari ketukan empat lantai yang stabil pada pola hit-hat not ke-16 dengan garis bass elektrik yang menonjol dan quiver not kedelapan.
Musik latar disko biasanya dibuat dari string section, terompet, piano elektrik, dan ritme gitar. Terkadang instrumen seperti seruling dan gitar utama juga digunakan. Karakteristik lain dari genre ini adalah penggunaan lampu mencolok dengan warna berbeda dan penggnaan drama musikal.
Pada pertengahan 1970-an, penonton mengidentifikasi diri mereka dengan DJ daripada musik. Sub-genre disko sendiri meliputi disko italo, disko euro, disko luar angkasa, polo disko, dan nu-disko.
Baca Juga: Para Ilmuwan Ini Ubah Virus Corona Menjadi Instrumen Musik Indah
Asal muasal musik disko dapat ditelusuri kembali pada awal 1970-an dan muncul dari subkultur perkotaan. Beberapa pengamat berpendapat bahawa disko merupakan reaksi terhadap dominasi musik rock serta stigmasisasi musik dance oleh budaya tandingan yang muncul saat itu.
Klub disko awal terdapat di New York di mana pesta pribadi diadakan. Seorang DJ kota bernama David Mancuso mengadakan pesta bawah tanah pribadi. Dia melakukan itu untuk menciptakan lingkungan yang cukup baik agar orang bisa menari bersama tanpa takut akan tindakan polisi.
Ya, penampilannya menarik sejumlah besar komunitas gay yang dilecehkan di bar New York oleh para polisi. Alhasil, disko rumahan Mancuso membuat genre ini populer di kalangan komunitas gay. DJ David Mancuso memainkan peran penting dalam pertumbuhan, perkembangan, dan penyebaran musik disko.
Baca Juga: Nasib Musik Tanjidor: Dari Kaum Mardijker Sampai Kaum Pinggiran
Pada 1974, acara radio disko ditayangkan di WPIX-FM. Selain Mancuso, ada juga DJ lain yang turut membantu penyebaran genre musik tersebut. Antara lain seperti Nicky Siano, Shep Pettibone, Larry Levan, dan Walter Gibson.
Terobosan musik disko datang pada akhir 1970-an ketika lagu-lagu disko mulai menduduki puncak tangga lagu musik. Lagu Love Train dari O'Jays adalah lagu disko pertama yang menduduki pucak Billboard Hot 100.
Musik disko mulai populer secara global sekitar 1980-an. Banyak artis yang bukan musisi juga membuat beberapa lagu disko.
Baca Juga: Borobudur, Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa dalam Ekspresi Bermusik
Ada yang mengatakan bahwa adegan klub dansa disko dimulai pada 1960-an di New York dengan diskotek bernama Regine's, Le Club, Shepheard's, Cheetah, Ondine, dan Arthur. Klub yang dibuka oleh aktor bernama Sybil Burton itu menampilkan DJ Terry Noel menurut laman Vanity Fair. Terutama diskotek Arthur, menarik kerumunan selebritas yang bermukim di Peppermint Lounge, bar yang ramai di Time Square.
Ada juga yang bilang klub Prancis, Chez Castel dan Chez Régine yang memulai semuanya. Tempat seseorang mendengar lagu-lagu erotis seperti duet Serge Gainsbourg dan Jane Birkin "Je T'Aime...Moi Non Plus". Melahirkan budaya disko yang membawa penggunaan narkoba secara terbuka dan seks sepanjang malam.
Pengalaman musik di klub disko dikenang dalam kabut yang psikedelik. Lampu sorot yang berkedip dan tubuh yang berkeringat mengikuti ritme energi. Tidak ada seorang pun yang masih mengingatnya dengan cara yang sama.
Vince Aletti, kolumnis disko, Record World, 1974–78; penulis The Disco Files mengatakan, "The Loft adalah klub pertama yang saya ingat memilik campuran musik semacam ini. Itu benar-benar lonteng David Mancusi di Broadway yang lebih rendah. Itu adalah pesta, pribadi, sepanjang malam, dan hanya buka satu malam dalam seminggu. Dia memiliki meja besar berisi punch (minuman non-alkohol), pretzel, buah-buahan...itu sangat hippie," demikian Vanity Fair melansirnya.
Baca Juga: Apa Salah Musik-Musik Barat Seperti The Beatles di Telinga Sukarno?