Studi Terbaru Singkap Dampak Letusan Gunung Toba 74.000 Tahun Lalu

By Utomo Priyambodo, Jumat, 6 Agustus 2021 | 19:11 WIB
Impresi seniman tentang gunung berapi bererupsi dahsyat. Letusan dahsyat Gunung Toba di Indonesia sekitar 74.000 tahun lalu merupakan letusan gunung berapi terbesar dalam 2 juta tahun terakhir.
Impresi seniman tentang gunung berapi bererupsi dahsyat. Letusan dahsyat Gunung Toba di Indonesia sekitar 74.000 tahun lalu merupakan letusan gunung berapi terbesar dalam 2 juta tahun terakhir. (BIGTHINK)

Hasil studi ini menunjukkan bahwa kemungkinan ada variasi regional yang signifikan dalam dampak iklim akibat letusan Toba. Simulasi dalam studi ini memprediksi terjadinya pendinginan di belahan bumi utara setidaknya 4 derajat Celsius, dengan pendinginan regional setinggi 10 derajat Celsius tergantung pada parameter model.

Sebaliknya, bahkan di bawah kondisi letusan Toba yang paling parah, pendinginan di belahan bumi selatan --termasuk di wilayah yang dihuni oleh manusia purba- tidak mungkin melebihi 4 derajat Celsius. Para peneliti meyakini suhu di belahan bumi selatan tak mungkin turun lebih dari 4 derajat Celsius, meskipun wilayah-wilayah di Afrika selatan dan India mungkin telah mengalami penurunan curah hujan saat tingkat emisi belerang di udara tinggi akibat letusan Toba tersebut.

Hasil studi ini sejalan dengan bukti arkeologi independen yang menunjukkan bahwa letusan Toba memiliki dampak pada perkembangan spesies hominid di Afrika. Menurut para peneliti, pendekatan simulasi ensemble mereka ini dapat digunakan untuk lebih memahami letusan-letusan eksplosif lainnya di masa lalu dan masa depan.

Baca Juga: Bagaimana Manusia Selamat Dari Letusan Gunung Berapi Toba Purba?

Kedahsyatan gunung api dilihat dari luar angkasa. Pada 22 Juni 2019, astronaut di Stasiun Luar Angkasa Internasional menangkap gambar gumpalan abu besar yang naik dari Raikoke di Kepulauan Kuril, Rusia. Gumpalan awan panas mencapai ketinggian 10-13 kilometer dan menciptakan endapan abu setebal 10 cm.
Kedahsyatan gunung api dilihat dari luar angkasa. Pada 22 Juni 2019, astronaut di Stasiun Luar Angkasa Internasional menangkap gambar gumpalan abu besar yang naik dari Raikoke di Kepulauan Kuril, Rusia. Gumpalan awan panas mencapai ketinggian 10-13 kilometer dan menciptakan endapan abu setebal 10 cm. (NASA)

“Hasil kami merekonsiliasi distribusi simulasi dampak iklim dari letusan dengan catatan paleoklimat dan arkeologi,” tulis para peneliti dalam laporan studi tersebut.

“Pandangan probabilistik gangguan iklim dari letusan super terbaru di Bumi ini menggarisbawahi distribusi dampak sosial dan lingkungan yang diperikaran tidak merata dari letusan eksplosif yang sangat besar di masa depan,” tambah mereka.

Studi ini melibatkan para peneliti dari National Center for Atmospheric Research, University of Leeds, dan University of Cambridge. Selain itu, penelitian ini juga didukung oleh National Center for Atmospheric Research dan National Science Foundation di Amerika Serikat.

Erupsi super atau letusan dahsyat yang terjadi di zaman modern. Sebuah ilustrasi untuk menggambarkan letusan Gunung Toba yang merupakan letusan gunung berapi terbesar dalam 2 juta tahun terakhir dan menyebarkan abu sejauh 9.000 kilometer ke selatan Afrika. (Steve Self, University of California-Berkeley)