Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan telah mengidentifikasi keberadaan dua asteroid yang tidak biasa, keduanya ditemukan di antara Mars dan Jupiter. Menurut mereka, kedua asteroid tersebut seharusnya tidak ada di sana. Bagaimana ia bisa sampai di sana? Masih menjadi pertanyaan.
Ditemukan oleh Badan Eksplorasi Dirgantara Jepang, dua batuan ruang angkasa itu pun diberi nama sebagai 203 Pompeja yang memiliki lebar 110 km dan 269 Justitia memiliki lebar 55 km.
Benda-benda khusus seperti ini sangatlah menonjol karena keduanya memantulkan lebih banyak cahaya merah daripada tetangga mereka. Penyebabnya, adanya peningkatan kadar bahan organik kompleks seperti karbon dan metana. Objek seperti ini seharusnya tidak berada sama sekali di sabuk asteroid antara Mars dan Jupiter, dan malah jauh lebih umum di antara objek trans-Neptunus di tata surya luar.
Dengan ditemukannya asteroid ini, telah menjadi bukti penting bagi teori yang dikenal sebagai Nice Model. Yang mana dalam teori tersebut berpendapat bahwa planet Saturnus, Uranus, dan Neptunus telah bergerak keluar dari sistem tata surya selama periode seratus juta tahun, sedangkan untuk Jupiter, ia diperkirakan telah bergerak sedikit ke dalam.
Ilmuwan juga memperkirakan sabuk asteroid tersebut berisi antara 1,1 dan 1,9 juta asteroid yang berdiameter lebih dari satu kilometer, bahkan ada juga jutaan asteroid yang berukuran kecil.
Kini, para ilmuwan yakin bahwa kehadiran keduanya di sabuk asteroid adalah bukti dari kekacauan yang terjadi selama hari-hari awal pembentukan tata surya. Kemungkinan besar juga mereka terlempar ke orbit yang berbeda oleh gerakan dan gaya gravitasi planet-planet yang lebih besar selama waktu itu.
"Untuk mendapatkan bahan organik ini, pada awalnya Anda harus memiliki banyak es di permukaan," kata peneliti Michael Marsset kepada New York Times. "Jadi keduanya pasti terbentuk di lingkungan yang sangat dingin," sambungnya. Kajian penelitian Marsset tentang hal ini terbit di jurnal Astrophysical Journal Letters pada 26 Juli 2021, yang berjudul Discovery of Two TNO-like Bodies in the Asteroid Belt.
"Kemudian penyinaran matahari dari es menciptakan organik kompleks itu," tegasnya lebih lanjut.
Menurut Hal Levison, seorang ilmuwan planet di Southwest Research Institute di Colorado yang merupakan kepala misi NASA yang mempelajari asteroid Jupiter, mengatakan, “Asteroid seharusnya menjadi kurang merah saat mendekati matahari.” Pernyataannya ini jelas bertentangan dengan pendapat para ilmuwan lainnya.
Dengan demikian, warna merah asteroid tidak dapat dipastikan sebagai patokan untuk menentukan dari mana asal asteroid tersebut. Ini menjadi salah satu misteri tersendiri. Akan tetapi, memang pada umumnya objek di tata surya bagian dalam cenderung lebih banyak memantulkan cahaya biru karena tidak memiliki senyawa organik kompleks. Sedangkan objek yang ada di luar tata surya akan lebih merah karena keberadaan senyawa organik kompleks tersebut.
Jadi fakta bahwa keduanya jauh lebih merah daripada badan 'tipe D' lainnya (yang dianggap sebagai objek paling merah di sabuk asteroid sampai saat ini) menunjukkan bahwa mereka berasal dari tata surya luar.